O N Z E

121 34 2
                                    

Makan ceri buah PeteJangan lupa vote cerita ane-----------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
Makan ceri buah Pete
Jangan lupa vote cerita ane
-----------------------------------------

Setelah kejadian dimana Yupiter tahu bahwa Lyra bohong, dia memarahi Lyra habis-habisan. Mona juga mengetahui hal tersebut, Lyra disuruh menunggu di sofa. Karena, orang tuanya ingin berbicara sesuatu padanya.

"Mau bicara apa, Mah?" tanya Lyra.

"Besok Papah kamu ada urusan bisnis di Amerika." ujar Mona ingin menjelaskan.

"Terus?" tanya Lyra menganggukkan kepalanya.

"Papah ke Amerika belum tau sampai kapan, dan Mamah besok mau kerumah Oma Irama. Dia sakit gak ada yang ngurus, kamu tau 'kan rumah Oma di London?"

"Jadi, kamu gak apa-apa Mamah sama Papah tinggal?" tambah Mona.

Lyra menghembuskan nafasnya dan memutar bola matanya malas, ini bukan untuk pertama kalinya mereka meninggalkan Lyra.

"Gak apa, Lyra udah biasa. Nanti kalo Lyra udah libur, Lyra mau kerumah Oma." ujar Lyra.

"Anak pinter, kalau gitu Mamah sama Papah mau packing dulu." timpal Mona mengakhiri percakapan.

Mona dan Anto berlalu ke kamarnya, sedangkan Lyra hanya sendiri di ruang keluarga. Rumah sebesar ini hanya di huni dua orang, dirinya dan Bik Nuhun.

Rasanya, Lyra ingin mengundang satu RT untuk menemaninya dirumah selama kedua orangtuanya pergi ke luar ngeri, berpisah pula.

Seketika perasaan Lyra tak enak, ia memikirkan bagaiman kedua orang tuanya berpisah negara. Padahal yang ia ketahuilah Mona tak bisa sedetikpun jauh dari Anto, mungkin karena ia akan mengurus ibunya di London. Itulah pikir, Lyra.

Lyra menatap ponselnya yang sedari tadi berbunyi, ada lima panggilan tak terjawab dari Venus dan satu chat dari Yupiter yang lima menit tadi baru pulang dari rumah Lyra.

Lyra menatap jam dinding, pukul dua belas malam. Lagi-lagi dia membuang nafasnya gusar, dia berbaring di sofa dan menatap langit-langit rumahnya.

"Tenang Lyra, sendiri lebih baik." gumamnya.

"Tapi, Lyra. Lo itu cewek lemah yang gak bisa nahan kangen!!" pekiknya sendiri.

"Lyra, udah malam Nak. Besok jam tujuh pagi kamu antar Mamah dan Papah ke bandara." ujar Mona di kamar.

"Iya Lyra, ayo tidur. Nanti mata babi, loh." timpal Anto.

"Ih, Papah! Kok mata babi sih!" ujar Mona.

"Kan emang bener, mata babi 'kan Lyra?" tanya Anto.

"Iya Pah, mata kodok aja sekalian." setelah mengatakan itu Lyra kembali ke atas menuju kamarnya.

_____________________________

Lyra berada di kantin pagi ini, bersama tiga temannya. Dia memilih kursi pojok dan memesan bubur ayam empat mangkuk dan es teh hangat.

"Wih ... Cantik banget softex-nya Lyra." celetuk Langit.

Lyra langsung melihat kebawah dan menutupinya, apa-apaan Langit ini. Yupiter segera melirik kebawah juga dan mendapatkan pelototan dari Lyra.

Sedangkan Liza, Dini, dan Bianca juga terdiam. Mereka menatap Langit untuk meminta penjelasan.

"S-softex apaan sih Lang?" ujar Lyra gugup.

"Lo pelecehan namanya, ngintip dimana Lo?!" tuding Bianca.

"Pelecehan gimana? Itu di mata Lyra softex nya bagus. Warna grey, warna kesukaan gue." jelas Langit.

"Anjir! Bodoh banget temen Lo." cibir Liza.

Lyra bernafas lega begitupula dengan yang lainya, sungguh Langit memang sangat bodoh.

"Itu softlens, Lang. S o f t l e n s." eja Yupiter.

"Sama aja kali!" elak Langit.

"Semerdeka Lo aja." final Bumi yang duduk di sebelah Yupiter.

Lyra hanya bisa terkekeh, dia memilih untuk melanjutkan memakan bubur agar tidak menjadi dingin sebelum dinikmati.

"Ly, katanya Mamah sama Papah Lo ke luar negeri ya? Lo nganter mereka 'kan?" tanya Yupiter membuka suara.

Lyra lemas, keberangkatan kedua orangtuanya di percepat membuat dirinya tak bisa berjumpa pada mereka. Lyra sedih mendengar penuturan Bik Nuhun kalau Mona dan Anton hanya menitipkan pesan untuk Lyra agar menjaga kesehatan nya dan selalu bahagia.

"Udah dong jangan nangis." ujar Bianca mencoba menenangkan.

"Ini lah cewek! Belum cerita udah nangis duluan." cibir Bumi.

"Bum bum, Lo kok lemes sih sekarang!" sarkas Liza.

"Lah 'kan emang dia cewek." jawab Bumi.

"Jadi, ceritanya Lo sedih karena gak bisa nganter Tante Mona sama Om Anton?" tanya Yupiter.

Lyra hanya tersenyum dan mengangguk, padahal dia sangat rindu. Dari tadi dia menunggu telpon dari kedua orangtuanya, dia ingin menanyakan apakah mereka sudah sampai apa belum namun, chat Lyra belum juga di balas.

"Gak apa-apa, nanti juga di balas. Ly, jangan sedih ada kita kok." ujar Yupiter.

"Yupi, peluk."

Dua kata yang membuat Yupiter berbunga, dia segera berpindah tempat dan mengusir Bianca dari samping Lyra untuk memeluk gadis itu.

"Ini kalian pacaran?" tanya Dini heran.

"Heh! Bocil kepo amat jadi orang." tukas Bumi.

Dini hanya memutar bola matanya malas, dia sungguh jengah melihat Bumi di hadapannya. Dia pamit kepada mereka untuk berlalu ke kelas duluan, Bumi pun mengikuti Dini untuk berbicara sebentar.

"Din, berhenti!" titah Bumi.

Dini pun berhenti tanpa menoleh.

"Pulang, Mamah rindu."

"Anak Mamah cuma Lo! Gue udah gak ada, gue gak punya Mamah." jawab Dini.

"Din, jaga ucapan Lo!" peringat Bumi.

"Bumi udah! Gue capek, gue capek harus nahan sakit ini sendirian. Gue sakit kanker stadium dua, Lo tahu gimana gue ngejalanin ini semua tanpa Mamah dan Papah?!"

Perkataan yang di lontarkan oleh Dini membuat Bumi membalikkan badan Dini untuk menghadap dirinya. Dini sudah berderai air mata untuk mengungkapkan itu semua, dia tak tahan. Dia memeluk Bumi dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Bumi.

"Gue benci sama Lo, Bumi!" sarkas Dini.

"Kalo pun gue mati, orang yang gue hantui duluan adalah Lo!" lanjut Dini.

"Gue belom rela Lo jadi penghuni TPU kelapa sawit, Din. Ayo kita hadapi sama-sama, Lo pulang kerumah dan bicarain sama Mamah soal ini." tutur Bumi.

"Gue gak mau di TPU kelapa sawit, gak ada WiFi nya!" pekik Dini.

"Dini, Lo mau mati masih bisa ngelawak juga." jawab Bumi mengelus rambut adiknya itu.

ANTARA VENUS DAN YUPITER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang