Akbar sudah seperti mayat hidup. Hari-hari berjalan seperti satu periode menstruasi yang meresahkan dan tidak nyaman.
Setelah ditinggal Istri pertamanya, sekarang istri keduanya malah pergi juga. Bedanya, kalau Shanas pergi karena memang sudah tidak ada ikatan di antara keduanya, Mia malah izin liburan untuk waktu yang tidak dapat ditentukan.
Mia kemana, Akbar tidak tahu. Siang tadi ia pulang ke rumah dalam keadaan gamang, bercampur cemas tentu saja. Dan di tengah kecemasannya, pria itu menyempatkan diri untuk membeli banyak sekali sate barangkali Mia sedang merajuk.
Dan memang seperti itu terus kan, siklusnya? Akbar keliru dan Mia tidak pernah jual mahal, hingga lelaki itu terbiasa berbuat salah tanpa peduli bahwa Mia adalah perempuan yang sebagaimana pun cerewet dan cueknya perempuan itu, dia masih punya perasaan.
Kadang lelaki tidak paham itu.
Akbar terlalu banyak mengukur Mia melalui sikap perempuan itu. Sampai ia ada di titik ini, meski Mia pergi dengan embel-embel liburan atau cuti ibu rumah tangga sekalipun, Akbar sadar kalau ada yang salah di antara keduanya.
Bukan, maksudnya dia baru menyadari. Keterlambatannya memang pantas disalahkan.
Mia sudah pergi, melalang buana entah kemana. Sementara Akbar nyaris gila di rumah. Kantor berantakan, rumah lebih-lebih.
Memang apa yang bisa dilakukannya tanpa istrinya?
Akbar memejamkan matanya. Menatap bungkusan sate di atas meja yang tampak mengejeknya. Wanita itu merajuk lagi, kali ini benar-benar serius.
Akbar tidak mau mencari, walau dia tidak tahu teknisnya kemana istrinya itu pergi, tapi dia sudah bisa mencerna kalau ini adalah akal bulus Mamanya sendiri.
Memang Mia berani kemana dengan hanya meninggalkan pesan singkat di sobekan dus bertuliskan spidol merah dan diletakkan di atas meja.
Aku mau liburan, Babay! -tulisnya tak lupa memberi emot senyum di akhir.
Mau mengamuk? Sudah dari tadi. Rumah bagai barang pecah belah yang kini sudah bermetamorfosis menjadi kapal titanic yang menabrak bongkahan es lalu pelan-pelan tenggelam dan menghancurkan kemewahan di dalamnya.
Tidak, rumah kediaman Mia memang tidak seindah kapal titanic, tetapi jikalau menelisik ke dalam di mana semua perabot berserakan di lantai, sudah pasti ada perpecahan luar biasa yang terjadi. Karena Mia tidak akan membiarkan Akbar sekalipun melakukan hal kecil yang merusak penglihatannya, seperti menaruh handuk basah di ranjang misalnya. Apalagi ini, astaga Mia harus segera meringkaskan liburannya.
Akbar memijat kepalanya yang terasa begitu pening. Rokok ternyata tidak lagi menjadi teman yang cocok. Masalahnya semakin menjamur, sementara dia kehilangan kendali dan bersyukur masih punya pengendalian diri untuk tidak benar-benar bajingan dengan menyentuh minuman keras sebagai pelampiasan semata.
"Astaga Akbaaaaar!"
Sosok Mama muncul di pintu, bagai penyelamat di tengah kegelapan yang muncul membawa sejuta cahaya. Akbar mengangkat wajahnya, terusik akan pekikan Mamanya yang melengking tak tahu aturan itu.
"Kamu ngapain gelap-gelapan begi-- haah kenapa ini!" Mama menyalakan lampu dan terlihatlah segala kekacauan yang dibuat sang anak.
"Ya Allah anakku udah kayak mayat begini. Ngapain kamu?" Mama mendekat, merangkum wajah anaknya sambil bersikap sok prihatin, walau dalam hati ada senyuman mengejek.
Akbar menarik wajahnya menjauh. "Aku capek Ma,"
Buk!
Akbar sontak memegang pipinya yang mendapat pukulan dari tas manik-manik sang mama. Sungguh, ini pasti akan berbekas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND WIFE (End)
Romance⚠️ BACA SELAGI LENGKAP 🚫 NO PLAGIAT-PLAGIAT CLUB ⚠️ REVISI TELAH SELESAI Awalnya semua baik-baik saja. Mia dan Adiknya menjalani kehidupan seperti biasa, menjajalkan kue buatan Ibunya di jalan besar bersama anak-anak dari kampungnya. Lalu kebakar...