Mata tajam, rahang yang tegas, hidung mancung. Pantas saja wajah Raka setampan ini, ternyata itu adalah warisan dari ayah nya.
Ayah Raka tiba-tiba menghampiri mereka berdua dan betapa terlejutnya seorang anak laki-laki nya sudah membawa perempuan kerumah.
"Ada siapa ini?"
Icha kaget dan langsung membalikan badannya. Dengan sekali lihat pun Icha dapat mengetahui kalo dia adalah ayahnya Raka.
Icha tersenyum manis dan menghampiri ayah Raka. Mencium tangannya sambil memperkenalkan diri. "Aku Icha om," ucap Icha.
Tapi anehnya Giovano atau akrab dipanggil Gio-ayah Raka malah mengerutkan kedua alisnya. Icha bingung, apa dia ada salah ngomong?
"Kok om sih, gak enak banget. Panggil ayah aja kaya Raka." ucapan Gio membuat Icha sedikit terkejut.
"Bunda mana yah?" tanya Raka.
"Tuh," ucap Gio sambil menunjuk ke arah dapur. Ternyata Charisa dan juga Karen baru selesai dari dapur.
"Eh si cantik udah dateng, yaudah yuk langsung makan, semuanya udah siap bunda juga udah laper banget nih," ucap Charisa dan langsung meminpin jalan menuju meja makan.
Kemudian mereka semua makan dengam tenang, tidak ada suara siapapun hanya suara sendok, garpu dengan piring yang beradu.
Tak lama acara makan malam mereka selesai, Icha berniat untuk membereskan semuanya tapi ditahan oleh Karen.
"Gak usah kak biar aku aja. Ini juga jadwal aku cuci piring," ucap Karen.
Icha sedikit terkekeh mendengar ucapan Karen. "Kaya Dilan aja ada jadwal cuci piring."
"Iya, abis nonton itu bunda jadi terinspirasi bikin jadwal cuci piring katanya."
Icha menggelengkan kepala dan sedikit tertawa, Gio yang mendengar itu pun ikut tertawa. Sementara Raka hanya memperhatikan Icha yang entah kenapa matanya tak bisa lepas dari wajah gadis itu.
'Lo cantik'
Gio merasakan keanehan dari anak yang satu lagi pun menengok. Dan benar ternyata Raka lagi bengong memperhatikan Icha yang masih tertawa melihat Karen yang bernyanyi sambil membawa piring.
"Heh kedip bro. Keluar aja tuh bola mata."
Raka terkejut karena Gio menggebrak meja didepannya sementara Icha langsung menengok ke arah depan dimana depannya adalah Raka.
"Oh iya Cha, tadi ayah mau nanya tapi keburu di suruh makan sama bunda," ucap Gio mencairkan suasana.
"Mau tanya apa yah?" tanya Icha.
"Kamu kalo ayah liat-liat mirip sama rekan kerja ayah waktu itu." Icha memgerutkan alisnya bingung. Karena ia tidak mengetahui apapun tentang pekerjaan mamah papahnya.
"Siapa yah?" tanya Icha lagi.
"Aduh ayah lupa lagi. Coba nama panjangmu siapa?" tanya Gio semakin penasaran.
"Aisha Aileen Nathania."
Gio sempat berpikir sejenak sampai satu nama terlintar dipikirannya. "Nah. Nathania. Anaknya Tiara ya? Tiara Valen Nathania."
Ucapan Gio berhasil membuat Icha membulatkan matanya. Ternyata dunia itu sempit sekali ya.
"Iya yah. Kok ayah tau?"
"Iya, mamah mu pernah jadi rekan kerja ayah dulu. Waktu itu dia sempat bilang kalo dia mempunyai 2 anak. Tapi dia gak ngasih tau siapa namanya."
"Tapi setelah ayah ngeliat kamu, gak tau kenapa ayah langsung berpikir kalo kamu anaknya."
Icha hanya tersenyum mendengar penjelasan Gio. Sementara Raka membulatkan matanya. 2 anak? Berarti Icha mempunyai kaka atu adik dong?
"Kamu tinggal sendiri atau sama papah mamah mu?" tanya Gio.
"Sendiri yah," jawab Icha singkat. Entah kenapa setiap membahas keluarga emosi Icha sulit sekali untuk dikontrol.
"Saudara kamu sama siapa?"
***
Jalanan terlihat sangat sepi malam ini. Padahal ini adalah malam minggu, mungkin lagi pada bokek kali ya, makanya jalanan kosong.
Kay dengan santai membawa mobilnya sambil mendengarkan lagu dan sedikit bersenandung.
Ngeng
"GILA LO!"
Kay tersulut emosi karena ada yang hampir menyerempet mobilnya. Bukan masalah mobilnya akan baret, tapi kalo yang bawa motor jatuh, kan yang pasti disalahin itu mobil.
Kay berusaha menetralkan nafasnya. Jantungnya masih berdetak dengan kencang. Sampai akhirnya ia mengerem mendadak dan terlihat ada seseorang didepan mobilnya.
"Mau mati kali ya tuh orang."
Dengan kesal Kay langsung turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan kencang.
"HEH GILA YA LO! PUNYA NYAWA CADANGAN LO? LO KALO MAU MATI JANGAN PAKE PERANTARA GUA DONG!" bentak Kay. Tapi anehnya orang itu tidak membalikan badannya.
"LO TUH DENGER GU-"
"REZI?"
Kay terkejut bukan main. Ternyata orang yang hampir dia tabrak adalah temannya sendiri. Tapi kenapa Rezi begini? Gak biasanya?
Bruk
Dengan cepat Rezi langsung memeluk Kay. Untung Kay bisa menyeimbangkan tubuhnya jadi tidak jatuh.
"Eh, eh. Lo kenapa?" tanya Kay.
Bukannya menjawab Rezi malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Rez?" panggil Kay dengan lembut. Baru kali ini Kay memanggil Rezi dengan suara yang lembut. Biasanya pakai suaranya yang seperti toa mushola.
"Kaya gini dulu sebentar Kay," ucap Rezi.
Dan Kay membiarkan Rezi memelukan. Sampai tiba-tiba ia mendengar isakan Rezi. "Dia nangis?" batin Kay.
Dengan ragu Kay membalas pelukan Rezi, dan sesekali mengelus pundak Rezi.
"Hey, lo kenapa?" tanya Kay lagi.
Dan lagi-lagi tidak ada jawaban dari Rezi. Rezi berusaha menetralakan tangisannya. Baru kali ini Kay melihat Rezi menangis. Dan baru kali ini juga Rezi menunjukan kesedihannya kepada orang lain.
Dan itu adalah Kay.
"Yaudah lo masuk mobil gua dulu!"
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha Aileen Nathania
Genç Kurgu"Disaat semua orang menjadi api. Lo harus memposisikan diri lo sebagai air, bukan sebagai angin!" -Raka "Kadang kita harus mundur sedikit, supaya bisa melangkah lebih jauh kedepan." -Aisha