TRENTE-TROIS

63 21 0
                                    

Makan ceri buah PeteJangan lupa vote cerita ane

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makan ceri buah Pete
Jangan lupa vote cerita ane.
___________________________

"Dok, saya belum bisa membawakan darah itu untuk anak saya," ucap Santoso dengan nada yang lirih.

"Pak, sudah ada yang mendonorkan darahnya untuk Bianca," jawab Dokter Randi.

Santoso maupun Dara menatap tak percaya ke arah Dokter Randi, mereka mengucap syukur atas semua jalan keluar yang diberikan oleh Tuhan.

"Kalau boleh tahu siapa orangnya?" tanya Dara.

Dokter Randi menunjuk gadis yang tengah berbaring di brankar rumah sakit, bibir pucat yang menghiasi wajah ayunya. Dia tersenyum ke arah Dara dan juga San.

"Kamu yang mendonorkan darah itu?" tanya Dara.

"Iya, Tante."

"Siapa nama kamu?" tanya San.

"Nama saya- Lyra."

"Terimakasih Lyra, berkat kamu anak saya selamat," ucap Dara.

"Sama-sama Tante, Bianca juga sahabat baik saya. Bianca sudah saya anggap sebagai keluarga, saya sedih melihat Bianca terbaring lemah dengan semua luka yang dia terima. Saya hanya ingin membantunya," jawab Lyra.

"Ternyata Lo orang baik." gumam orang di depan pintu.

_____________________________

Malam menyapa, Liza dan Dini sudah pulang. Kini hanya tersisa Laura, Bumi, Langit, Yupiter, Venus dan Lyra. Mereka masih menunggu Bianca sadar dari masa-masa sulitnya.

Pukul menunjukkan 10 malam, Lyra belum makan sedari tadi. Wajahnya yang pucat membuat orang-orang khawatir akan keadaannya namun, dirinya hanya tersenyum simpul. Mereka tak ada yang tahu bahwa Lyra yang mendonorkan darahnya untuk Bianca.

"Lo sehat?" tanya Yupiter.

"Iya."

"Muka Lo pucat," ujarnya lagi.

"Gue baik-baik aja."

"Ayo ke kantin, kita makan." Laura menarik tangan Lyra untuk berdiri.

"Enggak," tolaknya.

"Lo ngeyel banget sih! Apa susahnya jalan? Pala Lo puyeng?" tanya Laura bertubi-tubi.

Lyra mendelik, mengapa tiba-tiba Laura perhatian terhadap dirinya. Dia menatap semua teman nya yang ada disini, tak ada tatapan yang mencurigakan. Lyra masih berdiam di posisi duduknya, dia melepaskan tangannya dari Laura.

"Sama gue aja, biar kita beli makan untuk mereka." Langit segera menarik Laura dari sana.

"Mereka pacaran, ya." celetuk Bumi.

"Gak semua orang dekat itu pacaran, bisa jadi cuma jadi bahan ghosting selanjutnya." timpal Venus.

"Oh Lo cemburu, ye? Ngaku Lo," tuding Bumi.

"Cemburu itu wajar, bagi mereka yang sayang dan takut kehilangan. Gue gak cemburu, tapi wanti-wanti aja takutnya Langit salah pilih," jawab Venus.

Dia melirik Lyra yang masih menatap pintu kamar rawat Bianca, dia ingin sekali memeluk Bianca yang sekarang terbaring lemah di sana.

"Bianca bakal baik-baik aja, Lo tenang ya."

"Semua bakal baik-baik aja kalau gue gak bikin masalah," jawab Lyra dengan tatapan sendu.

"Masalah itu datang, jangan salahkan diri Lo sendiri. Semua udah takdir, gak ada yang bisa merubahnya." tambah Venus, dia mengelus puncak kepala Lyra.

"Untuk terlihat baik-baik aja gue gak bisa Ly, gue cemburu liat Lo lebih dekat sama Venus." gumam Yupiter, dia menatap dua sejoli itu dengan air mata yang menetes.

"Ada hujan nih, tapi bukan dari langit melainkan dari mata karena hati yang patah." sindir Bumi.

________________

"Gue tau kenapa Lo ngajak Lyra ke kantin, karena Lo mau kasih tau Lyra semuanya 'kan? Lo mau ngasih tau kalau gue yang jebak Lyra sama om-om itu," ujar Langit.

"Apaan sih Lang, gue cuma khawatir sama Lyra," jawabnya.

"Gue tau akal busuk Lo. Cewe kadal kayak Lo gak bisa ulerin gue, Lo mau ngasih tau sama dia kalau semua yang ada di foto itu gak bener? Gue sengaja buat cairan merah pakai lipstik yang udah gue panasin dan taruh di seprainya agar terlihat bahwa om-om itu make Lyra, 'kan?"

"Laura, bahkan gue tahu kalau Lo lagi ngerekam omongan gue."

Jantung Laura berhenti berdetak, dia menatap takut ke arah mata elang milik Langit. Dia tak pernah takut sebelumnya namun, suasana ini berbeda.

"Gue udah nyusun rencana ini matang-matang dan Lo mau bocorin itu semua?" Langit mengambil alih ponsel yang sedari tadi Laura pegang.

Brak ...

Ponsel itu hancur seketika, suasana kantin tak begitu ramai hanya saja ada beberapa penjual yang jauh dari perbincangan mereka.

Laura menatap ponselnya, dia berjongkok ingin memungutnya namun, tangannya di injak oleh sepatu yang di kenakan Langit.

"Lepasin Langit! Sakit," keluh Laura.

"Lau, Lo tahu 'kan gimana gue kalau udah buat rencana? Lo bisa aja gue habisi hari ini juga. Jadi, tutup mulut demi nyawa!" ancam Langit setelah itu dia pergi dari sana.

"Kurang ajar, disini siapa sih yang antagonis heran amat gue." gumam Laura menatap sendu ponselnya yang telah hancur.

"Loh, kok jongkok? Sesak berak ya,"

Laura menatap ke arah Bumi, lelaki itu melihat kepingan ponsel Laura yang sudah hancur lebur. Dia juga ikut berjongkok mengikuti gadis itu yang masih sendu, lalu dia menatap netra biru itu dengan lekat.

"Kalaupun dijual, cuma laku lima ratus perak." celetuk Bumi.

"Gue tau Lo humoris ya Bumi, tapi liat sikon dong! Ah elah puyeng pala gue," jawab Laura dia bangkit dan menginjak kaki Bumi.

"Lo menginjak kaki Bumi nih, bisa-bisanya Lo injak-injak bumi." ucap Bumi dengan sedikit berteriak.

"Lo gila dan gak penting!"
_____________________________

Lyra sudah sampai di kost, dia diantar oleh Venus. Setelah acara paksa memaksa karena Lyra terlalu keras kepala, akhirnya mereka berhasil membujuknya untuk pulang karena suhu badannya juga panas.

"Istirahat ya, Ly." Venus mengacak rambutnya.

Lyra mengangguk, dia masih melamun memikirkan semuanya. Mengapa takdir tak memperbolehkan dirinya untuk bahagia selamanya, namun, perkataan Yupiter mengingatkan dirinya.

"Lyra! Stop. Stop seakan dunia ini terlalu kejam untuk Lo! Semua orang pernah ngerasain ini, gak selamanya dunia berpihak sama Lo terus. Ada masa dimana Lo harus sedih dan senang."

"Jadi, stop merasa Lo paling tersiksa di dunia ini!"

"Ly, kok melamun sih. Udah jam sebelas loh ini," perkataan Venus membuat Lyra tersentak, yang Lyra lihat adalah wajah manis Yupiter.

Yupiter yang tengah tersenyum ke arahnya, mengelus puncak kepala dan mengecup keningnya. Lyra senyam-senyum karena melihat halusinasi yang dia ciptakan sendiri, sedangkan lelaki yang di hadapannya ini heran apa yang terjadi dengan Lyra.

"Kok senyam-senyum sih!" pekik Venus.

"Apaan sih Venus, orang lagi halu juga." Lyra memalingkan wajahnya.

"Lo nge-halu siapa nih?" tanya Venus dengan raut kepo.

"Kepo banget, gue masuk ah. Hati-hati di jalan Venus!" pekik Lyra dengan senyuman.

"Budeg telinga gue, Lyra."

ANTARA VENUS DAN YUPITER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang