12

5.8K 923 54
                                    

Aka benar-benar tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia tidak gemetaran ketika hanya berduaan dengan seorang laki-laki di mobil?

Apa karena ia sudah terbiasa dengan lelucon takdir yang akhir-akhir ini sering mempertemukan dirinya dengan Dava?

Padahal mereka baru mengenal di semester ini. Meskipun mereka satu jurusan, namun karena Aka adalah orang yang tidak peduli sekitar, menurutnya mengenal dan mengetahui seorang Dava bukan hal yang penting.

Walaupun sebenarnya nama Dava tidak asing lagi di jurusannya. Tau lah bagaimana image Dava? The real definition of bad boy, menurut Aka.

Gadis itu memilih berhenti di sebuah danau yang tak sengaja ia temukan ketika membeli nasi padang untuknya dan laki-laki yang sedang tewas sementara di sampingnya.

Sudah terhitung satu jam ia menunggu laki-laki ini bangun. Namun tetap tak ada tanda-tanda akan bangun.

"Ini anak pingsan apa gimana?" gumam Aka.

Ia menepuk pipi Dava pelan. Masih tak terbangun.

"Ya udah lah. Terserah," Aka memutuskan untuk memakan nasi padangnya di luar.

Danau disini sepi hening. Sepertinya jarang dikunjungi karena letaknya yang hampir tak terlihat umum.

Cuaca hari ini cerah. Langit biru bersih, tidak ada awan yang menutupi warna biru di langit. Aka menyukai cuaca ini.

Walaupun terlihat penyendiri, Aka lebih menyukai cuaca cerah daripada hujan.

Menurutnya hujan hanya membawa suasana sendu.

Saat Aka menyelesaikan makannya, ia mendengar suara pintu mobil berdebam. Disana Dava terlihat kacau. Mungkin karena sehabis tidur.

"Makan gih. Gue beli nasi padang tadi."

Dava menerima bungkusan nasi dari Aka. Dalam hati tertawa, ia merasa aneh. Baru kali ini ia menemukan gadis yang memberikannya nasi padang alih-alih makanan cepat saji. Para wanita yang biasa Dava dekati paling malas jika harus membeli makanan di pinggir jalan.

Tidak steril katanya.

"Lo gak suka nasi padang?" tanya Aka. Gadis itu masih memandangnya penasaran.

"Gue baru pertama kali makan ginian. Enak?"

"Enak. Tapi kalo gak suka ya gak usah dimakan. Lo nanti beli sendiri aja."

Dava tertawa. "Iya-iya, gue makan kok. Dibeliin cewek cantik masa gak dimakan."

Aka tak menanggapinya.

"Ini, sendoknya mana?"

"Ada. Bentar gue cuci-"

"Ya udah siniin aja. Kan lo abis makan nasi padang juga."

Aka melotot tidak percaya. "GILA! Ini bekas gue."

"Ya, ya udah sih, kenapa?" tanya Dava tak mengerti.

"Emang fuck boy beneran nih anak," dengus Aka tak percaya.

"Lah apa hubungannya?" Dava tak mengerti.

"Y-ya kan ini bekas orang! Cewek lagi. Asing pula!"

Dava lagi-lagi tertawa melihat wajah panik Aka. Gadis disampingnya lucu. Mungkin memang benar, karena kebiasaannya gonta-ganti wanita ia tak masalah memakai alat makan bekas wanita lain.

"Lo gak asing, Aka."

"Asing!"

"Ya terserah lah," Dava terkekeh. "Gue cuci sini, ada wastafel umum disitu."

Aka pun menyerahkan sendok bekasnya ke Dava. Pemuda itu beranjak berdiri menuju wastafel umum disana.

Sembari menunggu Dava menyelesaikan makanannya, Aka bermain dengan ponselnya. Pilihannya jatuh pada aplikasi biru berlambang burung yang sudah lama tak ia tengok.

Semenjak menfess yang berisi fitnah kepadanya, Aka mengurangi intensitasnya bermain sosial media. Jujur saja, Aka tidak sekuat itu membaca komentar-komentar jahat yang ditujukan kepadanya. 

"Lo main twitter?" 

Aka menoleh. Dava terlihat selesai mencuci tangannya. Ternyata laki-laki di sampingnya ini tipe orang yang menghabiskan makanannya dengan cepat.

"Dulu, aekarang nggak. Ini gue cuman ngecek aja."

"Oh, semenjak menfess itu ya?" Aka tertawa miris, ternyata seterkenal itu dirinya. 

Dava menatap side profil gadis yang sedang menatap lurus hamparan danau di depannya. Dalam hatinya ia menggerutu, bagaimana bisa ada gadis secantik Aka yang baru ia kenal? Dava pikir ia sudah mengenal seluruh gadis di fakultasnya. 

"Lo gak gemetaran?" tanya Dava

Aka menatap Dava heran. "Gemeteran?"

"Ya iya. Beberapa kali gue perhatiin lo gemeteran tiap harus deketan sama cowok. Gue pikir lo cuman lagi gak enak badan. Tapi kayaknya gue salah."

"Gue cuman gak terbiasa deket sama cowok," ujar Aka singkat.

"Kenapa?"

Aka tersenyum. Dava pikir ini adah pertama kalinya ia termenung melihat senyuman seorang gadis. 

Senyuman Aka mengisyaratkan kesedihan yang Dava tidak ketahui. Sialnya sekarang laki-laki itu ingin mengetahuinya. 

"Berapa kali gue harus bilang kalo kita gak sedeket itu, Dava. Lo gak perlu tau."








-to be continued-





Hai? Salam kenal ya, hehe

Baru sekarang kayanya aku kenalan dan nyapa kalian. Panggil aku Ana aja ya biar lebih akrab. Aku 00 line

Oh ya, aku mau nanya pendapat kalian dong tentang cerita ini? Karena sejujurnya aku gak nyangka udah banyak yang baca. 

Juga jangan ragu mau kritik atau saran ya, boleh lewat komen atau DM aja.

Feel free to express your opinion

Have a great weekend, kalian!!

Strawberry and You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang