Hari ini Aka menyempatkan diri untuk menonton pertandingan basket fakultasnya melawan fakultas hukum.
Awalnya gadis itu tidak ada keinginan untuk menonton, namun ketiga sahabatnya memaksa dirinya untuk menonton.
"Dava main loh, masa gak mau nonton sih?" ujar Winda memelas kemarin siang.
Berbicara mengenai Ardava, semenjak hubungan mereka naik setingkat, pemuda itu selalu menyempatkan diri untuk menemui Aka di setiap ada kesempatan.
Awalnya Aka jengkel. Jelas-jelas pemuda itu sedang sibuk-sibuknya kuliah ditambah turnamen, kenapa masih saja menemuinya. Kan bisa menelepon, pikir Aka kala itu.
Namun Ardava hanya tertawa dan berkata,
"Ka, lo tuh kayak oksigen buat gue. Ngeliat wajah lo tuh bikin semangat gue buat ngejalanin hari-hari gue yang sibuk. Telpon mah apa, denger suara doang. Video call juga wajah cantik lo jadi gak HD."
Tidak tahu saja Dava, jantung Aka berdebar kencang ketika ia berkata demikian. Dava benar-benar pintar berbicara manis.
"Heh, ngelamun aja. Ayo masuk! Tuh Winda sama Thalia dah bawa jajanan," ujar Nabella.
Aka yang tidak sadar bahwa dirinya melamun pun mengangguk kikuk. Ia mengekor di belakang Thalia dan Winda, sedangkan Nabella berjalan di sisinya.
Suasana GOR sudah ramai para mahasiswa yang antusias akan pertandingan kali ini. Maklum, FH dan FEB sudah lama menjadi rival dalam turnamen basket, bersama dengan FISIP juga. Ketiga fakultas itu merupakan langganan juara dalam pertandingan basket.
Keempat gadis tersebut celingukan mencari dimana tempat duduk mereka sesuai tiket yang mereka pesan jauh-jauh hari.
"Nabel?"
Nabella menoleh. Terlihat seorang panitia laki-laki menghampiri mereka.
"ANJIR LO PANITIA, CAK?"
Cakra, pemuda yang menghampiri Nabella dkk itu mengangguk. "Yoi. Ngapain lo masih disini?"
"Nyari tempat duduk gue."
"Mana liat tiket kalian," ujar Cakra.
Keempat gadis itu menyerahkan tiketnya untuk diperiksa oleh Cakra.
"Ini kalian misah?"
Nabella mengangguk. "Gue sama Aka, Thalia sama Winda. Abisnya mau pesen yang langsung empat deret udah gak ada!" keluh Nabella.
"Buat Thalia sama Winda, seat kalian ada di tribun yang bangkunya warna merah. Tuh," tunjuk Cakra. "Cari aja nomor 24 sama 25. Disana juga ada panitia kalo kalian kesusahan nyari."
Thalia dan Winda mengangguk.
"Buat lo sama, ekhm.. Anastasia, kalian liat tribun hijau di seberang tribun merah? Nah itu disana. Cari aja seat nomor 53 sama 54."
Nabella tersenyum jahil melihat wajah gugup Cakra saat menyebut nama Aka. Pasalnya pemuda berkaos polo maroon di depannya ini salah satu orang yang mengagumi Aka.
Aka mengangguk. "Makasih ya."
Cakra mengangguk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kita duluan ya! Oh, ini jajan kalian. Aka jangan makan punya Nabella ya! Itu pedes banget. Punya lo yang bubuk cabenya dikit."
Aka mengangguk mendengar ucapan Winda.
"Yuk," ajak Aka. Nabella menggeleng pelan. "Gue masih mau ngobrol bentar sama nih curut. Lo duluan gak apa-apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry and You ✓
Fanfiction[ SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS KARENA TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS ❗️ ] ↳ Dava membenci aroma stroberi atau apapun yang berbau manis. Namun itu tidak berlaku kepada Aka. Dava menyukai aroma stroberi yang menguar dari tubuh gadis itu. ❝ Ah...