29

115 2 0
                                    

Ara p.o.v

Kemarin, begitu sampai semua sudah lelah tapi langsung menyantap berbagai makanan khas Semarang. Apalagi pipi, serasa di surga katanya.

"Kakak, adek mau naik odong-odong." pinta Arsya.

"Hahahaha kok bisa tiba-tiba pengen? Oke deh, kakak turutin. Ke balai kota ya, adek biar bisa pilih mau naik odong-odong yang mana." aku menuruti permintaan adek.

"Cha, aku mau pake satu mobil ke Balai Kota." kataku ke Kak Echa.

"Oh okay, kan deket beb, paling 10 menit jalan kaki." jawabnya.

"Mmhm, cuman gua bawa adek, ngeri kalo jalan kaki." aku bilang menerima kunci mobil dari Kak Echa.

"Adek! Ayo, jadi gak?" panggilku.

"Kemana kak?" pipi bertanya sambil membawa banyak cemilan untuk dibeli.

"Hahahaha pipi... Tuh dek, liat ayah. Kayak adek kalo lagi beli mainan. Aku mau anter adek ke Balai Kota, pengen naik odong-odong katanya." ujarku.

"Adek doang? Yang lain gak diajak? Anak-anak pasti mau. Tapi kakak bawa sendiri ya? Yaudah nanti kita nyusul deh." pipi bilang mengambil cemilan lagi.

Aku tertawa geli melihat kelakuan pipi. Arsya sudah gak sabar untuk pergi, loncat-loncat menarikku ke mobil.

"Adek harus nurut sama kakak ya. Tempatnya big and crowded kalo adek ilang, bahaya. Deal?" aku memarkir mobil.

"Deal!" ucap Arsya mengaitkan jari kelingking punyanya dengan milikku tanda janji.

Kita berdua bergegas turun dan adik Arsya berlari ke tempat dimana banyak odong-odong berderet. Sampe-sampe bingung dia mau memilih naik yang mana.

"Adek bingung?" aku mencubit telinga kecilnya.

"Ow kakak! Iya adek bingung, buanyak bangettt!!" adek melihatku.

"Hahahaha gini deh, sama kakak adek boleh pilih dua kali ya odong-odong, nanti naik lagi sama bunda, ayah, Kak Arsy, kembar, Kak Aulia, and Kak Putra." kataku.

Lagi-lagi Arsya menarikku naik salah satu odong-odong. Selesai naik odong-odong pertama, tak buang waktu, adek pindah ke odong-odong berikutnya. Puas, kita berdua berjalan menelusuri balai kota.

"Kak Lala, itu kok banyak kakak-kakak duduk di jalanan, ada opa-oma juga disitu?" Arsya bertanya menunjuk pengemis anak-anak dan yang sudah lansia di jalan-jalan selain balai kota. Anak ini memang selalu dipenuhi rasa ingin tahu.

"Adek, gak boleh nunjuk ya.. Gak sopan namanya. Mereka itu teman-teman kita yang gak se-lucky adek. Untuk mereka cari makan, susah banget... Gak kayak adek. Minta mainan, tinggal beli, mau makan apa aja, bisa. Nah, kita harus bantuin kakak-kakak, opa-oma, atau siapapun yang perlu bantuan." aku menjelaskan ke Arsya.

"Ohh.. kayak bunda sama ayah bantu Kak Putra gitu, kak?" Arsya membenarkan pernyataanku. Sepertinya dia mengingat percakapanku dengannya berberapa bulan yang lalu tentang bagaimana Arsy dan Arsya harus selalu bersyukur.

"Bener, adek pinterrrr!!" aku mengacak rambutnya.

"Kak, disitu ada toko mainan sama adek laper abis itu kita makan di restoran itu ya!" ujar Arsya. Aku hanya bisa menggeleng kepala. Bagaimana hanya dia dan Arsy yang bisa membuatku takluk pada mereka.

Menuruti kemauannya, terus terang aku kaget. Arsya memborong banyak sekali mainan, baju, makanan, dan cemilan. Semua yang dilihat, dia ambil. Ini semua gak diperlukannya, aku pikir.

"Dek, banyak bangettt! Buat apa? Mainan adek, baju adek di rumah kan masih banyak. Makanan sama snacks sebanyak ini buat apa dek? Nanti gak kemakan sayang, mubazir." kataku.

"Hehehehe please kakk...." rayu Arsya dengan senyumannya itu.

Menyerah, aku membawa semua barang itu ke kasir dan membayar belanjaan Arsya. Alhasil, belanjaannya memenuhi enam kantong plastik, entah bagaimana aku bisa membawanya.

"Kakak marah sama adek ya?" Arsya bilang.

"Engga adek, kakak cuman bingung buat apa ini semua. Mainan adek udah banyak soalnya." jawabku jujur.

"Kak, mau tau gak buat apa?" cengir adek.

"Adek minta kakak beli mainan yang buaanyak sama makanan yang buanyaaaakk bukan buat adek. Adek mau kayak bunda sama ayah sama Kak Loly, Kak Jiel sama Kak Lala. Adek mau bagi-bagi mainan ke kakak-kakak yang gak punya mainan sama buat opa-oma, om-tante adek mau bagi makanannya. Boleh?" ujar adek.

Tertegun dan bangga. Itu yang kurasakan sekarang. Adik kecilku, yang baru berumur 4 tahun, memiliki hati yang sangat besar, mau berbagi dan membantu orang yang membutuhkan. Aku harap ini menjadi kebiasaannya sampai dia bertumbuh besar.

"Yaampun, boleh banget dong sayang... Ayo, adek yang bagi-bagiin ya, kakak bantuin aja." aku beri tahu.

Dari situ, kita kembali mengelilingi balai kota membagikan mainan dan makanan untuk yang membutuhkan. Diam-diam aku liat banyak yang mulai mengenal kita dan mulai berfoto-foto dari jauh.

"Yay!!! Udah kak!" seru Arsya melompat girang.

"Good job Achabi, kakak so proud sama adek. Sering-sering bantu orang yang ikhlas ya sayang..." pujiku.

"Kita ke depan ya dek, jemput bunda. Mereka udah mau sampe. Before that, kakak mau beliin adek cotton candy disana." lanjutku.

Aku mengajaknya ke toko permen membelikannya cotton candy dan permen kecil lainnya sebelum menjemput bunda di depan.

"Wowww adek!!! Cotton candy nya gede bangett!" pipi menggendong adek hendak menggigit sebagian cotton candy nya.

"Heii ayah, ini punya adek. Dibeliin kakak, ayah beli sendiri aja yah." kata adek menarik cotton candy nya jauh dari ayah.

"Adek seneng ya, sama kakak? Dibeliin permen banyak?" bunda tanya.

"He eh bunda, seneng buaaangeeetttt. Mau sering-sering adek sama Kak Lala!" jawab Arsya masih sibuk makan.

"Bunda, pipi, adek hebat banget loh hari ini..." aku mulai menceritakan kronologi adek berbagi tadi.

Ekspresi bangga terpampang di wajah semua yang mendengar ceritaku. Anak paling bungsu yang memiliki hati yang besar tentunya membuat kita semua bahagia.

"Kakak, Arsy juga mau pergi sama kakak.." ucap Arsy dengan muka memelas.

"Pasti Acio sayangku, nanti di Jogja, Arsy pergi jalan sama kakak." janjiku.

"Gak mau sama yang lain tapi, mau berdua sama kakak aja." pintanya lagi.

"Iya anak cantik, berdua aja ya. Kakak nanti bilang kalau ada yang mau ikut gak boleh ya." aku meyakinkan Arsy.

Rombongan ingin naik odong-odong lagi dan aku memutuskan untuk tidak ikut menunggu di salah satu kafe bersama Kak Loly dan Kak Jiel.

"Bunda, aku tunggu di kafe situ ya, udah dua kali aku." bilangku.

"Iya dek, sama Loly sama Jiel gih." bunda mengijinkan.

"Dek, sorry kemaren sama tadi gua jerk banget sama lu." Kak Jiel meminta maaf.

"Its okay kak, aku ngerti kok." aku memang mengerti kenapa Kak Jiel seperti itu.

"Makan kak." aku menyodorkan roti yang aku pesan.

"Gak, dek. Thank you." Kak Loly menyodorkan balik piringnya.

"Kakak kenapa sih? Dari kemaren gak mau makan?" tanyaku.

"Gak napsu gitu, dek." jawabnya sambil meneguk air.

"Oh, jangan lah.. Makan lah kak." aku bilang.

"Ih, you're one to tell.. Gak pernah tidur juga. Apa bedanya?" tembak kakak balik.

"Bener juga, hahahahahaha.. Ah honestly I can't wait for this trip." kataku.

"Mmhm.." Kak Loly dan Jiel mengangguk.

Setelah rombongan kembali, kita pulang dari balai kota memutuskan untuk membungkus makan malam dan memakannya di kamar hotel bersama supaya bisa beristirahat sebelum besok melanjutkan perjalanan.

THE HERMANSYAH A7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang