N E U F

120 31 0
                                    

"Ly, kamu kok lemes sih?" tanya Mona yang melihat gadisnya pulang dengan wajah murung.

"Gak apa-apa, Mah." jawabnya.

"Ly, Mamah sama Papah mau bicara sama kamu." ujar Anto.

Lyra memilih duduk di sofa dekat Mona memakan cemilan keripik kentang buatannya.

Dia mencamik keripik itu dari Mona dan memakannya dengan tatapan mata sayu dan lemas, perkataan Venus masih terngiang-ngiang di telinganya.

"Gue udah punya pacar."

"Laura udah nunggu di parkiran."

"Ah, engga gue udah punya pacar."

"Laura udah nunggu di parkiran."

"AAAAAA ... BANGSAT!" teriak Lyra.

Mona dan Anto menatap satu sama lain secara bergantian, mereka mengira Lyra kesurupan. Mona segera mengambil segelas air dan menyemburkan nya pada wajah Lyra.

"Mamah!" pekik Lyra kesal.

Wajah Lyra basah karena percikan air yang keluar dari mulut Mona, sudah seperti dukun saja.

"Buka setan!"

"Tinggalkeun putri abdi nyalira!"

"Upami anjeun wani, kuring bakal motong beuheung anjeun sareng ngajantenkeun bakso granat."

Mona terus saja berbicara dengan bahasa Sunda, sambil memercikan air ke wajah Lyra hingga basah sampai ke baju.

"MAMAH! LYRA GAK KESURUPAN." teriaknya.

"Kok jadi Mamah yang kaya setan!" pekik Lyra.

"Kamu bilang Mamah setan?"

"Kamu juga anak setan!"

"Papah kamu juga anak setan!"

"Semua setan!" kesal Mona.

"Mah, maksud Lyra gak gitu." ujar Lyra.

"Gak apa-apa setan, Mamah cuma bercanda." jawab Mona.

"Ih ... Mamah!"

_____________________________

Yupi kenyal 🖕💅

Yupi: Ly, dmn?

Lyra: Hi

Yupi: Hi jg, Lo dmn!

Lyra: Hi

Yupi: IYA, HI JGA. LO DMN BANGSAT!

Lyra: Harapan indah, bazeng!

Yupi: Astaghfirullah,Ly. Bikin dosa Lo!

Lyra yang berada di taman Harapan indah pun terkekeh melihat isi chat dari Yupiter, kini masih pukul tujuh malam. Apalagi ini malam Minggu, Lyra lebih memilih untuk menenangkan dirinya di taman.

Pemuda maupun pemudi berlalu lalang disini, berselfi, bercanda ria, dan berbincang hal yang penting maupun tidak. Sepertinya jika begini saja dirinya akan bosan, Lyra bangkit dari duduknya dan memasukkan ponselnya di dalam tas kecil bewarna hitam.

Dia melangkahkan kakinya ke arah barat, bukit dengan rerumputan hijau. Gelap malam yang selalu di terangi oleh bulan, tempat ini cukup ramai. Dia lebih memilih naik lagi ke atas bukit dan duduk di sana.

Membuka ponsel lagi, dan menghidupkan alunan melodi di sana. Angin malam yang menerpa wajahnya, bibir mungil itu juga ikut serta mengikuti alunan melodi. Netra hijau yang memejam, dan berbaring di rerumputan.

"Masih sering kesini juga?"

Lyra tahu ini suara siapa, bau harum maskulin menusuk indra penciumannya. Parfum yang selalu ia beli, Lyra menatap kesamping. Lelaki dengan Hoodie hitam dan di dada kirinya bergambar Patrick.

"Gak." jawab Lyra seadanya.

Venus, dia merebahkan tubuhnya di samping Lyra. Melirik Lyra sejenak lalu menatap langit malam.

"Lo ngapain kesini?" tanya Lyra.

"Gak ada, cuma main doang. Kangen suasana malam disini." jawab Venus.

"Hmm ... Ly." panggil Venus.

"Kenapa?"

"G-gue mau jelasin sesuatu sama Lo." ucap Venus.

"Jelasin apa lagi? Semua udah jelas kok,"

"Apalagi sekarang Lo masih sama Laura, oh ya, Laura gak ikut?" tanya Lyra.

Venus bangkit dari baringnya dan duduk menatap Lyra yang masih berbaring, dia menyuruh Lyra untuk duduk dan berbicara hal penting dengannya.

"Gue kasih waktu satu menit."

"Ly, waktu segitu gak cukup. Lima menit deh." tawar Venus.

"Bukan pasar, ya!"

"Oke, tiga tahun lalu gue emang milih Laura. Itu karena gue sama Laura udah di jodohin."

"Wait, SMP udah di jodohin? Gila kali orang tua Lo." sela Lyra.

"Lyra!" pekik Venus.

"Oke lanjut."

"Gue gak punya pilihan lain, Papah gue punya hutang sama Bapaknya Laura. Lo tau 'kan perusahaan Papah waktu itu lagi gak beres, sampai sekarang pun juga."

"Jadi, sebagai imbalannya. Bapaknya si Laura minta gue untuk jadi pendamping Laura nantinya." tambah Venus.

"Bagus dong."

"Apanya yang bagus, Ly! Gue gak suka di jodoh-jodohin gini. Kayak jaman Siti Nurbaya aja," ucapnya.

"Kalau gak, gimana kita kawin aja?" ujar Venus.

Lyra mendelik dan langsung memukul lengannya.

"Maen kawin aja Lo! Nikah dulu." ralat Lyra.

"Nah itu, Lo mau 'kan?" tanya Venus.

Alunan melodi itu di hentikan oleh Lyra, dia menatap netra coklat milik Venus. Mereka saling pandang, Lyra tersenyum hangat dan begitu juga dengan Venus.

"Gak."

Jawaban Lyra membuat senyum Venus luntur seketika, bahu Venus luruh seketika dan membuang pandangan ke arah lain.

"Ven, gue gak mau terus-menerus berada di lingkaran masa lalu ini. Lo udah di jodohin sama Papah Lo untuk nikah nantinya sama Laura, yaudah nikmatin aja alurnya." jelas Lyra.

"Lo tau 'kan gimana rasanya nikah sama orang yang gak di cinta? Jangan asal ngomong, Bapaknya Laura ngasih gue pilihan."

"Pilihan apa?" tanya Lyra kepo.

"Cari yang lain atau nikah sama Laura." jawab Venus.

"Ini cuma paksaan dari Laura, dia cinta mati sama gue dari SD. Lo bayangin pas masi ingusan aja gue udah ada yang suka, memang bener banget gue ganteng!" tutur Venus panjang lebar.

"Dih, muka Lo kaya monyet, njir!" cibir Lyra.

"Jadi, gue balik kesini untu----"

"HEH! ANAK ANJING. DI CARIIN MAMAH LO, MALAH PACARAN DISINI. PULANG ATAU GUE SERET!?" teriak seseorang disana.

"YUPITER!!!" pekik Lyra.

Lagi-lagi Yupiter mengganggu saja!

ANTARA VENUS DAN YUPITER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang