3

89 1 0
                                    

Ara p.o.v

"Kak, kakak jadi ke Malang abis ini?" tanyaku ke Kak Loly.

"Gak tau ni dek, belom sempet tanya.. Bunda sama Pipi aja lagi ribet ngurusin masalah si Millen." ujarnya.

"Kak, izin sekarang aja.. Masih ada waktu nih." aku bilang.

"Kakak udah beli tiket?" sambungku bertanya.

"Udah, kakak udah minta tolong Mba Vida. Kalo gak dibolehin bisa batalin." Kak Loly bilang agak resah.

"Yaudah kak, izin aja.. Masih ada 2 jam sebelum mendarat. Itu bunda sama pipinya lagi gak ngapa-ngapain." aku membujuk Kak Loly supaya meminta izin kepada mereka.

Kak Loly pun berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan sedikit ke arah bunda dan pipi. Tak lama, dia kembali dan mengabariku bahwa Kak Loly diijinkan untuk pergi asalkan ada Mba Vida dan Dodi yang menemani.

Ketika aku sedang menonton salah satu film, tiba-tiba bunda datang ke tempat dudukku agak masuk supaya tidak menghalangi jalan orang lain.

"Ara, nanti setelah kita mendarat pasti wartawannya jauh lebih banyak dari biasanya. Kamu gimana?" bunda bertanya khawatir.

Aku kurang suka dengan wartawan-wartawan yang sangat agresif, apalagi kalau sudah memaksakan jawaban dari seseorang sampai bisa mendesak-desak dan membahayakan orang lain. Aku mengerti kalau itu adalah pekerjaan mereka dan aku menghargai itu, tapi aku sering berpikir apa tidak ada cara yang lebih baik. Selain itu, aku juga memiliki banyak sekali trauma-trauma dari masa kecilku dan itu yang membuat semua anggota keluargaku sangat protektif denganku. Dan aku merasa sangat bersalah karena aku merasa aku selalu membebani mereka.

"Gak papa kok bun, bunda gak usah mikirin aku. Bunda masih banyak yang harus dipikirin." aku jawab tidak mau membuat bunda khawatir.

"Kan kamu anak bunda, ya pasti selalu bunda pikirin dong sayang.. Nanti kamu keluar belakangan aja ya sama Bang Indi. Pasti wartawannya kan ngincerin bunda sama pipi gara-gara masalah Millen." kata bunda.

"Gak usah bun, nanti repot bolak balik gitu.. Aku gak bakal kenapa-napa kok bun, kan ada banyak orang. Ada bunda, pipi, cece, sama Bang Indi." aku tersenyum.

"Yaudah bener ya.." kata bunda lalu menoleh ke Kak Loly yang juga sedang menonton film.

"Kakak langsung pesawatnya?" tanya bunda.

"Iya bun, nanti turun aku pindah gate langsung masuk pesawat lagi. Aku pulang besok sampe sini sore." kata Kak Loly.

"Ok kak. Awas ya kamu nakal-nakal. Bunda marah loh." kata bunda sambil menunjuk ke Kak Loly.

"Iya maa.." jawab singkat Kak Loly disertai cengiran.

Bunda kembali ke tempat duduknya dan 1 jam kemudian kita pun sampai di Tanah Air. Kak Loly, Mba Vida, dan Dodi langsung turun pesawat untuk mengejar pesawat yang ke Malang, aku dan yang lain menuju imigrasi supaya bisa keluar dari bandara.

Benar saja, ketika kita keluar ada banyak sekali wartawan yang sudah menunggu berharap salah satu dari kita buka suara mengenai isu Kak Millen yang lagi panas.

"Pak Ito udah nunggu di depan bun. Aku lagi minta tolong Indra untuk buka jalan." kata Ce Vindyka sambil sibuk menelpon supaya bisa membantu kita keluar dari bandara.

"Kita harus jalan ke depan yang, biar bisa masuk mobil. Ini kalo gak kita stuck disini terus." ujar pipi yang ternyata juga menganalisa situasi.

"Yaudah ayo." kata Bang Indi yang sudah siap untuk keluar.

"Lala gak papa kan? Pegangan ya sama bunda. Itu banyak banget pasti desek-desekan malah kepisah nanti." kata bunda sambil memasang kacamata hitam.

Kita pun mulai berjalan ke depan dan banyak sekali wartawan yang berebut dan mendesak supaya bisa mewawancarai kami, banyak yang terus mengambil foto kita menggunakan flash. Ini membuat suasana jadi sangat berisik dan tidak nyaman.

Ketika yang lain sedang bersiap-siap, aku mempersiapkan mental untuk melewati lautan wartawan. Setelah semua sudah siap, Indra jalan di depan kami untuk membuka jalan dan dibantu oleh security bandara. Aku menggandeng tangan bunda dengan sangat erat dan ada Bang Indi di belakangku.

"Rame banget ya bun.." kata pipi ketika kita semua sudah masuk mobil.

"Iya yang.. Pak Ito, ke rumah Mia ya. Drop aku disana ya terus anter yang lain pulang ya." kata bunda sambil mengoper tas nya ke Cece Vindyka.

Pas aku lagi memosisikan diri supaya lebih nyaman, aku merasakan ada sesuatu yang sedikit mengalir di lenganku dan perih. Ketika aku lihat ternyata ada seperti cakaran dan alhasil, sedikit berdarah.

"Bun, boleh tolong ambilin tissue gak?" aku meminta tolong bunda karena tissue nya terletak di sisi bunda.

"Nih dek.. Loh kenapa tangannya? Kok kayak kecakar gitu?" kata bunda sambil memberikan tissue nya ke aku.

"Iya bun, kayaknya tadi karena rame banget desak-desakan jadi kecakar kali." aku jawab dan melihat bunda yang mukanya berubah menjadi asam.

"Emang gak suka bunda kalo pada begini. Millen juga sih bikin ricuh gini. Suka egois, gak mikirin keluarganya, gak mikirin diri sendiri. Kan dia bawa nama keluarga juga." kata bunda kesal.

"Udah bun, jangan emosi.. Kan bisa diselesaiin, Millen aja belom ngomong apa-apa kan kalian harus dengerin ceritanya dari sisi dia." ujar pipi mencoba untuk menenangkan bunda.

"Ya gak bisa gitu dong yang.. Dimana mana, kalo mau ngelakuin apa yang dia lakuin, pasti ngomong dulu lah ke keluarganya. Apalagi ini kan dia public figure. Terus bawa bawa nama keluarga kita. Keponakan Anang-Ashanty blablabla. Kalo efeknya ke aku doang ya mendingan lah karena emang satu, dia keponakan aku. Tapi ini kan anak-anak juga kena yang.. Liat aja nih, karena pada gila pengen dapet berita langsung Lala jadi kena cakar. Belom nanti Aurel di Malanh gimana itu. Jiel, Arsy sama Arsya." bunda melontarkan marahnya.

"Bun, udah bun... Kan gak sengaja.. Kadang ya kan bisa kejadian.. Cuman baret kecil doang bun.. Udah ya, bunda jangan marah lagi.. Dengerin dulu Kak Millen ngomong apa." aku berusaha meredam kemarahan bunda.

Dari dulu aku kecil, entah kenapa semua orang bisa hilang marahnya ketika aku berbicara atau coba menenangkan mereka. Kata mereka aura yang menyenangkan dan kalem. Gabungan dari aura kedua kakak-kakakku.

"Kamu anaknya terlalu baik tau gak?" kata bunda agak tertawa.

"Kan Ara diajarin bunda pipi sama kakak-kakak." aku tersenyum.

"Ada-ada aja kamu. Udah sini tangannya dikasih plester dulu.. Ini bunda ada nih satu. Sini dek, biar gak infeksi." kata bunda sambil menempelkan plester di lukaku tadi.

"Cium dong bun., kan ciuman ibu bisa menyembukan segalanya." candaku.

"Gemes!!!" bunda mencium dan mencubit pipiku.

Tak lama, kita semua sampai di rumah Mama Mia dan akhirrnya memutuskan bahwa pipi akan menemani bunda dan aku akan kembali ke rumah supaya bisa beristirahat, supaya besok bisa sekolah dan bertemu dengan adik-adik dan Kak Jiel.

THE HERMANSYAH A7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang