Setelah kejadian Aka menangis di mobilnya, bukannya menjaga jarak, tapi kini kedua manusia itu menjadi terbiasa akan kehadiran satu sama lain.
Aka yang terbiasa dengan Dava dan segala tingkah anehnya, dan Dava yang terbiasa menelepon Aka dengan berbagai alasan.
Bagi Dava, sehari tidak melihat raut wajah kesal Aka adalah sebuah anomali untuknya.
Seperti saat ini, pemuda yang kini sudah mengganti rambutnya menjadi berwarna biru terang sedang asyik membalas chat dari Aka.
Hari ini terpaksa ia tidak pergi ke kampus karena kakinya cidera sehabis tanding basket dengan fakultas sebelah.
Semalam Dava seperti bayi, menelepon Aka dan merengek perihal kakinya yang cidera. Aka yang mungkin sedang mode kasihan menanggapi beberapa ocehan Dava. Padahal gadis itu sedang sibuk mengerjakan tugas-tugasnya.
From : Aka Cantik
Berisik Dava! Udah sana istirahat. Ganggu aja lo!
Kira-kira begitulah pesan terakhir yang diterima Dava dari Aka. Gadisnya sedang ada kelas, namun ia malah meneleponnya dengan alasan receh.Rindu katanya.
Bukan salah Dava. Pemuda itu juga tak tahu jika gadisnya sedang ada kelas. Aka tidak pernah memberi tahu jadwal kuliahnya pada Dava.
Bukan kewajiban juga.
Dava hanya sedang ingin jujur jika ia tiba-tiba merindukan suara Aka. Walau setengahnya hanya iseng berniat menggoda Aka.
"Senyam senyum terossss sampe mampossss!"
Dava menoleh. Ternyata sedari tadi ia diperhatikan oleh Vito dan Revan yang semenjak kemarin menginap di apart miliknya.
"Biarin aja. Lagi kasmaran," ujar Revan menimpali ledekan Vito.
"Iri aja lo pada!" Dava melemparkan bantal kecil di kasurnya.
Untungnya Vito dengan tanggap menangkis lemparan bantal Dava. "Makin deket aja lo berdua."
"Ya bagus dong?"
"Bagus buat lo. Sial buat Aka, iya."
Dava mendengus pelan. Mulut Vito memang sesekali perlu di lakban.
Revan mengambil posisi rebahan di kasur Dava. Pemuda itu membawa sebuah toples kaca berisi kacang camilan. "Hampir sebulan gue gak liat lo pamit main."
Celetukan singkat yang keluar dari mulut Revan membuat aktivitas Dava berhenti.
Pemuda berambut biru itu terdiam, dalam hati ia baru sadar bahwa sudah lama semenjak terakhir kali melakukan itu.
Ya, sudah lama. Semenjak pikiran dan fokus Dava hanya berisi Aka dan Aka.
"Lah, iya juga ya," Vito ikut menimpali. "Ini hampir sebulan, anjing! Wah, emang ya efek si Aka bener-bener mantep."
"Kok gue baru sadar juga ya, njing?" ujar Dava. Pria itu menunjukkan ekspresi bingung yang kentara sekali.
Revan mengendikkan bahunya. "Ya bagus lah. Biar masa depan lo cerah. Kasian Aka dapet bekasan banyak cewek."
Dava menoyor pelan Revan. "Mulut lo, Van!"
"Lagian lo gonta-ganti partner berasa ganti celana dalem tau gak! Kena penyakit mampus lo!"
Dava kini menatap Vito dengan nyalang. "Jelek banget sumpah omongan lo."
Vito mencibir. "Kenyataan bego! Udahlah sama Aka aja, lo juga akhir-akhir ini mentingin kuliah kalo sama Aka. Setuju aja deh gue, asal lo nya juga kena pengaruh positif."
Revan menjentikkan kedua jarinya. "Bener tuh. Ya walaupun agak gimana gitu ya, cewek baik-baik kaya Aka dapet cowok brengsek modelan Dava."
"Bener. Aka tuh cocoknya sama modelan kayak Rendi."
Ucapan Vito entah kenapa membuat mood Dava anjlok tiba-tiba.
Walaupun ia tahu Rendi dan Aka tidak ada hubungan apapun selain bekas teman sekelompok, tapi membayangkan Rendi dengan Aka saja sudah membuatnya ingin menampar wajah mulus milik Rendi.
"Jangan digodain, liat tuh mukanya."
Vito dan Revan tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah kusut sahabatnya.
"Pulang aja lo berdua. Gak guna banget!" dengus Dava kesal.
"Yeeeu, kita kan jagain lo, siapa tau-"
Saat Vito belum selesai berbicara, bel apartemen Dava berbunyi.
Ketiga pemuda itu saling tatap sejenak.
"Lo ngajakin Rendi sama Thor ya?" tanya Dava kepada kedua sahabatnya.
Revan dan Vito kompak menggeleng. Mereka tidak mengajaknya karena dua sahabatnya itu sedang ada kelas pengganti hari ini.
Vito yang paling dekat dengan pintu kamar akhirnya beranjak mengecek siapa yang datang.
Alangkah terkejutnya ketika ia menemukan gadis yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan mereka.
Ya, Aka kini tengah berdiri di depan pintu apartemen milik Dava.
Bukannya segera membukakan pintu, namun pemuda berkulit manis itu hanya bengong menatap layar intercom.
"Siapa, To?" teriak Dava dari dalam kamar.
Vito mengerjapkan matanya sebelum menjawab. "Eh? A-anu, ada Aka!" balasnya setengah berteriak.
Selanjutnya terdengar suara grusa-grusu dari arah kamar. Dava pun keluar kamar dengan dipapah oleh Revan.
"Bukain anjing! Kenapa malah bengong!" sentak Dava gemas.
Vito pun membuka pintu apartemen Dava.
Aka yang sedari tadi sudah menunggu terkejut melihat Vito di depannya.
Namun fokusnya dengan cepat teralih ketika melihat manusia yang dicarinya berdiri di belakang Vito, dibantu oleh Revan.
Aka meringis dalam hati, ternyata kedatangannya hari ini tidak tepat.
"Hai? Sorry ganggu waktu kalian," ucap Aka kaku.
Dava menggeleng. "Nggak kok santai. Lo ada apa kesini? Tau apart gue dari mana deh?"
Aka menyerahkan sebuah paper bag berwarna pink kepada Dava. "Tadi tanya ke Rendi. Gue cuman mau ngasih itu doang kok."
Dava melirik isi di dalamnya. Sebuah vitamin untuk tulang, susu, dan camilan.
"Duh, jadi ngerepotin si cantik nih."
Aka mendengus pelan. Dava masih bisa menyebalkan disaat keadaannya sedang cidera.
"Kalo gitu gue balik duluan."
Tanpa menunggu respon Dava, gadis itu berbalik arah dan pergi dari unit apartemen Dava.
Meninggalkan Dava dengan cengirannya dan dua orang pemuda disampingnya yang masih terheran-heran.
-to be continued-
Note :
Kayanya aku bakal sering-sering upload minggu ini, jadi mohon feedback-nya ya!
Have a nice day everyone~❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry and You ✓
Fanfiction[ SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS KARENA TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS ❗️ ] ↳ Dava membenci aroma stroberi atau apapun yang berbau manis. Namun itu tidak berlaku kepada Aka. Dava menyukai aroma stroberi yang menguar dari tubuh gadis itu. ❝ Ah...