28

47 2 0
                                    

Author's p.o.v

Istana Cinere kembali di ramaikan oleh keluarga besar karena pada hari ini perjalanan mereka keliling pulau Jawa dengan tujuan refreshing akan di mulai.

Pergulatan antara bunda dengan Aurel kembali berlanjut karena Aurel hanya mau meminum susu low fat untuk sarapan. Azriel sedang kesal dengan Mba Maria mencari hoodie kesayangannya, dan Ara baru naik dari kantor bawah masih memakai pakaian yang sama sejak semalam.

"Loh, Ara dari bawah?" Mas Anang mempertanyakan putrinya.

"Iya pi, bentar ya aku buru-buru mandi ganti baju dulu. Koper aku udah siap." ujar Ara naik ke atas untuk siap-siap.

Mas Anang heran, tak pernah Ara seperti ini. Ara adalah anak yang selalu rapi dan paling prepared apabila ada event atau kalau mereka akan pergi, entah hanya sebatas ke mall atau liburan.

30 menit kemudian, semua sudah nyaman di tempat duduk masing-masing dan sudah siap memulai perjalanan. Perhentian mereka yang pertama adalah Semarang.

Ara p.o.v

Di bis, suasana rame membuat aku yang semalam tidak tidur menjadi gelisah. Belum lagi Kak Jiel yang terus marah ketika Arsy dan Arsya mau bersamanya. Kak Aurel juga cuman melamun, sesekali sibuk dengan handphonenya teleponan dengan Dave. Aku memilih bangku isi tiga, duduk sendiri di samping Kak Loly dan Jiel.

"Kak Jiel! Nyebelin banget jadi orang!" ujarku kesal saat kakak mengambil cemilan yang lagi aku makan.

"Biarin, enak ini. Buat gue!" kata Kak Jiel songong.

Aku mencoba merebut kembali cemilanku alhasil, ada sebagian tumpah kena Kak Loly.

"Woiii!!! Lu berdua apaan sih, jangan ganggu gue. Liat nih, berantakan kan!" Kak Loly marah.

Kita bertiga adu mulut sampai bunda harus melerai karena mengganggu semua orang.

"Hey!" ucap bunda cukup kencang membuat kita diam.

"You, bertiga. Berantem melulu! Jiel, marah marah melulu dari kemaren, nakal sama adeknya. Kakak, gak usah emosi, kena dikit doang. Adek, masih banyak snacks, tinggal ambil lagi. Udah pada baikkan, gak biasa-biasanya." ujar bunda keras.

Memang betul, jarang sekali kita berantem bener-bener berantem apalagi karena hal yang super kecil. Saling mendecak, kita mengalihkan perhatian masih jengkel dengan satu sama lain.

Author's p.o.v

Bunda gatel mendengar anak-anaknya berantem di belakang. Tadi Arsy Arsya, sekarang mereka. Memang kelakuan tiga anak nya sangat di luar karakter dua hari ini. Setelah melerai Aurel, Azriel, dan Adhara, bunda kembali ke tempat duduk. Diperhatikannya Adhara yang berusaha untuk tidur. Diam-diam Ashanty tau, Adhara belum tidur.

Ara p.o.v

Usahaku untuk tidur akhirnya berhasil. Pas baru nyenyak, tiba-tiba ada yang teriak ke telingaku.

"Kakak!!! Bangun!!!" teriak Putra membuatku loncat.

"Ughhh." gerutuku hanya untuk aku dengar.

"Kenapa Putra?" tanyaku sabar.

"Iseng aja. Pinjem HP nya dong kak.. Mau main sama King di belakang." Putra bilang.

"Nih, pake yang ini ya.. Kakak masih pake yang ini." kataku memberi handphone kerjaku.

"Ah kakak, yang itu aja lah kak... Lebih keren..." rengeknya.

"Gak ada bedanya, Put. Kakak masih pake ini, kalau gak mau yaudah. Kakak taro sini, kalo mau pake, pake." aku menaruh HP di sebelahku.

Pikir sudah beres, malah Putra terus mengganggu dan menjailiku seperti mencopot airpods yang aku sedang pakai, teriak-teriak di telingaku, dan menggratak tasku.

"STOP!" aku bentak kelepasan. Satu bis terdiam melihat arahku. Putra sepertinya tak menyangka, dia menatapku kaget. Tak ada maksud aku membentak, namun aku benar-benar sedang tidak mood untuk digodaiin.

Dari depan bunda kembali ke tempat dudukku, bertanya apa yang terjadi.

"Kenapa dek?" bunda mulai.

"Hahaha adek tuh.. Emosian lu, dek." sambar Kak Jiel.

"Jiel, diem." bunda bilang.

Aku yang malu dan kesal pindah posisi memandang ke jendela luar. Aku udah gak sabar untuk keluar dari bis ini dan memulai liburan yang aku butuhkan.

"Putra, kakaknya lagi tidur, gak boleh di ganggu. Sana, main dulu sama yang lain. Biar kakaknya istirahat." tegur bunda.

"Jangan pada ganggu Lala dulu, okay." bunda mengumumkan ke seisi bis kemudian duduk di bangku kosong sebelahku.

"Tidur lagi, dek.. Bunda tau kamu udah dua hari gak tidur. Gak akan ada yang ganggu." bunda memastikan.

Pada akhirnya aku tertidur selama kurang lebih satu jam. Bangun-bangun, bunda masih duduk di sampingku. Perjalanan masih 3 jam lagi, aku ngobrol dengan Theo sampai dia harus bersiap ke ulang tahun pamannya.

"Bunda, Putra sama Aulia mau nanya." datang lagi Putra dengan Aulia.

"Boleh gak kita panggil Om Anang ayah?" tanya anak tersebut.

"Boleh dong, boleh kan yang? Aduh Putra sama Aulia, bikin sedih deh." bunda bilang.

"Kenapa? Boleh, boleh.. Ya boleh." pipi memperbolehkan.

Harusnya tak masalah, namun ketakutan mengelabui pikiranku. Aku takut pipi tidak akan sayang lagi padaku, dan yang paling aku takuti, pipi akan meninggalkan aku. Aku tau ini hal sepele, tapi aku tau betul rasanya ditinggal orang tua, masa itu terkadang masih menghantuiku. Aku mengerti kalau bunda disapa bunda karena semua orang memanggilnya itu. Tapi tidak semua orang memanggil ayakhu ayah. Aku menutup muka dengan hoodie kubawa dan sepertinya bunda menyadari itu.

"Adek, kenapa? Gak seneng mereka manggil pipi ayah? You can tell me, adek." bunda bertanya.

"Aku takut bunda.. Aku takut pipi bakal lupa sama aku. Aku takut pipi bakal ninggalin aku. Aku takut pipi gak akan sayang lagi sama adek. Pipi itu pipi punya kita berlima bunda. Aku tau Bang Indi juga manggil pipi, tapi Bang Indi juga darah daging pipi. Kembar, bunda angkat anak karena Om Larry and Mama Ika sahabat bunda, tapi kembar punya orang tua. Mereka berdua beda bunda. Aku gak mau pipi lupa sama aku. I have to share you to the whole world, mom. It's so hard sometimes, but I accept that." aku curahkan pikiranku.

"Sayang, bunda will never ever put anything else before kamu and your siblings. Maafin bunda, bunda gak tau this is how you feel." bunda membelai pipiku.

"Its okay bunda.. Bunda itu orang dan ibu terhebat, makanya semua orang menganggap bunda itu bunda semua orang." senyumku.

"Ayah! Sini!" bunda memanggil pipi.

"Ya bunda, sebentar lagi sama Putra." ujarnya dari depan.

"Yang, sekarang!" balas bunda.

"Kenapa bun, wong lagi seru-seru nya ngobrol." pipi gemas.

"Adek nih.." bunda merapikan helai rambut yang menutupi mataku dan menjelaskan kepada ayah apa yang kurasakan.

"Lohh, adek... Gak mungkin pipi lupa sama adek, gak bakalan berhenti sayang sama adek, dan gak akan pernah ninggalin adek. Inget waktu dulu, pipi bilang apa ke kamu? Jangan takut, Lala.. ya? Sebanyak apapun orang manggil pipi sebutan ayah dan seberapa pun orang sebut bunda, kita berdua adalah ayah bundamu. Gak akan ada yang bisa menggantikan posisi kamu, kakak-kakak, sama adek-adek." kata pipi membuatku tenang.

"Anaknya di cium dong..." bunda bilang.

Kemudian pipi mencium dan memelukku erat. Disini aku sadar kembali bahwa cinta bunda dan pipi pada anak-anaknya tak akan tergantikan. Mereka hanya memberikan cinta kepada sesama, karena cinta mereka seluas samudera dan sedalam inti bumi.

"Adek udah gak boleh sedih lagi ya, mau liburan pokoknya harus happy." bunda mencubit pipiku.

Perjalanan penuh drama pun berakhir saat kita tiba di salah satu hotel di Semarang. Keputusannya adalah untuk check in ke dalam hotel terlebih dahulu kemudian mencari makan siang dan keliling kota Semarang.

THE HERMANSYAH A7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang