Secepat pergerakan cahaya, secepat itu pula Tina mendengar kabar bahwa Arka memiliki niatan menikah dengan gadis desa yang rumahnya tidak jauh dari rumah Nek Misti. Gadis yang hari itu mengantarkan kue kering.
Jangan ditanya, sudah pasti Tina menolak! Standarnya bisa jatuh jika Arka yang tampan dan manis itu menikah dengan gadis desa sederhana yang hanya karyawan SPBU.
Dari fisik saja menurut Tina tidak cocok bersanding dengan anaknya. Gadis yang hanya mengenakan kaus murah dan rok panjang sebagai style di rumah itu tidak ada bandingannya dari gadis-gadis anak teman arisannya di kota sana.
"Udahlah, Ma, Arka capek Mama kasih rekomendasi cewek sana-sini," Arka mengeluh sambil menyandarkan punggung pada sofa.
Seperti biasa, setiap malam Tina akan memanggil Arka untuk ke ruang tamu, membicarakan kelanjutan niat Arka untuk menikah. Walau di sini keinginan Tina yang lebih mendominasi.
Rudi yang merasakan sebentar lagi aura perdebatan akan menguar memilih bangkit membawa cangkir kopinya yang tersisa ampas. Enggan untuk ikut campur urusan perjodohan tiada akhir ini. Dia sendiri heran, yang menikah siapa, yang repot memilih jodoh siapa.
Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Keduanya sama-sama tak tergoyahkan pada pendirian masing-masing. Tina yang ingin menjodohkan dengan anak teman arisan, Arka yang ingin mencari tahu lebih banyak tentang Yeni.
Tina mendengkus sebal. "Kamu ini, Arka. Kayaknya kamu perlu ke dokter mata, deh. Masa cewek cantik-cantik kayak ini kamu nggak mau. Modis gini, lho, kamu malah maunya sama cewek kampungan nggak paham fashion itu. Apa-apaan kamu ini?!"
"Pokoknya Arka nggak mau, Ma. Di sini yang mau nikah itu Arka, bukan Mama. Arka nggak tau gimana karakter cewek yang Mama kasih. Lagi pula, lihat dandanannya aja Arka udah ngeri. Bibirnya merah gitu kayak habis nelan bayi," tukas Arka sebelum akhirnya melangkah pergi menuju kamar sang nenek.
Jika dibiarkan berlanjut, sampai berganti hari pun tidak akan selesai. Tina akan terus memaksa, meminta Arka ini-itu, menunjukkan foto gadis sana-sini. Padahal, jika dilihat-lihat, wajah-wajah gadis yang Tina tunjukkan terlihat mirip, hanya beda warna baju.
Di kamar nenek, Arka hanya bisa terdiam, menunduk menatap lantai yang dipijak. Neneknya tengah tertidur pulas, dengan begini Arka akan lebih tenang. Memandang neneknya yang semakin membaik, bisa tidur dengan nyaman.
***
Hari telah berganti, tetapi tidak dengan keinginan Tina. Wanita 40 tahunan itu masih memaksa dan terus berusaha menjodohkan Arka dengan anak teman arisannya.Arka sendiri masih sama. Tak mau kalah, tetap menolak siapa saja yang Tina rekomendasikan.
Merasa malas berada di rumah, Arka memutuskan untuk pergi ke perusahaan. Setidaknya menyetor laporan penjualan yang dia kerjakan di rumah lebih baik daripada harus mendengar segala ocehan Tina.
Arka sendiri memutuskan untuk pulang seperti biasanya, sore hari. Tepat saat matahari hampir tergelincir sepenuhnya, Arka memasuki mobil, bersiap untuk mencari ketenangan lain. Apa pun, asalkan dia bisa tiba di rumah setelah makan malam usai. Dia tidak ingin Tina membicarakan pasal perjodohan di tengah-tengah kenikmatan makan malam. Merusak suasana.
Tepat pukul 8 malam, Arka kembali ke rumah. Di sana dia mendapati Tina yang tengah berbicara dengan seorang gadis. Entah siapa gadis itu, Arka tak mengenalnya.
"Kok, baru pulang, Ka? Ini Rini udah nunggu kamu sejak setengah jam lalu." Tina menghampiri anaknya yang baru tiba di ambang pintu.
Arka hanya bisa menghela napas. "Lembur, Ma."
"Ya udah, kalau gitu kamu temenin Rini dulu, Mama kau ke dalam sebentar. Temenin, ya, nggak baik anggurin tamu."
Tanpa menunggu persetujuan Arka, Tina melenggang pergi, meninggalkan Arka dan Rini di ruang tamu. Demi apa pun, Arka pastikan setelah ini gadis itu akan mati bosan. Arka bukan tipe orang yang pandai mencari topik pembicaraan.
Terutama, pada orang yang tidak dia kenal. Seperti Rini ini. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba sudah berada di ruang tamu bersama Tina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Primbon Bersabda
Chick-LitCerita inu dipersembahkan untuk event internal @PseuCom. IPEN AA Mau nikah, tiba-tiba ada primbon nyempil di tengah. Weton nggak cocok lah, arah rumah ngga bagus lah, hari kurang baik, ini, itu, blablabla. Terlalu percaya primbon, jangankan pikiran...