24

4.8K 788 17
                                    

Sudah hampir dua minggu Aka dan Dava tak saling berinteraksi. Semenjak kejadian Aka menolak ajakan Dava soal makan nasi padang.

Seminggu pertama, Aka sempat keheranan dengan tingkah laku Dava. Pasalnya, pemuda itu benar-benar acuh kepadanya.

Yang biasanya berisik memanggil-manggil namanya sekarang malah melengos, sok-sokan tidak melihat Aka.

Tapi Aka tidak ambil pusing. Gadis itu beranggapan Dava mungkin sedang lelah dengan latihan basketnya. Pemuda tampan itu masuk line up tim yang akan mewakili fakultas mereka di acara Dekan Cup bulan depan.

Tapi ini sudah hampir dua minggu Dava tidak merecokinya. Aka sendiri bingung dengan pemuda itu. Apakah pemuda itu masih marah perihal tolakan nasi padangnya?

"Kalo sampe iya, kekanakan banget sih. Masa gara-gara gue nolak makan nasi padang doang," gumam Aka pelan tanpa sadar.

"Lo kenapa deh, Ka? Tadi jalan ngelamun, sekarang malah ngedumel sendiri."

Thalia berkata dengan wajah penasarannya. Mereka berdua saat ini sedang berada di perpustakaan. Lebih tepatnya, Aka menemani Thalia yang hendak meminjam buku.

"Hah? Oh, gak gapapa," ujar Aka. Gadis itu berjalan mendahului Thalia ke meja administrasi.

Thalia yang masih penasaran akhirnya menyusul.

"Cerita aja kali, siapa tahu lo bisa lega," ujar Thalia.

Aka terlihat berpikir sejenak. Bingung, ingin cerita tapi perkaranya remeh. Soal Dava dan nasi padang? Lucu saja kalau dipikir-pikir.

Remeh tapi kok dipikir dalam. Aka, Aka.

"Gue heran deh sama Dava," ujar Aka tiba-tiba. Mengundang atensi penuh dari Thalia.

"Dava kenapa emang?"

"Lo harusnya sadar kan, hampir dua minggu dia gak ngerecokin gue?"

Thalia mengangguk membenarkan. Dalam hati gadis berambut cokelat gelap itu juga bertanya-tanya. Bahkan Dava juga jarang sekali terlihat ke kantin dengan teman-temannya.

"Lagi sibuk latihan kali?" jawab Thalia.

"Gue juga mikir gitu. Tapi ini hampir dua minggu? Gue beberapa kali sempet sekelas sama Dava. Pas gue lihat, dia melengos aja gitu. Kayak males liat gue."

Alis Thalia kini bertaut dengan sempurna. "Kalian berantem?"

"Gak tau," jawab Aka. Jujur saja, gadis itu juga tak tahu.

"Loh gimana sih? Terakhir kali ngobrol sama Dava kapan deh?" tanya Thalia. Gadis itu mencoba mencari titik permasalahannya.

"Dua minggu yang lalu, di lobby belakang. Dia ngajakin gue makan nasi padang tapi gue tolak," jawab Aka.

"Gara-gara itu kali?"

"Ya masa perkara nolak makan doang? Gue berkali-kali ngasih tolakan ke dia soal anter jemput, tapi masa tolakan makan nasi padang bisa sampe segitunya?"

Aka tidak sadar nada bicaranya berapi-api. Seolah tak terima dengan Dava yang menjauhinya secara tiba-tiba seperti ini.

"Ya lo kenapa deh nolak makan nasi padang sama Dava?"

"Ya karena gue abis makan nasi padang dua hari sebelumnya! Kolestrol gue apa kabar, Liaaa."

Thalia mengangguk-anggukan kepalanya. Paham sekali bahwa sahabatnya ini strict soal pola makan.

"Abis itu gue ribut, kesel soalnya si Dava kepo banget nanyain gue makan sama siapa," dumel Aka.

"Emang lo makan sama siapa?"

"Mas Arjun."

"Lo bilang ke Dava?" Aka mengangguk.

"Terus, Dava tau siapa Mas Arjun?"

Aka menggeleng.

"Oh pantes," gumam Thalia. Dalam hati ia tertawa geli.

Aka yang melihat raut wajah geli Thalia kini mengerukan keningnya. Bingung apa yang lucu dari ceritanya?

"Lia, lo kenapa deh?" tanya Aka.

Thalia menggeleng. "Gak gapapa. Tiba-tiba keinget hal lucu aja. Udah biarin gak usah dipikirin si Dava. Mikirin aja UTS bentar lagi."

Pembahasan mengenai Dava hilang sudah ketika Thalia membahas perkara pekan ujian yang sebentar lagi akan tiba. Kedua gadis itu malah berbicara mengenai tugas dan materi ujian.

Aka sudah masa bodoh. Biarkan saja Dava seenaknya. Lagi pula harusnya ia merasa biasa saja kan? Dari awal memang mereka asing. Dava saja yang nekat ingin berteman dengannya.

Setelah berpamitan dengan Thalia yang hendak kelas, Aka pun seperti biasa menuju lobby belakang. Hari ini hanya ada satu kelas di jam pagi, sehingga Aka bisa bersantai lebih.

Saat baru keluar dari gedung fakultas, Aka menemukan Arjun yang sedang berdiri bersidekap di mobilnya.

Gadis itu tersenyum lebar mengetahui sang kakak yang menepati janji menjemputnya hari ini.

"Mas Arjuna!" teriak Aka.

Gadis itu berlarian kecil menghampiri Arjun yang hari ini tampan dengan kemeja kantornya, "Hehe.."

Arjun mendengus melihat adiknya yang sedang tersenyum bodoh di depannya ini. Perkara menjemput saja sudah membuat adiknya ini menunjukkan raut wajah bahagianya.

"Ayo pulang. Mas harus rapat setelah ini," ujar Arjun.

Gadis itu mengangguk. Namun sebelum Arjun membuka pintu mobilnya, tangan Aka mencegahnya.

"A-anu. Makasih mas udah mau jemput. Ayu seneng."

Setelahnya Aka berlari menuju sisi sebelah mobil. Meninggalkan Arjun dengan senyum tertahan di wajah tampannya.

Arjun tak menyesal walau harus bolak-balik ke kantor untuk menjemput adiknya kalau seperti ini.

Semenjak harinya yang dihabiskan dengan makan dan melihat senja bersama Aka di pantai, Arjun merasa lebih hidup.

Ia bersyukur bahwa adiknya itu tidak membencinya atas apa yang telah ia lakukan sampai saat ini.

"Mas! Ayo buruan! Katanya mau rapat?" Aka bersuara sambil mengetuk jendela mobil sisi Arjun.

Membuat Arjun yang awalnya terdiam menjadi sadar dan buru-buru masuk ke dalam mobil.

Tanpa di sadari, interaksi manis keduanya ditangkap jelas oleh banyak pasang mata manusia yang kebetulan sedang berada di lobby belakang fakultas.





-to be continued-

Strawberry and You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang