"Ayo buruan lama banget lo!" teriak Raka yang sudah didepan.
"Icha ngapain kesini ya? Lagian si Raka tau dari mana coba?" tanya Padil heran. "Udah ikutin aja!" timpal Rezi.
Kay dan Gita sudah saling lirik. Pasti ada yang tidak beres dengan Icha.
"Felix."
***
"Hey, gak usah takut. Gua cuma mau main aja sama lo. Lagian kemarin di ajak kenalan gak mau, makanya gua bawa lo kesini biar bisa kenalan terus kita main."
Sebenarnya Icha sudah takut sstengah mati. Ia tak ingin kejadian dulu terulang kembali. Kejadian dimana ia hampir menghilangkan nyawa seseorang.
Icha takut. Keringet dingin. Ia terus memegang silet yang dari tadi belum ia buang. Fano semakin mendekatkan badannya dengan badan Icha.
Badan Icha bergetar hebat. Ia sudah tidak dapat menahan lagi. Icha sudah terpojok dan tidak bisa melakukan apapun. Untuk mengamgkat kakinya saja ia rasa sudah tidak bisa.
'Bantu gua Felix!'
***
"Nih gudangnya!" ucap Kay.
"Coba lo buka Rak!" kata Gita. Raka mencoba membuka pintu gudanya dan sial dikunci.
"Sial!"
Brak
Terdengar seperti orang jatuh dari dalam. Dan mereka yakin kalo itu Icha. "Cha lo didalem?" teriak Raka. Tapi tidak ada jawaban. Raka mencoba mendobrak pintu tapi cukup sulit.
Sementar itu di dalam, Icha yang tadinya tidak ada tenaga sama sekali, akhirnya ia bisa menjauhkan badan menjijikan itu dari badannya.
Mata Icha seketika berubah menjadi biru. Bibirnya terlihat pucat, dan mukanya sedikit berubah.
"Berani-beraninya lo nendang gua!"
Brak
Badan Icha terdorong sampai tembok. "SATU TITIK AJA LO SAKITIN ADE GUA. SIAP-SIAP MATI LO DITANGAN GUA!" tukas Icha.
Fano merasa ada yang tidak beres dengan Icha. Gita dan Kay mendengar itu dari luar. Mereka semakin panik, mereka tidak mau kejadian dulu terulang lagi.
Dengan gampangnya Icha membalikan posisi menjadi badan Fano yang mentok tembok dan Icha melihatnya dengan sangat tajam.
Saat itu juga Icha mencekik leher Fano hingga membuat dia tidak bisa bernafas.
"Akkhh."
Brak
Pintu terbuka dan langsung melihatkan Icha yang sedang mencekik Fano. Gita dan Kay menutup mulutnya, Fano sudah terlihat pucat karena tidak bisa bernafas.
"Felix cukup!" teriak Gita. Lalu Icha menatap mereka berlima. Ralat bukan Icha tapi Felix.
"KENAPA? DIA UDAH KURANG AJAR SAMA ADE GUA. DIA HARUS MATI!"
"Tapi lo inget, lo di badan Icha, kalo sampe dia mati yang ada Icha kena masalah. Lepasin dia!" ujar Kay dengan muka yang sangat panik. Karena kalo Felix tidak melepaskan Fano, bisa dijamin Fano akan mati di tangan Felix.
Raka, Rezi, dan Padil hanya terdiam. Mereka tidak mengetahui apa yang Gita dan Kay bicarakan. Dan mereka bingung melihat Icha yang tampak berbeda, Raka memerhatikan mata Icha. Dia hafal kalo sebenarnya mata Icha itu hitam bukan biru.
Dan dia bingung mengapa Gita dan Kay memangil Icha dengan sebutan Felix. 'Siapa Felix?'
Setelah itu Felix melepaskan cengkraman tangannya dari leher Fano. Dan akhirnya Fano bisa bernapas lagi. Fano jatuh kebawah karena sudah lemas.
"Mending sekarang lo pergi sebelum dia berubah pikiran!" kata Gita. Tapi sebelum itu Felux menarik kerah baju Fano yang mau gak mau Fano harus berdiri.
"SEKALI LAGI LO SENTUH ADE GUA. JANGAN HARAP LO BISA HIDUP!"
Brak
Felix mendorong badan Fano yang membuat badannya terbentur tembok dengan kencang. Tak mau menunggu lama Fano langsung berlari keluar gudang.
Felix menatap kelimanya dengan tajam. "Pegangin Icha, nanti dia jatoh!" bisik Kay tepat di telinga Raka. Raka mengerutkan alisnya dan menuruti perintah Kay. Dia mendekat kearah Icha.
"Gua titip ade gua!"
Setelah itu Icha memejamkan matanya dan menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Dan seperti yang Kay katakan Icha pingsan dan untungnya Raka dengan sigap menerima badan Icha.
Raka menggendong badan Icha dan membawanya ke UKS.
***
"Gimana yang gua suruh?"
"Gila tuh cewe. Gua rasa sakit jiwa dia."
"Jadi lo gagal?"
"Ya iya lah. Hapir mati dicekek gua sama dia."
"Sial! Oke kita lakuin rencana B. Tapi gak sekarang. Kita tunggu waktu yang tepat!"
"Oke."
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Tapu Icha tidak kunjung membuka matanya. Raka berniat membawa Icha ke rumah sakit. Tapi di larang oleh Gita dan Kay. Karena mereka tau kalo sekarang Icha tidak ada di badannya.
"Git, ini anak lama banget loh bangunya. Gak kita bawa ke rumah sakit aja?" tanya Padil.
"Gak usah sayang, nanti juga Icha bangun sendiri," ujar Gita yang masih fokus dengan hp nya.
Tak lama Icha terbangun dan langsung duduk. Tapi anehnya Icha terbangun dengan napas yang ngos-ngosan seperti orang habis lari jauh.
Raka yang duduk tepat di samping Icha pun terkejut. "Heh lo kenapa?" tanya Raka.
Mendengar itu mereka berempat langsung mengalihkan fokusnya kepada Icha. Gita dan Kay tau Icha kenapa.
Kay dengan sigap mengambil air dan memberikan pada Icha. Keringat bercucuran di dahi Icha.
Raka yang melihat itu langsung mengambil tisu dan mengelap dahi Icha dengan telaten. Entah dorongan dari mana ia melakukan itu. Icha yang tidak siap hanya bisa menatap Raka aneh.
"Abis dari mana Cha?" tanya Kay yang membuat cowo-cowo mengerutkan alisnya.
"Lah bukannya Icha dari tadi disini? Dia kan pingsan," kata Rezi semakin bingung melihat tingkah ketiga cewe didepannya.
"Dia punya dendam sama gua," ucap Icha.
"Dendam? Siapa?" tanya Gita.
"Rio. Tapi gua gak tau dia dendam sama gua kenapa," jawab Icha. Tiga cowo disitu hanya bisa diam dan mendengarkan.
"Lo kenal sama Rio?" tanya Raka.
"Gak."
Semua sempat terdiam dengan pikirannya masing-masing. "Felix. Dia siapa?" tanya Raka tiba-tiba yang membuat Icha membulatkan mata.
"Lo tau dari mana tentang Felix?" tanya Icha dengan menatap Raka tajam.
"Tadi Felix hampir bikin Fano mati," jawab Gita.
Icha menghela nafas berat. Pertanyaan yang selama ini ia hindari akhirnya terdengar lagi.
"Oke karena kalian udah liat. Gua jelasin."
"Felix itu...
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha Aileen Nathania
Teen Fiction"Disaat semua orang menjadi api. Lo harus memposisikan diri lo sebagai air, bukan sebagai angin!" -Raka "Kadang kita harus mundur sedikit, supaya bisa melangkah lebih jauh kedepan." -Aisha