15

5.6K 877 33
                                    

"Lo akhir-akhir ini gue liat sering banget nempel ke Aka."

Dava menoleh ke sumber suara. Disana sudah ada Vito, Revan, dan Rendi yang membawa makanannya ke meja kantin. Thor? Biasa, ada janji kencan dengan pacarnya.

"Ya kan gue ada keperluan tugas!" elak Dava.

Vito mencibir. "Biasanya aja nitip nama, sekarang sok-sokan rajin. Mentang-mentang sekelompok sama cewek cantik."

Dava tertawa. Disampingnya Revan ikut menggelengkan kepalanya. Sepertinya hanya ia saja yang tahu bagaimana ceritanya.

"Jangan macem-macem, Da!" peringat Rendi.

Dava mengangkat bahunya. "Siapa bilang gue macem-macem. Satu macem aja kok."

"Satu macem tuh gimana, brengsekkk," gemas Vito.

"Ya mau temenan aja."

Sontak ucapan Dava membuat Rendi dan Vito melongo. Dua pemuda itu tak habis pikir dengan sahabatnya ini. Dava berteman dengan wanita? Mustahil.

Teman wanita di kamus Dava = partner ranjang di masa depan.

"LO? MAU TEMENAN SAMA CEWEK?" Dava mengangguk mantap.

"Yakin gak lebih?" tanya Rendi sedikit sinis.

"Kalo itu urusan nanti. Sekarang target gue mau temenan aja," sahut Dava santai. Ia mencomot tahu goreng milik Vito.

"Lo kok diem aja, nyet?"

Revan yang merasa ditanyai menoleh ke Vito, "Ya gue mau apa? Suka-suka ni bocah aja. Kalo kurang ajar baru gue gebukin," jawabnya santai.

"Eh, ada Aka di kantin!" teriak Vito

Dava tersedak. Entah kenapa ia tersedak, padahal Vito hanya memberitahu jika Aka di kantin. Itu wajar kan? Aka berada di fakultas dan jurusan yang sama dengannya.

Tapi kenapa pemuda berambut blonde itu merasa sedikit excited mengetahui bahwa gadis yang hampir setiap hari terselip di otaknya berada di kantin yang sama dengannya.

"Muka lo biasa aja!" ujar Revan yang melihat Dava menahan senyumannya.

"Apa sih! Bentar gue mau samper Aka dulu."

Dava tiba-tiba berdiri meninggalkan meja. Pemuda itu pun menulikan telinganya dari teriakan Vito yang heboh memanggil-manggil namanya.

Langkah demi langkah, ia mendekat ke arah gadis berambut panjang yang sedang terlihat bingung memilih minuman.

Aroma stroberi tercium melalui hidung Dava. Pemuda itu memejamkan mata sejenak, menikmati aroma manis yang entah sejak kapan membuatnya candu.

"Ngapain?" bisik Dava di telinga Aka.

Aka terkejut, ia reflek berbalik ke belakang guna melihat siapa pelakunya. Saat berbalik, gadis itu sedikit terhuyung.

Beruntungnya, Dava memegang kedua lengannya dengan baik, seakan sudah mengantisipasi gadis itu pasti terhuyung karena terkejut.

"DAVA!" teriak Aka kesal. Sang pemilik nama tertawa puas, harinya seolah menjadi indah setelah melihat raut wajah kesal gadis di depannya ini.

"Kagetan sih," ledek Dava.

Aka memutar bola matanya malas. "Gimana gak kaget, lo tiba-tiba bisik-bisik di telinga. Geli tau!" ketus Aka.

"Hahaha maaf. Lo mau pesen apa?" tanya Dava.

Aka kembali memfokuskan netranya pada daftar menu yang terpajang rapi di dinding salah satu stan makanan di kantin fakultasnya.

Satu detik, dua detik, bahkan sampai Dava berhitung selama 10 detik gadis itu masih memasang raut bingungnya.

"Mau sampe kapan, Aka? Ini yang belakang juga perlu ngantri."

"Gue jarang ke kantin. Gue bingung..." cicit Aka pelan. Dava yang tak tahan akhirnya mengusak rambut Aka pelan.

"Mau jus stroberi?" tawar Dava. Aka pun akhirnya mengangguk, toh ia juga bingung ingin memesan apa.

"Bu jus stroberinya satu. Pake susu gak?" tanya Dava lagi. Aka menggeleng pelan.

"Jus stroberinya satu tanpa susu ya Bu," ujar Dava pada ibu kantin.

Setelah memesan minuman Aka, Dava menyeret gadis itu untuk duduk menunggu di bangku kosong yang kebetulan berada di dekat mereka. Aka sudah pasrah saja, Dava memang seorang tukang paksa.

Aka menyibukkan dirinya bermain ponsel.

Dava? Asyik memandangi gadis di depannya ini.

Hari ini, Aka cantik. Rambutnya hitamnya dibiarkan tergerai indah. Make up gadis itu juga sangat cantik. Dava payah soal make up, tapi Dava berani jamin bahwa make up Aka hari ini sangat cocok baginya.

Terkesan natural.

"Mau sampe kapan ngeliatin gue terus?"

Dava terkekeh, ternyata gadis di depannya ini peka.

"Lo cantik sih hari ini."

Aka mendengus pelan. Agaknya ia sudah terbiasa dengan kata-kata manis pemuda yang belakangan ini selalu ada di dekatnya tanpa sengaja.

"Balik aja sana ke temen-temen lo." usir Aka

"Gak ah. Mau nemenin lo aja."

Aka menggeram kesal. "Dava.."

"Sampe jus lo jadi deh. Beneran!" Dava memperlihatkan tanda piece.

Aka mengehela napasnya pasrah. Dava selain tukang paksa, dia juga laki-laki yang keras kepala. Gadis itu membiarkan Dava melakukan apa yang ia mau. Selama tidak melakukan skinship dengannya.

Gadis itu lupa bahwa tadi Dava sudah mengusak rambutnya pelan dan memegang lengannya saat Aka akan terjatuh.

Lima menit kemudian, pesanan Aka sudah jadi. Ibu kantin tadi menyerahkan jus pesanan Aka ke Dava.

"Ini jus pacarnya, mas Dava. Maaf ya lama, jadinya muka pacar mas Dava cemberut. Ibu banyak pesenan nih, yang bantu lagi libur."

Aka hendak mengelak, tapi sudah terlambat.

"Hahaha iya santai, Bu. Pacar saya lagi pms aja kok."

Ingatkan Aka untuk memukul Dava setelah ini.







-to be continued-

Strawberry and You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang