36| Dua tahun kemudian

25.7K 1.6K 27
                                    

Ternyata, hidup menjadi istri satu-satunya tidak semulus bayangan Mia. Ya begitulah, kadang dia lebih repot menghadapi sisi lain Akbar yang terlalu serius menghadapi kehidupan. Terlalu kebapakan untuk ukuran seorang perempuan seperti Mia.

Akbar sekarang sudah pandai diajak berdebat, sehingga Mia tidak begitu bosan di rumah, dan kadang topik debat mereka tidak jauh-jauh dari urusan ranjang.

Di lain sisi, rencana pindah ke rumah baru ternyata hanyalah wacana belaka, karena Akbar dan Mia buktinya masih tinggal di rumah yang sama. Bagaimana tidak, Mia tidak rela kehilangan tetangga-tetangganya yang baik hati dan berbudi pekerti luhur, perempuan itu tidak akan sanggup menjalani hubungan jarak jauh karena membuat bolu tidak bisa dilakukan di rumah masing-masing, tidak seru sama sekali.

Padahal, Akbar sudah membeli rumah baru, isinya sudah ada, tapi keputusan Mia luar biasa mengganggu ketentraman otaknya.

Bumi sudah lincah berjalan, dan tugas Mia semakin berat. Sementara Akbar, pria itu harus terbiasa dengan suara teriakan istrinya yang menggelegar seantero rumah kalau-kalau Bumi nekat naik tangga sendiri. Mia bahkan sudah pernah marah saking gemasnya ingin menghancurkan tangga menuju lantai dua supaya hatinya tidak was-was terus dibuat Bumi.

Baru-baru ini, Mia dibuat nyaris pingsan saat Bumi hampir ketumpahan minyak saking anak itu aktif sekali. Entah Bumi menuruni sifat siapa, mulutnya tidak banyak bicara, tapi gerakannya sangat mengganggu kebahagiaan masyarakat penduduk rumah.

"Maaas, huaaa..." Mia mendorong pintu dengan dramatis, merangsek ke atas kasur dan memeluk Akbar yang tengah bersandar di kepala ranjang menghadap laptopnya.

Bumi beberapa jam lalu dijemput Neneknya, walau Akbar berkeras diri tidak mengijinkan mengingat mamanya mau membawa anaknya itu ke Mall. Bumi sedang aktif-aktifnya, takut kalau Mama kesibukan belanja malah melupakan sang cucu.

"Mia? Kenapa?"

Mia semakin tersedu-sedu. Sebentar lagi air matanya menjadi mutiara saking dramanya.

"Itu Mas, si Cipa-Cipa itu jahat banget, huhuhu.... Masa si Kayla dibunuh Mas, aku ga terima. Jahat banget huaaa... Ma-mana lagi hamil..." kata Mia di tengah tangisnya, sesekali dia melap ingusnya di baju kokoh Akbar.

Gimana?

"Cipa? Kayla? Siapa mereka?" Akbar menengok pintu kamar mereka dengan penasaran. Tapi tidak ada siapa pun yang muncul di sana.

Akbar mengelus dadanya ketika mendapat pukulan dari Mia. "Ih! Kamu itu tiap hari menghadap internet masa ga apdet-apdet, Mas!"

Akbar menggaruk kepala, Mia kembali bergelayut di lengannya. "Cipa itu istri keduanya Yuda, Mas..."

Heh, siapa pula Yuda itu?

"Mia, orangnya ada di bawah? Ayo kita temui..."

Mia menggeleng. "Lagi iklan," gumamnya.

"Terus ya Mas, istri keduanya itu jahat banget, suka mendzolimi istri pertama. Aku aja ga pernah mendzolimi Mbak Shanas dulu, ya kan Mas?" Mia mendongak, mendapati Akbar dengan raut jengkelnya.

"Itu sinetron?"

Mia mengangguk polos. "Suara hati istri, kamu mau nonton?"

Akbar menggeleng tegas. Astaga, istrinya pasti sudah terkontaminasi dengan sang Mama. Sampai menangis, Akbar tak habis pikir.

"Ck, minggir sana," Akbar sudah tak minat. Bisa-bisanya hanya karena sinetron Mia jadi menangis. Dari mana coba sedihnya?

Akbar menaruh laptop nya begitu saja di atas kasur, beranjak keluar kamar meninggalkan Mia hanya untuk mematikan TV. Terkadang Akbar tidak paham jalan pikiran Mia.

SECOND WIFE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang