23. Seperti Mayat Ditegakkan

21 7 0
                                    

Yeni berkali-kali menghela napas kala dia terpaksa harus mengikuti ibunya masuk ke area pasar. Entah apa tujuannya, Sumiati memaksa dia untuk ikut masuk, menemaninya di dalam. Mungkin diminta membawa barang-barang belanjaan.

Tubuhnya sudah seperti mayat ditegakkan. Kurus, kecil, kulit pucat.

Dia baru saja pulang bekerja, belum sempat sarapan, Sumiati sudah mengajaknya ke pasar karena hari pasaran agar mendapat diskon yang lumayan.

"Yen, lihat ini!" Sumiati melihat-lihat deretan buku yang terpampang di atas meja setinggi pinggang orang dewasa. Wanita itu terlihat antusias memilih buku, seperti ada yang dia cari.

Tak berselang lama, Sumiati menyerahkan sebuah buku ke arah Yeni. "Kamu harus banyak-banyak belajar. Baca buku ini, biar nggak kebiasaan ngeyel kayak bapakmu. Buat bekal kalau mau pilih cowok juga, biar nggak perlu ke rumah sebelum sesuai sama buku ini."

Meraih buku yang Sumiati berikan, bibir Yeni sedikit berkedut. Buku berjudul Primbon Jawa itu benar-benar terasa aneh saat berada di tangannya. Sumiati memintanya mempelajari buku ini, membaca dan mengikuti segala isinya.

Sejenak, Yeni teringat seseorang. Kira-kira weton kelahiran Arka apa, ya? Gadis itu langsung menggeleng cepat, berusaha mengenyahkan pemikiran anehnya. Untuk apa juga dia memikirkan pasal weton kelahiran laki-laki itu? Kalaupun cocok, belum tentu Arka mau padanya.

Terlalu banyak berharap tidak baik untuk kesehatan.

"Ngapain kamu bengong di situ? Ayo, ikut ibu!" Melihat Yeni yang masih berdiam sambil menatap buku pemberiannya, Sumiati langsung menyadarkan.

Sontak, gadis itu langsung menoleh, mengikuti langkah sang ibu di belakang sambil berkali-kali menghela napas. Lelah rasanya.

Mata Yeni langsung membulat saat tanpa sengaja melihat sosok laki-laki yang sempat berada di pikirannya tadi. Laki-laki itu tengah berdiri di belakang sang ibu, membawa beberapa barang tanpa berbicara.

Tinggi badannya yang melampaui orang-orang di sekitarnya membuat Arka menjadi sorotan.

Yeni semakin terbelalak kala Arka menoleh ke arahnya, tersenyum tipis lalu memalingkan wajah. Gadis itu langsung menunduk, sementara Sumiati menatap anaknya jengkel.

Dia melihat interaksi anaknya dengan Arka. Tadi dia sempat mengajak Yeni berbicara, tetapi tidak ada jawaban. Dia ingin meminta pendapat tentang baju yang harus dipilihnya. Hal itu membuat Sumiati menoleh, memastikan anaknya berada di sana.

Memang benar Yeni masih di tempatnya, tetapi pikirannya melayang. Gadis itu terpaku pada figur seorang laki-laki dengan kaus putih polos dan celana selutut itu. Sepertinya peringatan Sumiati yang diulang-ulang itu sia-sia.

Menarik lengan Yeni, Sumiati menyeret anaknya masuk ke toko baju agar tak melihat ke arah Arka lagi. "Masuk, bantu ibu pilih baju, nanti kamu ibu beliin juga. Daripada kamu natapin si Arka itu. Ingat kata-kata ibu, Yen. Lagi pula, kalau kamu suka dia, belum tentu weton kalian cocok. Lagi, belum tentu si Arka mau sama kamu. Kalau sikap dia kayak ibunya gimana?"

Mendengar kata-kata Sumiati yang cukup menampar, Yeni hanya bisa terdiam, tak mampu menjawab lagi. Memang benar kata Sumiati. Selain karena ibunya dan ibu Arka tidak akur, lagi-lagi primbon menjadi penghalang.

Melirik buku yang berada di dalam kantong plastik kecil, Yeni hanya bisa mendengkus. Buku ini memang kecil, tetapi efeknya cukup menyeramkan. Haruskah dia mempelajarinya supaya Sumiati bisa sedikit bungkam pasal primbon dan lainnya? Ah, sudahlah. Dia cukup lelah dengan semuanya. Merepotkan.

Ketika Primbon BersabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang