25

5K 765 72
                                    

"ARDAVA, LO BISA SANTAI DIKIT GAK SIH MAINNYA!"

Teriakan sang kapten membuat permainan berhenti mendadak.

Dava menghela napasnya kasar. Sudah dua kali ia merusak latihan mereka. Pemuda itu mengusak kepalanya kasar.

"Dav, santai dikit dong. Lo main high tension banget. Tempo permainan tim jadi keteteran," ujar Arya, sang kapten basket.

Dava mengangguk pasrah. "Sorry bang"

"Lo mending tenangin diri deh. Duduk sana, biar kali ini lo digantiin sama Satya dulu."

Pemuda itu lagi-lagi hanya mengangguk pasrah. Setelah mendapat tepukan semangat dari kapten dan rekan satu timnya, Dava melangkahkan kaki menuju tribun penonton.

Disana sudah ada keempat sahabatnya. Lengkap.

"Main lo rusuh banget," ujar Vito sembari melemparkan handuk kecil dari tas Dava yang tadi pemuda berambut biru itu titipkan padanya sebelum latihan.

"Bukan lo banget. Biasanya lo paling tenang kalo udah di lapangan," ujar Rendi.

Revan dan Thor terdiam. Mereka paham kenapa hari ini fokus Dava bisa berantakan.

Saat perjalanan menuju GOR fakultas, mereka tidak sengaja melihat Aka yang hendak pulang.

Thor dan Revan pun sempat menggoda Dava. Namun kemudian respon Dava yang acuh kepada Aka membuat mereka kebingungan. Tidak biasanya pemuda itu mengabaikan eksistensi Aka di dekatnya.

Ketika akan keluar gedung fakultas, mereka bertiga melihat Aka yang tersenyum bahagia menghampiri seorang laki-laki yang sudah berdiri menunggunya di mobil.

Revan dan Thor saling melirik. Kemudian pandangan mereka berfokus pada Dava yang saat itu diam. Memandang kejadian di depannya dengan tatapan marah, cemburu, dan kecewa.

Ditambah mereka melihat jelas Aka berinisiatif memegang tangan lelaki itu.

Makin hancur saja mood Dava.

"Kayaknya nih bocah butuh Aka biar waras lagi."

Revan dan Thor merasa gemas. Dalam hati mereka berdua mengumpati Vito yang membawa-bawa nama Aka di saat yang tidak tepat seperti ini.

Dava tiba-tiba berdiri.

"Lah, kemana lo?" tanya Rendi bingung.

"Sebat bentar di luar. Kalian disini aja."

Pemuda itu pun pergi, meninggalkan suasana tidak nyaman yang kini sedang dirasakan oleh para sahabatnya.

Vito yang sedang minum tiba-tiba tersedak karena kepalanya di pukul pelan dari belakang oleh Thor.

"Lo bego banget sih!"

"LAH GUE KENAPA ANJING?!" balas Vito tak terima.

"Dia kan gak tau, nyet!" ujar Revan.

"Oh iya ya," Thor nyengir mendengar ucapan Revan.

"Oalah memang asu kamu!" umpat Vito. Pemuda itu mengelus kepala bagian belakangnya yang dipukul secara tiba-tiba tadi.

"Ada apa sih?" tanya Rendi. Pemuda itu benar-benar tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Mengalirlah cerita dari mulut Thor mengenai Aka dan Dava di lobby belakang fakultas tadi.

"Sumpah? Aka skinship sama cowok selain Dava?" tanya Vito dengan heboh.

Revan dan Thor mengangguk kompak.

"Ya berarti bener orang itu berarti dan deket buat Aka," sahut Rendi santai.

"Pacarnya?" tanya Vito. 

Revan dan Thor mengendikkan bahunya. "Gak tau sih. Tapi interaksinya manis kayak orang lagi kasmaran," ujar Thor.

"Haduh, kasian banget sobat brengsek gue. Sekalinya suka cewek, eh ceweknya kaku. Mana pacar orang," ujar Vito dengan wajah prihatin.

"Kakaknya kali," celetuk Rendi.

"Lah, bisa jadi ya?"

"Aka punya kakak?" Vito beralih menatap ke arah Revan.

"Mana gue tau! Gue kan gak deket sama Aka!" dengusnya kesal.

"Ya elah, tanya Thalia lah bego!"

"Oh iya juga ya. Ntar aja deh."

Rendi menggelengkan kepalanya. Hanya dia yang paling waras disini.

Tak lama kemudian Dava balik. Bukannya kembali bermain, tapi pemuda itu meminta tas miliknya yang berada di bawah kaki Vito.

"Mau kemana lo? Latihan kan belum kelar," tanya Vito. Pemuda itu menyerahkan tasnya kepada sang pemilik.

"Capek. Mau main aja. Lama gak main."

"Hadeh, kumat lagi penyakitnya," gumam Revan pelan.

"Gue kira tobat beneran," Dava tak menghiraukan perkataan Revan dan Thor.

"Ijin sama bang Arya udah?" Pemuda berambut biru itu mengangguk menanggapi pertanyaan dari Rendi.

"Balik duluan. Besok gue bolos kelas, tolong tipsen ya, njing!" ujarnya pada Revan.

"GAK ADA AKHLAK LO!" teriak Revan kesal.

Percuma saja, pemuda yang diteriakinya sudah menghilang.

Mereka berempat pun memilih tetap disana, menonton teman-temannya yang sedang berlatih sampai latihan selesai.

Arya, sang kapten basket tiba-tiba berjalan naik ke tribun, menghampiri keempat pemuda yang masih asyik mengobrol.

"Weits, Bang Arya jago!" ujar Vito mengajaknya bertos ria.

"Yo, kalian masih disini. Kirain ikut Dava balik," Arya mengambil posisi duduk di samping Revan.

"Kagak, Bang. Kita kesini juga niatnya pengen liat latihan tim basket fakultas. Dava mah biarin, kita niatnya juga kagak nontonin dia," ujar Rendi.

Arya tertawa mendengarnya.

"Si Dava lagi ada masalah ya? Hari ini jelek banget permainannya," tanya Arya.

"Biasa bang, urusan cewek. Maafin ya si brengsek ya, Bang. Doain semoga besok bisa kembali latihan dengan akal dan pikiran yang waras," ujar Thor.

Lagi-lagi Arya tertawa mendengar jawaban dari adik tingkatnya ini.

"Ini dah pada selesai?" tanya Revan. Arya mengangguk. "Pada mau ada kelas. Nanti sore latihan lagi sih. Bilangin si Dava ya, kalo udah baik boleh join latihan ntar sore."

"Ah, si Dava ntar gak bakal dateng deh, Bang. Gue jamin."

"Kenapa?" tanya Arya penasaran.

Keempatnya saling berpandangan dan kemudian tertawa. Menimbulkan tanda tanya di benak kakak tingkat mereka ini.

"Si Dava junior gak sekuat itu, Bang. Butuh penyesuaian tenaga setelah sekian lama tidak bekerja keras."






-to be continued-





Note:

Mau nanya nih, kalian kalo aku sering update gini bosen gak sih? Siapa tau ada jenis readers yang gitu, hehe.

Aku sering update soalnya sebenernya draft cerita ini udah banyak, tinggal edit sedikit kalo mau publish.

Bahkan gak lama lagi cerita ini selesai, hehehe.

Anyway, have a nice weekend y'all! ❤

Strawberry and You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang