"Om Darwin?" Rio membulatkan matanya terkejut dengan apa yang ia lihat di dalam kamera itu. Rio tidak percaya kalau pelakunya adalah orang yang sangat ia percayai saat ini.
Dengan melihat itu Icha pun langsung tersenyum miring. Ia merasa berhasil membersihkan nama baiknya kepada Rio.
"Jangan menuduh orang tanpa adanya bukti. Itu sama aja memfitnah," ucap Icha dengan penuh penekanan.
Rio menatap Icha dengan penuh penyesalan. Ia sudah membuat orang yang tidak bersalah terluka dan bahkan hampir mati.
"Buat yang kemaren, maaf ya Cha. Gua salah banget sama lo, gua udah bikin lo luka bahkan hampir mati," ucap Rio dengan wajah yang sangat lesu.
"Gua udah maafin lo. Tapi.." jawaban Icha menggantung yang membuat jantung Rio berdetak lebih cepat. Jangankan Rio, Raka saja tidak berani menatap wajah Icha yang sedang dalam mode serius.
"Tapi?" tanya mereka berdua dengan kompak.
"Serius banget mukanya, santai aja kali." bukannya menjawab Icha malah semakin membuat jantung kedua laki-laki di dekatnya hampir copot.
"Tapi gua gak akan pernah lupa sama perbuatan lo!" ujar Icha dengan sangat tegas.
"Oke gua tau. Maaf ya Cha," lagi-lagi Rio meminta maaf dengan Icha. Ia merasa sangat bersalah, padahal Icha tidak ada salah apapun dengannya.
"Minta maaf mulu lo kaya lagi lebaran," jawab Icha.
Akhinya Icha bisa tersenyum lega. Lega karena semua ini sudah selesai dan ia tidak perlu takut akan teror-teror yang tidak jelas dari mananya.
Mereka bertiga saling bungkam dengan pikirannya sendiri sampai ada bunyi perut yang membuat mereka saling tatap satu sama lain.
"Perut siapa?" tanya Raka spontan.
"Hehehe perut aku," jawab Icha dengan cengiran kudanya. Dan sepersekian detik kedua cowo di delatnya pun langsung tidak kuat menahan tawa.
"HAHAHAHA, LO LAPER CHA?" tanya Rio dengan tertawanya yang tidak dapat berhenti.
Icha yang sudah tertangkap basah hanya mengangguk malu.
"Yaudah mau makan apa? Atau makan di luar? Gua traktir sebagai permintaan maaf gua."
Icha yang mendengar itu langsung membulatkan matanya. Karena makan gratis itu nomor satu.
"Makan di luar, tapi gua sama Raka yang pilih tempatnya ya," jawab Icha dan Rio hanya mengangguk. Ia tidak takut jika di bawa ke tempat mahal atau pun hotel bintang lima.
Karena uangnya tidak habis tujuh turunan delapan belokan.
***
Malam dingin, enah hawanya atau badan Icha. Ia sudah mematikan AC dikamarnya. Tapi badannya masih terus menggigil.
Sudah 4 selimut ia pakai, tapi dingin itu tak kunjung hilang dari badannya. Tiba-tiba Icha terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal, entar mengapa Icha pun tidak mengerti.
Waktu menunjukkan pukul 01:30. Icha menatap kosong kamarnya, tiba-tiba ia melihat Ileen di depan pintu dengan senyuman yang selalu terukir manis dibibirnya.
"Ileen."
Mata Icha berkaca-kaca menyiratkan betapa rindunya dia pada kembarannya satu ini.
"Lo hebat Cha. Gua bangga punya kembaran kaya lo, ternyata gak sia-sia gua punya kembaran kaya lo," ucap Ileen.
Mereka tertawa sebentar berdua. Jika kalian bisa melihatnya, ada sedikit perbedan dari Ileen dan Icha.
Ileen memiliki mata yang lebih sipit dari Icha. Jadi ketika tertawa otomatis matanya seperti tertutup. Sedangkan Icha mengikuti mamahnya, sedikit belo.
"Gua kangen sama lo Len," ujar Icha dengan suara yang mulai bergetar.
"Gua gak."
Sialan, gak setan gak manusian sama-sama ngeselin.
"Jemput gua Len, gua udah cape disini," kata Icha.
"Nanti akan ada saatnya gua jemput lo. Tapi bukan sekarang. Sekarang gua cuma mau liat lo, ternyata makin jelek ya."
***
Hari ini Raka mengajak dirinya kerumah dengan alasan bunda merindukannya. Akhirnya Icha menuruti perkataan Raka.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Eh ada anak cantik. Bunda kangen banget sama kamu," ujar Charisa dan langsung memeluk Icha dengan penuh sayang.
"Icha juga kangen sama bunda."
Icha sangat senang berada di keluarga ini. Karena mereka Icha bisa merasakan kembali memiliki keluarga yang utuh.
"Kalian udah makan?" tanya Charisa dan dijawab dengan gelengan keduanya.
"Yaudah makan dulu yuu, bunda baru selesai masak. Karen sama ayah udah nunggu tuh."
Lalu mereka semua pergi keruang makan dan ternyata benar Karen sudah berada di sana.
"Hai kak, aku kangen sama kakak. Nanti aku mau cerita banyak sama kakak okeh," ucap Karen dengan sangat antusias.
"Siap."
Dengan hening dan hanya ada suara dentingan sendok dengan garpu yang beradu, mereka semua makan dengan tenang. Seketika hati Icha terasa hangat.
Baru kali ini ia dapat merasakan yang namanya keluarga utuh setelah ia hidup selama ini.
Tak lama mereka pun selesai dan melanjutkan dengan mengobrol di ruang tengah. Tawa nya pecah ketika Karen menceritakan bagaimana kelakuan Raka dulu sewaktu kecil.
Dari yang terjepit pintu hingga tercebur kedalam sekolan. Sampai dikejar anjing pun Karen ceritakan.
Sementara Raka hanya diam, pasrah dengan semuanya.
"Baru kali ini gua ngerasain bahagia sebahagia ini."
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha Aileen Nathania
Teen Fiction"Disaat semua orang menjadi api. Lo harus memposisikan diri lo sebagai air, bukan sebagai angin!" -Raka "Kadang kita harus mundur sedikit, supaya bisa melangkah lebih jauh kedepan." -Aisha