32| Liburan ala Mia

20.2K 1.4K 17
                                    

"Umh! Segeeeeerrr..." Mia tersenyum puas merasakan es kelapa muda mengalir melewati tenggorokannya, mengalahkan hebatnya sengatan matahari.

Ya, sementara Akbar kelimpungan sana-sini, Mia malah asik menikmati normal baru dalam kenormalan yang tidak normal.

Dalam dunia psikologi, pria mudah melupakan sesuatu tapi tidak mudah memaafkan. Sementara wanita sebaliknya, mudah memaafkan tapi tidak mudah melupakan.

Begitulah yang terjadi pada Mia selama ini. Dia selalu memaafkan Akbar, menganggap semua yang terjadi adalah bagian yang tidak perlu begitu dipermasalahkan. Mia selalu mampu mengendalikan diri untuk tidak mudah terpancing akan setiap permasalahan rumah tangga.

Memang begitu kan? Setiap kali Akbar berbuat salah termasuk mengabaikannya, Mia selalu menerima dan memaafkan. Selalu seperti itu siklusnya.

Tapi memaafkan bukan berarti dia melupakannya, tidak.

Ada waktu di mana manusia berubah melawan apa yang biasanya. Dan Mia, wanita itu baru saja merealisasikannya.

Mia bahkan tidak membawa pakaian apa pun selain yang melekat pada tubuhnya dan anaknya ketika berinisiatif meninggalkan rumah. Drama ngambek mode on. Mia begitu terpengaruh oleh FTV kesukaannya dengan sang Mama mertua.

Dan memangnya Mia bisa apa tanpa dukungan beliau?

Ketika wanita itu merana diabaikan suaminya, Mama malah menawarkan satu unit kontrakan mewah untuknya. Apa lagi kalau bukan demi menjalankan alur cerita buatan mertuanya itu agar semakin seru.

Mia tentu tidak ragu-ragu. Mungkin menyingkir sejenak ada baiknya. Paling tidak, selain mengharap pada suaminya, Mia mulai bisa menghasilkan uang dengan jerih payahnya sendiri. Berdagang kue misalnya.

Mia sangat-sangat pede menawarkan kue buatannya yang begitu absurd itu pada para tetangga barunya.

Semakin hari dia semakin nyaman, ada saja hal-hal seru yang terjadi setiap harinya jika dibandingkan dengan tinggal di rumah kediaman suaminya yang pengap dan penuh permasalahan yang tidak selesai-selesai.

"Haduh, kulit Mamah bentar lagi eksotis nih, Bumi sayang." Adu wanita itu pada bayi yang bahkan berbicara saja belum bisa.

Mia menyandarkan punggungnya di pohon kelapa, tersenyum kecil melihat anak-anak di lapangan berebut bola. Main ramai-ramai memang lebih menarik dibanding main sendiri.

Di semua hal, menurutnya.

Lantas, apa kabar ya, Akbar sekarang?

Benarkah lelaki itu sudah melupakannya? Ataukah memang pria itu tidak pernah mengingatnya barang sedetik pun?

Mia cemberut. Kalau begitu selama ini dia hanya membenarkan isi pikirannya saja, bahwa Akbar benar-benar peduli padanya.

Tapi benarkah? Mia sangsi, terakhir kali dia memohon pada lelaki itu, nyaris mengemis agar Akbar tidak pergi. Tapi sampai hari ini, Mia belum menemukan tanda-tanda kedatangan pria itu.

Ataukah memang Akbar tidak pernah mencari? Tidak tertarik?

Ah ini semua karena Mama! Kenapa juga dia harus mengikuti alur cerita buatan Mama mertuanya itu yang jelas-jelas penuh kesesatan walau terlihat menggoda.

Mama memang selalu penuh semangat di usianya yang sudah seberapa. Sekarang, wanita itu merangkak menjadi sutradara film dengan Mia si protagonis dan Akbar sebagai orang paling pantas yang dikerahkan menjadi bagian antagonisnya. Agar semuanya sempurna, Mama menyulap lika-liku film seolah-olah Akbarlah orang paling jahat di sini.

Padahal kalau ditelisik, Akbar tidak jahat, hanya banyak keliru. Lelaki itu selalu berusaha memprioritaskan keduanya, tapi kadang ada saja masalah di satu pihak yang membuat Akbar nampak mengabaikan pihak lain.

SECOND WIFE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang