T R O I S

193 37 6
                                    

Makan ceri buah PeteJangan lupa vote cerita ane

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
Makan ceri buah Pete
Jangan lupa vote cerita ane.
-----------------------------------------

"Ly, Lo jomblo udah tiga tahun 'kan, ya?" tanya Bianca.

Kini Lyra sudah berada di kantin setelah menyelesaikan hukuman itu, pas sekali bel istirahat berbunyi. Teman Lyra, Bianca, Liza, dan Dini menyusul Lyra yang sudah menyelesaikan dahaga serta laparnya.

"Mau sih jadi fakgirls, tapi, cewe sekalem gue gak mungkin nyakitin hati seseorang." jawab Lyra dengan santai.

Pletak ...

"Awwwsss ... Sakit bodoh!" cibir Lyra.

"Ly, ini bukannya Sari ya? Pacar Lo itu." celetuk Liza menunjukkan foto di ponselnya.

"Sari siapa?" tanya Bianca heran.

"Lo, lesbi?!" tuduh Dini.

"Heh! Sembarang. Masih doyan lakik gue!" pekik Lyra.

"Saripudin itu." tambah Lyra.

"Bentar lagi juga putus." timpalnya.

"Kok gitu?" tanya mereka bertiga.

"Saripudin nafasnya bau. Behhh, kalo ngomong satu kata aja, baunya sampe Depok!" papar Lyra.

"Seriusan, Ly?" tanya Bianca kepo.

"Ly, mulut Lo gak bisa di jaga ya! Bisanya gibah doang, kalo emang nafas gue bau kenapa Lo mau sama gue?!"

Bianca, Liza, dan Dini menutup hidungnya dan sudah mual-mual. Lelaki yang cukup tampan menghampiri meja mereka dan memprotes Lyra karena membicarakan dirinya.

"Saripudin, sumpah nafas Lo ba-bau ... Huekk ... "

"Yang dibilang Lyra bener, Sar. Sumpah g-gue ... Mual." tambah Liza.

Saripudin menahan emosinya, mana mungkin nafasnya bau. Dia tidak terima, Saripudin meletakkan telapak tangannya di mulut dan menghembuskan nafasnya lalu menciumnya sendiri.

"B-bener j-juga ... "

Bruk ...

Saripudin pingsan karena nafasnya sendiri, Lyra sudah tertawa terbahak-bahak sedangkan yang lain membantu Saripudin ke ruang UKS.

_____________________________

Setelah kejadian Saripudin dibawa ke UKS, Lyra berserta temannya berjalan ke arah kelas. Namun, Lyra melihat siluet orang yang sepertinya ia kenali.

Walaupun sudah bertahun-tahun, Lyra masih ingat wajah itu. Wajah yang membuat semua orang memuji secara terang-terangan, Lyra sangat benci orang itu.

"Laura." gumam Lyra yang berhenti.

Ya, Lauramei Amelia. Gadis yang akhirnya dipilih Venus untuk mendampinginya dan meninggalkan Lyra yang sangat mencintai nya.

Lyra melihat Laura memasuki ruangan kepala sekolah bersama seorang wanita di sampingnya, senyuman menjijikan, pikir Lyra.

"Ly, ayo!" ajakn Bianca membuyarkan lamunannya.

"Kenapa berhenti Ly, ayo nanti Pak Reno marah." timpal Liza.

"Kalian duluan. Gue nyusul ntar,"

"Oh ya, nanti bilang sama Pak Reno gue agak telat." tambah Lyra.

"Emang Lo mau kemana, sih?" tanya Dini.

"Din, jangan banya tanya. Gue ngap entar Lo!" sarkas Lyra.

"OK."

Lyra berbelok ke persimpangan untuk ke ruangan kepala sekolah, apalagi kalau tidak menguping apa yang ingin dilakukan Laura kesini.

"Begini, Pak. Laura, anak saya ingin bersekolah disini." ucap wanita di sebelah Laura.

"Sudah kelas tiga, Bu. Tidak bisa,"

"Tapi ... "

"Akan saya urus, Pak." sela wanita itu dengan cepat.

"Laura pindahan dari mana, Bu?" tanya Pak Dedi.

"London."

Lyra mendelik, selama ini Laura ke London ternyata. Jauh juga, sekalian jual cilok kali, cilok 'kan gak ada di London. Pikir Lyra.

"Kalau begitu saya permisi, Pak."

Bruk ...

"Aduh ... "

Mampus, ketahuan.

Lyra memandangi Laura dan wanita di sebelah nya dengan canggung, semoga Laura tak mengingat dirinya.

Laura hanya tersenyum melihat Lyra yang kelihatannya ingin masuk ke ruang kepala sekolah, Laura bergeser agar Lyra bisa masuk.

"Finally we meet again, Lyra Alula Carina." bisik Laura di telinganya.

Deg.

Netra biru dan hijau itu saling pandang sangat dalam, Lyra tak pernah mengenal Laura begitu juga Laura. Mereka hanya terpaksa bertemu karena, Venus. Lelaki yang tak tahu keberadaannya kini.

Lyra menaikkan salah satu alisnya dan mencetak senyum miring di sana.

"Yeah, nice to meet you, stupid."

___________________________

Yupiter tengah berada di taman belakang yang tak cukup luas namun banyak angin sepoi-sepoi disini. Yupiter duduk di bawah pohon rindang yang ditanam Pak Sanat waktu dulu-dulu.

Memejamkan matanya dan angin tadi menerpa wajah tampannya, ukiran yang terpahat rapih di wajah Yupiter. Hidung yang mancung, bibir tipis yang bewarna merah muda, dan rahang yang tegas.

Yupiter termasuk orang yang tidak suka keramaian, disekolah ini dia hanya memiliki dua teman. Bumi dan Langit, mereka bersahabat sejak masih SD hinggah SMA seperti sekarang ini.

"Yup!"

"Yupiter!"

"Yup! Bangun." ulang Bumi.

"Biar gue yang coba." usul Langit.

"Man Robbuka." bisik Langit tepat di telinga Yupiter.

Bulu kuduk Yupiter berdiri, dia masih memejamkan matanya.

"G-gue l-lupa ... "

Brak ...

"KEPALA GUE !!" teriak Yupiter memegang kepalanya yang masih utuh.

Bumi dan Langit tertawa terbahak-bahak melihat ide jahilnya berhasil untuk Yupiter, ada pohon dikit nemplok terus tidur, ada kursi nemplok terus tidur, begitu saja Yupiter. Kalau ada benda yang bisa menjadi sandaran pasti dia akan tertidur.

Yupiter menatap tajam kearah Bumi dan Langit, namun, inilah Yupiter. Dia bisa mengendalikan emosinya sangat cepat, apalagi mereka berdua adalah sahabat Yupiter saat masih ingusan dulu.

"Bangsat, pergi atau gue pukul?!" bentak Yupiter.

"Cium!" serempak mereka berdua.

"NAJIS!"

ANTARA VENUS DAN YUPITER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang