Edzard Cafe. Duduk dengan memegang gitar dipangkuannya. Bernyanyi menggunakan hati dan sampai kehati. Siapapun yang mendengar akan dihanyutkan kedalam lagu yang dibawakan.
Suara lembut yang selalu bisa membuat hati tenang dan petikan gitar yang menambah kaindahannya. Disinilah sekarang Aisha berada. Bekerja menggunakan hati untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Mamah papah? Mereka tidak perduli. Mereka memang memberikan uang setiap bulannya. Tapi Aisha tidak mau menyentuh uang pemberian mamah papahnya, ia selalu memasukan uang itu kedalam brankas pemberian neneknya sebelum meninggal.
Mamah papahnya tidak pernah mentransfer uang itu, melainkan mereka menyuruh anak buahnya untuk memberikan itu langsung oleh Aisha. Walaupun yang sering menerima adalah Bi Jum.
Back to topic
Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 yang artinya jam kerja Aisha sudah habis. Ia bekerja mulai dari jam 16.00. Aisha sengaja mengambil jam sore karena paginya ia harus bersekolah.
Setelah selesai Aisha memasukan gitarnya kedalam tas gitar dan langsung membawanya. Sebelum pulang biasanya ia akan memesan minum dulu. Duduk menyendiri dengan earphone yang memutarkan lagu kesukaannya.
"Nih pesenan lo cha," ucap Neni. Neni adalah seorang waiters di cafe ini yang sudah lumayan dekat dengan Aisha. Dan Neni lah yang memberitahu Aisha kalau waktu itu cafe ini membutuhkan penyanyi.
"Cha, heh. Lo gua panggil bukannya nyaut," ucap Neni sambil menggoyangkan bahu Aisha. Aisha merasa ada yang menyentuhnya pun langsung melepaskan earphonenya.
"Hah? Kenapa?"
"Heh kunyuk, pantesan lo gua panggilin gak nyaut, ternyata agi disumpel tuh kuping. Makanya ya Cha, lo itu kalo nyumpel kuping satu aja, gak usah dipake dua-duanya," cerocos Neni.
Dengan tampang tak berdosa Aisha langsung mengambil minuman pesanannya yang masih ditangan Neni. "Berisik!"
"Cha, Cha. Untung gua sabar ngadepin lo," ucap Neni sambil mengelus dadanya.
"Gak pake gula kan?"
"Gak." Aisha langsung meminun kopinya. "Gua balik kebelakang dulu, nanti diomelin si bos."
"Gih sana. Huusss," celetuk Aisha dengan tangan yang seolah mengusir Neni.
"Untuk sabar gua Cha." Setelah Neni pergi Aisha melanjutkan kegiatannya dengan earphone yang masih setia menempen di telinganya.
***
Setelah semua kegiatan selesai. Aisha berniat untuk pulang kerumah, dan sudah membayangkan betapa empuk dan ademnya kamar.
Aisha bangkit dan berjalan menuju kasir untuk membayar minumannya. "Eh kak Icha," sapa salah satu waiters disana. Hanya dibalas senyuman oleh Aisha.
Setelah selesai membayar Aisha dikejutkan dengan panggilan tiba-tiba. "Cha!"
"Astagfirullah pak. Kaget Icha, maaf pak. Ada apa pak panggil Icha?"
"Nih buat kamu," ucap si bos sambil memberikan amplop coklat. Ya kalian tau lah isinya apa.
"Loh pak? Kan ini belom waktunya Icha gajian. Kok udah dikasih?" tanya Icha dengan polosnya.
"Anggep aja ini ongkos buat besok sekolah. Besok udah masuk sekolah kan?"
"Iya pak."
"Sekolah dimana sih kamu?"
"Icha di SMA Taruna pak," jawab Icha.
"Oh ya? Anak yang punya cafe ini juga sekolah disana. Kamu kelas berapa?" tanyanya lagi.
"Icha kelas 11 pak," jawab Icha.
"Ohh iya. Yaudah bapak balik kebelakang dulu. Kamu hati-hati pulangnya Cha." Icha hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.
Setelah si bos masuk kedalam. Aisha melanjutkan jalannya keluar cafe untuk mencari angkot. Aisha jalan sambil sesekali melihat hpnya. Dan earphone yang setia menempel ditelinganya.
Sampai ia dihadapkan dengan cowo berbadan tinggi dengan kaos hitam yang memghalangi jalannya. Aisha melangkah ke kanan. Cowo itu melangkah ke kiri. Aisha melangkah ke kiri. Cowo itu melangkah ke kanan. Ya jadi Aisha tidak bisa melanjutkan jalannya karena terhalang oleh badan cowo itu.
"Minggir!" lagi-lagi cowo itu menghalangi jalan Aisha.
"Lo ngerti gak sih di bilang minggir?" tanya Aisha yang emosinya sudah mulai memuncak.
"Gak," jawab cowo itu dengan santai.
Aisha melangkah ke kanan, dan cowo itu melangkah ke kiri. "Sumpah ya. Gua harus ngomong pake bahasa apaan sih biar lo ngerti?" ucap Aisha yang emosinya sudah di ubun-ubun.
"Pake bahasa hati."
"NAJIS!"
Karena sudah sangat kesal Aisha mendoro badan cowo itu sampai kepentok ujung meja. Kebayangkan kalo pinggang kepentok ujung meja.
"Sialan!" ucap cowo itu sambil memegang pinggangnya.
"MAMPUS!" setelah itu Aisha meninggalkan cowo itu sambil memasang kembali earphone yang tadi sempat ia copot.
Sebenarnya Aisha bisa saja langsung menendang cowo itu. Tapi karena ia tidak mau menguras energinya dan membuat keributan aja. Tapi ternyata malah memguras energi lebih banyak.
Setelah keluar dari cafe Aisha langsung menaiki angkot. Untung saja amgkot itu pas datang diwaktu yang tepat. Kalau tidak, sudah dipastikan ia harus berurusan dengan cowo gila itu lagi.
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha Aileen Nathania
Teen Fiction"Disaat semua orang menjadi api. Lo harus memposisikan diri lo sebagai air, bukan sebagai angin!" -Raka "Kadang kita harus mundur sedikit, supaya bisa melangkah lebih jauh kedepan." -Aisha