33| Tamu

19.5K 1.5K 14
                                    

Mia ingin sekali menghamburkan uang yang tidak seberapa itu saat bocah bernama Agli yang mencuri hpnya ternyata sudah menjual benda itu lebih dahulu sebelum bertolak pulang.

Niat hati ingin mengamuk, tetapi melihat bagaimana kondisi rumah tempat bocah itu tinggal, Mia jadi menahan diri dan me-rem kuat-kuat emosinya.

"Kamu jual di mana hp saya?"

"Sama sopir truk, tante."

Heh, gila po?

Bagaimana Mia bisa menemukan ponselnya kembali? Ini bukan masalah nilai uang lagi, tetapi tentang isi hpnya. Bagaimana dia bisa menghubungi Mama mertuanya, Akbar, atau siapa pun kalau tiba-tiba dia dalam bahaya yang nyata.

Astaga, Mia sudah gemas ingin meremas mulut bocah itu.

"Saya mau bertemu supirnya, HP saya itu penting sekali, tolong dikembalikan. Saya ga butuh uang..."

"Gimana dong tante, masalahnya saya ga kenal supirnya, itu cuman orang lewat," kata bocah itu polos.

Mia mendongak, nyaris berteriak keras dan mengutuk.

"Ambil aja uangnya Tante, saya gapapa dikasih setengahnya aja,"

Apa? Syukur-syukur Mia mau memberi, bocah itu pede sekali!

"Sudah sana, saya mau pulang aja!" Ketus Mia.

"Ini buat saya, tan?"

Mia tidak menjawab, ingin sekali menimpukkan batu di kepala anak itu saking gemesnya. Dia harus bersyukur kendali emosinya masih kuat.

Dengan membawa Bumi, Mia berbalik pulang.

Sekarang dia tidak tahu lagi mau menghubungi siapa-siapa dengan apa. Melarikan diri untuk menghindari masalah, malah dipertemukan dengan masalah lain.

Hidup memang hambar kalau tidak ada Masalah.

Mia menggaruk rambutnya, kesal bercampur lapar. Dia sudah di luar rumah dari siang sampai menjelang magrib karena dia harus menanti-nanti cemas ponselnya dibawa kembali.

Sayang sekali dia kalah cepat. Kalau anak itu sudah dewasa, mungkin Mia akan dipenjara karena melakukan tindak kekerasan.

Iya, Mia marah dan jengkel.

"Nanti ya, sampai rumah..." Mia mengayunkan Bumi dalam gendongannya. Dia harus berjalan jauh melewati pemukiman hingga sampai ke jalan besar lalu berjalan sekitar 500 meter ke kontrakannya.

Lelah? Sangat. Rasa-rasanya dia sedang dihukum.

Mia membuka pintu kontrakannya, bersyukur dia masih mengingat di mana letak kunci rumah.

"Duh, laper deh Mamah," keluhnya pada Bumi yang sudah asyik menyusu. Mia mencuci muka sebentar, menyiapkan makan untuk mengganjal emosinya.

Kulkasnya selalu penuh, kebetulan kontrakannya ini mudah diakses penjual sayur keliling. Setiap lewat di depan kontrakan Mia, wanita itu selalu membeli apa saja agar uang yang diberikan mertuanya cepat berkurang.

Ya, Mama banyak menyiapkan keperluan Mia dalam menunjang rancangan filmnya semakin sempurna.

Sayang sekali Mia masih bingung entah yang dilakukannya benar atau salah.

"Eh udah tidur aja, anak gantengnya Mamah,"

Mia mencubit gemas pipi gembul Bumi, lantas meninggalkan dapur dan membawa anaknya ke pembaringan. Mia menaruh guling di sisi kiri kanan Bumi. Anak itu sedang senang senangnya belajar tengkurap, setelah sebelumnya mulai mahir membalikkan badan ke sisi kanan lalu kirinya, walau Mia kasihan karena Bumi belum terlalu bisa mengangkat dada dan kepalanya, tampak sering mudah lelah di posisi adaptasinya.

"Mama Ambil makan dahulu ya, sayang..." Mia bergerak mundur, menutup pintu dengan pelan setelah menyalakan AC. Ya, sengaja Mama mencarikan mereka kontrakan yang bagus karena cucunya itu tidak bisa tidur tanpa AC, terbiasa. Sementara Mia selalu masuk angin dan bersin-bersin karena tidak cocok, tengah malam dia biasakan mematikannya kalau Bumi sudah pulas. Sayang sekali anak itu sangat memahami suhu ruangan, sehingga Bumi pasti akan terbangun dan menangis.

Mia cepat-cepat mengambil makanannya, lantas memboyong semua atributnya ke kamar. Dia tidak mau ada insiden baru di tengah otaknya yang sudah bersarang laba-laba.

Mia teringat kontrakan di sebelahnya yang tempo hari digrebek polisi karena diduga menyimpan dan menggunakan obat. Yah, obat bagaimana lagi yang dimaksud sebenarnya kalau bukan narkoba.

Seisi kontrakan dibuat geger, tengah malam berkerumun di halaman kontrakan Mia sambil mengintip melalui pagar aksi polisi tersebut.

Padahal, yang diduga itu terkenal sekali di kalangan masyarakat, baik dan ramah pula. Mia sebenarnya takut, karena tempo hari sebelum kejadian, istri tetangganya itu sempat membagikan makanan untuknya entah dalam rangka apa.

Mia khawatir kalau-kalau dalam makanan itu ada apa-apa. tetapi setelah proses pemeriksaan selesai, ternyata tetangganya dinyatakan bersih. Mia nyaris melompat bahagia.

Bagaimana tidak, dia sedang menyusui. Kalau dugaannya benar, bisa-bisa anaknya terdampak. Syukurlah tetangganya tidak sejahat itu. Dan kata tetangga lainnya, mereka memang terkenal suka membagi makanan.

Mia cepat-cepat menghapus pikiran negatifnya. tetapi menurutnya memang wajar, toh dalam situasi seperti itu siapa yang bisa berbaik sangka?

Mia memelankan kunyahannya karena mendengar suara ketukan pintu. Dia melirik Bumi yang sudah pulas.

Pengalaman lain lagi. Salah satu kontrakan di sana juga pernah kebobolan maling. Tetangga yang bercerita itu masih sangat baru dari Mia. Pendatang dari luar pulau.

Ceritanya, malam itu dia sedang tidur selepas menonton Bola bersama suaminya. Sementara rumah kosong, suaminya tiba-tiba mendengar suara benda digeser dari dapur. Awalnya suaminya biasa saja. tetapi lama-lama dia seperti mendengar ada orang di sana.

Dengan kenekatan penuh, dia bangun dan mengecek dapur.

Tidak ada apa-apa, dia hanya melihat butiran beras terhambur di lantai. Ketika berbalik pergi, entah mengapa dia mendongak ke atas, seolah ada sesuatu yang menarik.

Dan memang menarik, ada orang sedang membawa karung kecil penuh dan juga tv mereka. Bukan itu yang paling menarik, tetapi parang di cela tangan orang itu sangat mengkilap diterpa cahaya.

Sontak suaminya membangunkan istrinya. Mereka bangun penuh ketakutan dan ternyata memang mereka kemalingan. Kontrakan mereka itu tipenya sederhana, bahkan tidak ada langit-langitnya. Orang tadi sudah pergi entah ke mana. Bukan hanya tv yang hilang, tetapi juga beras mereka berkurang banyak.

Mungkin pencurinya itu tidak ada uang hingga nekat mencuri beras.

Itulah sisi yang membuat Mia parno. Bagaimana kalau kejadian itu berulang padanya. Belum lagi rumah kontrakan dan isinya sangat lengkap, mengundang perhatian tetangga lainnya akibat ulah mertuanya.

tetapi hei! Mana ada maling mengetuk pintu?

Mia meletakkan piringnya pelan-pelan. Segera dia keluar tak lupa mengunci pintu kamar di mana Bumi tertidur, berjaga-jaga agar aman. Wanita itu mengambil air di gayung dan juga kain pel, barangkali orang itu mau berbuat jahat, Mia akan menyiramkan air dan memukulnya dengan tongkat pel lalu berteriak meminta tolong pada tetangganya.

Mia sudah melewati banyak pengalaman buruk. Mulai dari dihipnotis nenek-nenek hingga dicopet bocah di bawah umur.

Mia mengintip di jendela, ada sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Oh, jadi pencuri kali ini orang bermobil.

Ketukan kembali terdengar, Mia dengan deg-degan bercampur gemas segera membuka daun pintu yang sebelumnya telah dikunci tiga putaran.

Ketika pintunya bergeser, bukannya menyiram orang yang diduganya pencuri itu, Mia malah melepaskan kain pel dan gayung berisi air di tanganya saking terkejutnya.

Wanita itu terkesiap tajam.

Baiklah, kali ini benar-benar tamu, bukan pencuri.

***

Tukang sate🍢🍡

Made with love,

Searth__

SECOND WIFE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang