"Kenapa kesini lagi?" Mia berdecak sebal saat Akbar sudah memasuki rumah kontrakannya. Sudah tiga hari pria itu bolak-balik dan ujung-ujungnya menginap di sana, dan Mia sangat tidak setuju.
"Aku bawa sate yang kemarin," Akbar mengangkat kresek berisi makanan kesukaan Mia. Setengah tergoda, wanita itu berkacak pinggang.
"Aku ga butuh," katanya mengelak.
"Tapi habis,"
"Ya daripada dibuang?"
Mia menyalakan keran, mencuci sayur untuk kemudian persiapan makan malam.
Sementara itu, Akbar beranjak pada kereta bayi di mana anaknya berada. Pria itu menyapa sang anak dengan sesekali melirik Mia yang masih menolak dibujuk.
"Mia,"
Mia tidak menyahut, hanya menoleh acuh.
"Aku serius, kita pulang ya?"
"Pulang aja, aku ga pernah ngundang kamu ke sini," kata Mia bernada sewot.
"Kamu masih marah?" Akbar mendekat, barangkali Mia meleleh dan mau membuka maaf untuknya.
"Kamu pikir aja sendiri,"
Akbar mematikan keran, menyita perhatian Mia yang semakin hari semakin lucu kalau marah.
"Kenapa sih, kamu!" Mia membanting baskom pencuci sayur di atas wastafel, lalu mengambil jarak untuk mengeluarkan emosinya. Dia tidak tahan berdekatan terus dengan Akbar yang selalu menyulut emosinya ke ubun-ubun.
"Aku tuh masih sebal dengan kamu, Mas! Jadi gak usah deh kamu cari perhatian di aku,"
"Coba dikatakan, Mia. Kamu sebal dengan yang mana, biar aku tahu,"
Mia berdecak, membuang muka.
"Kamu harusnya sadar sendiri kamu itu menyebalkan,"
"Aku tidak bisa membaca isi hati kamu,"
"Ya usaha kek!"
Mia melantur lagi, bingung mau mengucapkan apa. Pasalnya, tatapan suaminya selalu membuatnya terpana hingga kehilangan daya pikir kritis.
Akbar mendekat, memaksa Mia memusatkan perhatiannya pada lelaki itu.
"Kamu ga pernah anggap aku berharga, kamu datang sesuka hati bilang maaf terus mengusik lagi. Begitu terus, sampai kamu buat salah, bikin sebal, terus minta maaf. Aku ga butuh kamu bawa sate! Aku butuh kamu sadar kalau aku juga istri kamu, Mas. Mungkin ngomong begini bukan aku banget, tapi kalau ga begini kamu ga akan sadar kan?"
Mia nyaris terisak karena begitu menghayati perannya.
"Dari awal nikah, kamu ga pernah perhatian sama aku, kamu ga pernah perhatian dengan kehamilanku. Apa aku pernah protes dengan itu? Enggak kan?"
"Aku pikir setelah Bumi lahir, kamu akan membuka sedikit hati kamu buat aku, paling tidak karena ada Bumi. Tapi ternyata enggak, kamu lebih mementingkan perempuan yang tidak mau mengandung anak kamu ketimbang aku yang berdarah-darah melahirkan Bumi,"
"Coba kamu pikir Mas, kemarin kamu datang bawa maaf ke aku lagi. Tapi sebenarnya kamu paham tidak, kalau kesalahan yang diulang-ulang itu ga pantas dimaafkan?"
"Jangan diam, Mas! Bilang ke aku!" Mia tidak peduli kalau pukulannya di bahu Akbar menyakiti pria itu, dia juga tidak peduli kalau Akbar akan menilainya egois, Mia sungguh tidak peduli.
"Bilang, Mas. Bilang! Aku sadar kok ga bisa dibandingin dengan istri kamu yang cantik itu, sekolahnya tinggi, dari keluarga berada pula. Tapi kan, aku ga selalu bisa dijadikan yang kedua terus. Aku ga betah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE (End)
Romantik⚠️ BACA SELAGI LENGKAP 🚫 NO PLAGIAT-PLAGIAT CLUB ⚠️ REVISI TELAH SELESAI Awalnya semua baik-baik saja. Mia dan Adiknya menjalani kehidupan seperti biasa, menjajalkan kue buatan Ibunya di jalan besar bersama anak-anak dari kampungnya. Lalu kebakar...