Ara p.o.v
"Sayang, liat bunda." ucap bunda yang menangkup wajah aku,membuyarkan lamunanku. Kini kita saling bertatap.
"Gak boleh ya nyimpen ya, kalau mau nangis, nangis." suara halus bunda berhasil membuat aku luluh, tak kuat lagi menopang beban ini.
Satu tubuhku bergetar, mataku mulai berkabut panas, pipi terasa basah. Kaki aku melemah, merosot kebawah. Bunda sigap memelukku erat. Di pelukan bunda, tangisanku pecah. Bunda membelai kepalaku, mendekatkan dirinya padaku supaya aku hangat, dan tenang. Bunda adalah my safe place.
"Its okay, adek.. I love you, adek. Bunda sayang kamu, nangislah sayang, keluarin semua." bisik bunda menciumi aku.
"B..Bunda, kenapa kita? Harus berapa kali lagi kita begini?" isakku.
"Sabar ya sayangku, anak tangguh, anak kuat. Tenangin diri kamu dulu ya, nak..." bunda terus menenangkanku.
Aku terus menangis di pelukan bunda sampai berhenti karena capek dan air mataku sepertinya udah habis.
"Dek, sini.." Kak Loly memanggil sehingga aku pindah diikuti bunda duduk di sofa.
"We always stick together, yes?" Kak Loly tersenyum kecil.
Kak Jiel dan aku mengangguk, sadar none of us are okay right now. Suara pintu kembali terbuka tapi berbeda yang tadi, yang sekarang terdengar adalah suara dua adik kesayangan kita bertiga.
"Haiii!!!! Arsy sama adek tadi beli cokelat banyak buaaangett.... Arsy beliin juga buat ayah, bunda, Kak Loly, Kak Jiel, sama Kak Loly." Arsy berkata riang menumpahkan kantong isi cokelat.
Kita tertawa melihat tingkah lucu Arsy membagikan cokelat ke kita dan semua penghuni rumah.
"Adek, pipi kamu luka agak bengkak, bunda obatin ya sayang." bunda berdiri mengambil obat-obatan.
"Kakak kenapa? Adek ikut bundaa!" Arsya berlari mengejar bunda.
Mereka berdua kembali membawa segala peralatan. Bunda kemudian membersihkan luka memakaikan obat merah dan mengoleskan obat buat memar pelan-pelan. Arsya kemudian menempelkan plester di pipi. Lagi-lagi tangan kecilnya menangkup wajahku.
"Kakak lagi sedih ya, jangan sedih lagi ya kak, kan ada adek. Adek sayang kakak! Cepet sembuh kakak pipinya." kata Arsya memberikan cengiran mencium pipiku yang terluka dan bibirku.
How sweet he is. Aku menarik memeluknya sangat erat. Tak lama Arsy dan kakak bergabung dalam pelukan kami. No doubt keluarga ku ini merupakan kekuatan dan kelemahanku.
Untuk malam ini, kita akan berkumpul di kamar bunda dan pipi, hanya bertujuh. Ayah bunda bersantai di tempat tidur, kita berlima bermain segala permainan yang menghasilkan tawa.
Author's p.o.v
Pipi Anang dan Bunda Ashanty memperhatikan kelima anaknya bermain, saling guyon, ketawa, dan menyayangi satu sama lain. Namun, pandangan bunda terfokus pada tiga anaknya yang walaupun tersenyum, dia tau mereka sedang hancur, mereka sedang tidak baik-baik saja. Dan luka yang baru saja terbentuk di hati dan pikiran mereka, akan membutuhkan waktu yang lama untuk pulih.
"Yang, anak-anak, mereka pasti drop banget." ucap bunda.
"He eh, kasian mereka ya bun, rasanya aku nyakitin mereka juga." Mas Anang menghela nafas.
"Salah besar, kamu. Tau cinta pertama Loly sama Lala itu kamu, pahlawan pertama Jiel juga kamu?" bunda meyakinkan suaminya.
"Tiga anak ini mental nya lagi di hantem, I think it would be good kita semua pergi refreshing, keliling Jawa?" usul bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HERMANSYAH A7
FanfictionCERITA INI MERUPAKAN KHAYALAN PENULIS TERINSIPRASI DARI KELUARGA THE HERMANSYAH A6. Adhara Andira Nur Hermansyah, akrab dipanggil Ara atau Dhara dengan keluarga dan teman-temannya, remaja yang berusia 17 tahun ini merupakan anak bungsu Anang Herman...