30. Kurang Taksir, Hilang Laba

54 10 1
                                    

Dua tahun berlalu begitu cepat. Perlahan Arka sudah merelakan kepergian sang nenek.

Selama dua tahun ini, Arka dan Yeni memutuskan untuk tinggal di kota berharap Yeni dan Tina bisa lebih akrab. Arka meminta Yeni untuk berhenti bekerja di SPBU dan lebih fokus pada urusan rumah tangga. Urusan bekerja, biar dia selaku suami saja yang mencari nafkah.

Arka sendiri tahu, walaupun bisa dibilang belum sepenuhnya menerima, sejak setahun terakhir ini perlahan sikap ketus Tina mulai berkurang. Wanita itu tak lagi meletakkan piring dengan keras selepas makan, juga menjawab apa saja pertanyaan Yeni dengan sedikit lebih ramah.

Selain itu, permasalahan antara Tina dan Sumiati perlahan mereda. Sumiati baru mengetahui jika wetonnya dengan Tina cocok. Pas untuk dijadikan teman berbagi gosipan. Dua wanita paruh baya itu sesekali bergosip bersama apabila Sumiati berkunjung ke rumah Arka. Namun, sesekali juga mereka membuat keributan. Seperti sekarang ini.

Tina dan Sumiati saling berhadapan, memasang wajah tak mau mengalah satu sama lain. Keduanya tetap pada pendirian dalam memberi nama anak Arka dan Yeni.

"Nggak mau tau! Saya maunya pakai nama Michael!" Sejak Yeni dan Arka pulang dari rumah sakit untuk memeriksa kandungan beberapa waktu lalu, mereka sibuk memilih nama untuk calon anak Arka yang berdasarkan hasil USG berjenis kelamin laki-laki. Tina tak ingin cucunya diberi nama kampungan. Dia ingin nama cucu yang kebarat-baratan.

Sementara, Sumiati menatapnya tajam. "Nggak! Nama apa Michael itu? Nggak ada artinya! Kasih nama Aji aja. Aji itu artinya berharga dalam primbon."

Mendengar kata primbon, Tina langsung menatap tajam balik. "Nggak! Enak aja nama pakai aturan primbon. Zaman apa ini? Nggak! Pokoknya harus pakai nama Michael. Kalau nggak mau Michael, bisa diganti Kaizo, Louis, Edward, atau apa lah itu, asal bukan nama-nama dari primbon!"

Melihat perdebatan ibu dengan mertuanya, Arka hanya bisa menghela napas. Pria 26 tahun itu memijat kepalanya yang terasa pening. Saat seperti ini pun masih bertengkar. Padahal hanya pasal nama.

Dua wanita yang berbeda pendapat itu masih saja berdebat, hingga Bustami datang bersama Rudi yang baru saja pulang bekerja.

Melihat hal memalukan yang istrinya perbuat, Bustami menggelengkan kepala pelan. "Bu, udah tua masih nggak mau ngalah. Udah, ini biar urusan Arka sama Yeni, nggak perlu repot-repot mikirin nama anak mereka."

"Ya, nggak bisa gitu! Ibu harus pilih nama terbaik untuk cucu ibu! Pilih nama itu harus hati-hati. Kalau nggak, nanti jadi kurang taksir, hilang laba. Kalau nggak hati-hati, kita sendiri yang rugi. Gimana kalau anaknya cengeng gara-gara namanya yang terlalu berat?"

Mengembuskan napas, Bustami menatap istrinya tanpa berbicara. Tatapannya mampu membuat Sumiati seketika bungkam, tak lagi mampu melontarkan kata-kata. Wanita yang usianya hampir menginjak kepala lima itu hanya bisa mendengkus sebelum akhirnya kembali duduk di sofa.

Dia melirik Tina yang tersenyum penuh kemenangan, merasa bahwa usulannya akan lebih dihargai di sini.

"Mau dikasih nama siapa, Ka?" Rudi menatap anaknya yang duduk di sofa lain.

Arka melirik Yeni yang berada di sampingnya. "Karena nama Arka itu Yudistira, gimana kalau dikasih nama Arjuna? Lagi pula, Arjuna itu artinya hebat. Bener nggak, Bu?"

Mendengar hal itu, Sumiati yang tadinya lesu langsung berbinar. Menantunya ini memang sangat pengertian. Dia langsung menoleh ke arah Tina dengan wajah sombong. Dia pemenangnya sekarang.

Melihat hal itu, Tina langsung mengepalkan tangan menatap Sumiati dan Arka bergantian. Bisa-bisanya anak itu mendukung usulan Sumiati menggunakan nama dari primbon jawa. Sial sekali. Awas saja nanti, akan dia hajar Arka.

"Kamu setuju, 'kan?" Arka meminta pendapat pada Yeni.

Wanita itu mengangguk sekali. "Namanya bagus. Arjuna Edwardan. Gimana?"

Tentu saja Tina langsung berbinar. Ternyata di sini berbanding terbalik. Di mana anak lebih mendukung mertua daripada ibu sendiri.

Tidak ada lagi perdebatan. Pasal nama, sudah diputuskan memadukan dua usulan yang sangat tidak bisa ditolak. Menggunakan nama kebarat-baratan yang dicampur dengan nama dari primbon jawa adalah keputusan paling tepat.

Yeni masih mempertahankan senyumannya. Hal yang dia tunggu telah tiba, di mana kebahagiaan melengkapi. Tina tak lagi berbicara ketus padanya. Hubungannya dengan Arka dan keluarganya juga semakin baik. Walau memang sesekali dia berdebat pasal ini-itu dengan Arka.

Ternyata mengikuti primbon tidak terlalu buruk. Selama menjadi istri Arka, dia mengikuti arahan suaminya untuk tidak melakukan ini-itu karena tidak baik menurut primbon. Hasilnya cukup bagus. Karena primbon juga Tina dan Sumiati bisa akur.

Dia akui, ramalan primbon memang terkadang membuat jengkel, tetapi ada beberapa yang membuatnya merasa terlindungi. Dengan adanya primbon, dalam bertindak semakin berhati-hati. Sama seperti kata Arka dahulu.

Dahulu, dia sangat membenci primbon. Karena primbon kehidupannya sangat sulit. Ke sana salah, ke situ juga salah. Si primbon juga yang menyebabkan dia digunjing Bu Kiyem dan kawan-kawannya.

Ah, rasanya lega sekali jauh dari mereka. Namun, jika Yeni tengah berkunjung ke rumah orang tuanya di kampung atau ke makam Nek Misti, para ibu-ibu itu tetap menatapnya penuh rasa penasaran, setelahnya lanjut bergosip, entah apa saja yang mereka gosipkan.

Alby anak kepala desa waktu itu juga sudah pasrah. Setahun lalu Yeni diundang ke acara pernikahannya yang megah, berhubung Alby juga sahabat karib Arka.

Gadis yang saat itu mengejar Arka sampai datang ke rumah Nek Misti pun langsung menghilang entah ke mana. Mungkin dia lelah atas segala penolakan Arka padanya.

Selain itu, anak-anak teman arisan Tina yang sempat direkomendasikan pun sebagian besar sudah menikah. Hasilnya benar seperti dugaan Rudi. Gadis-gadis cantik itu hanya pandai merias diri. Begitu kata para mertua yang kebetulan satu komplek dengan Arka.

"Yeni ikut, Bu." Wanita itu bangkit, mengikuti langkah Sumiati dan Tina menuju dapur. Yeni sangat menyukai kegiatan masak bersama dengan ibu dan mertuanya. Satu-satunya waktu di mana mereka tidak berdebat. Sekali lagi, ramalan primbon tidak sepenuhnya buruk.

- TAMAT -

Thank you so much for Your Majesty Lord Luxiufer HyungNim Sama.

Psstt ... ini ceritaku yang paling bagus selama ipen, walau banyak juga aibnya di belakang layar yang bisa dinikmati para dakjal. Semoga bisa lebih dari ini, biar dakjal kehilangan bahan julid XD.


PseuCom

Ketika Primbon BersabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang