Seminggu ini aku tidak kemana-mana, fokus menjaga anakku yang sedikit rewel, aku khawatir kalau ada hubungannya dengan insiden dia jatuh dari ranjang kemarin.
Sementara Mama dan Papa mertuaku berkunjung setiap hari, Mas Akbar malah keluar kota terus akhir-akhir ini. Aku tidak paham, paling urusan pekerjaannya. Aku bersyukur dia tidak begitu kaku padaku lagi seperti awal-awal pernikahan kami. Dia lebih interaktif padaku dan Bumi--setiap malam dia menelpon dan menanyakan perkembangan Bumi seminggu ini.
"Ini bagus juga Bu Ayu," aku menunjuk gelas keramik pink yang bentuknya babi. Ahh lucu sekali!
"Ho'oh. Harganya pasti mahal,"
Aku mengangguk, berniat memegangnya, merasakan teksturnya saking gemesnya. Sayang sekali itu hanya niat yang tidak terealisasikan karena mataku lebih dulu teralihkan dengan tulisan merah tebal di tiang gondola.
HATI-HATI PECAH!
MERUSAK BERARTI MEMBELI!
Aku mendengus keras, menarik lengan bu Ayu menjauh. Sesekali mataku memperhatikan cctv, barangkali aku sedang disoroti. Ah, tidak lucu.
Ngomong-ngomong, aku sedang berbelanja bersama Ibu-Ibu tetangga. Sayang sekali Bu Rt dan Nita terjebak macet. Aku tertawa ketika keduanya menelpon. Awalnya mau mencoba mobil baru pak RT, eh malah kena macet. Syukur Bu ayu menggunakan motor anaknya, kami bisa tiba lebih cepat di pusat perbelanjaan. Walau aku harus mengeluh beberapa kali karena dia membawanya terlalu ngebut.
Sementara Bumi bersama Mama dan Papa mertua, aku dibolehkan belanja sebentar. Keperluan rumah benar-benar sudah menipis. Apalagi mengingat aku sudah tidak tinggal sendiri lagi, sudah ada Bumi, Mas Akbar, dan keluarga suamiku yang selalu datang berkunjung.
"Bu ayu biasanya beli teh yang gimana?"
"Kamu mau beli, Mia?"
Aku mengangguk.
"Jangan teh melati, ndak enak. Coba yang teh wayang itu, harum banget, Ibu suka,"
Bu Ayu membawaku pada bagian sembako. Aku cuman tahu ada teh celup, tidak kusangka yang beliau tunjuk itu teh sedu.
"Ini ribet ah bu,"
"Walah! Tinggal dimasukin teko, Mia."
"Praktisan yang dicelup," kataku tapi tetap mengambil teh yang dia sarankan. Tidak apa, akan aku buktikan seribet apa menggunakan teh bubuk begitu. Untuk jaga-jaga, aku mengambil juga teh celup, barangkali aku malas.
"Kok lama ya bu, mereka itu,"
"Iya i, sudah mau balik mereka belum datang,"
"Gimana kalau kita makan dulu?" Saranku. "Tapi Bu Ayu tau kan cara mesannya? Aku belum pernah makan di sini,"
"Oalah, gampang itu. Kita bayar dulu ini yuk,"
Kami berjalan ke kasir, bersyukur antriannya pendek, tapi pada pakai troli besar semua. Aku mendengus, sampai jam berapa ini aku mau berdiri...
"Mau yang spicy atau original, Mbak?" Tanya kasir yang ugh, kenapa harus pakai bahasa inggris.
Sekarang kami sedang di tempat makan, hm aku ingin makan burger. Bagaimana ya rasanya.
"Spicy itu apa sih, Mbak?" Tanyaku sewot. Tadinya aku sudah berencana minta Bu Ayu untuk memesankan kami, tapi eh Bu Rt menelpon minta dijemput di depan. Alhasil aku pesan sendiri.
"Pedas, Mbak."
"Terus yang ori-origin itu bedanya apa?"
"Yang original yang biasa Mbak, ga pakai pedas,"
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE (End)
Romance⚠️ BACA SELAGI LENGKAP 🚫 NO PLAGIAT-PLAGIAT CLUB ⚠️ REVISI TELAH SELESAI Awalnya semua baik-baik saja. Mia dan Adiknya menjalani kehidupan seperti biasa, menjajalkan kue buatan Ibunya di jalan besar bersama anak-anak dari kampungnya. Lalu kebakar...