16. Andin

870 60 0
                                    

HALO! AKU BALIK LAGI NIH!! PENASARAN GAK SAMA JUDUL NYA? ANDIN SIAPA? JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN NYA YAA! AKU TUNGGU  NOTIF DARI KALIAN HEHE.


HAPPY READING!!!!

Ara membuka matanya perlahan saat sinar matahari masuk melalui jendela kamarnya. Ia menerjap lalu mengerutkan kening, siapa yang membuka jendela? Pikirnya.

Lalu gadis itu tersentak saat melihat ke arah samping, seorang laki-laki sedang duduk di kursi meja belajarnya. Refleks ia duduk.

"Daniel, kamu ngapain pagi-pagi di sini?" tanyanya.

Daniel menampilkan senyum manis nya. "Kangen," ucapnya menopang dagu.

"Semalem kamu baru dari sini loh. Dari kapan kamu di sini?" tanya Ara mengerutkan keningnya.

"Jam setengah 6 mungkin. Hari ini keluar, yuk? Udah lama loh kita gak jalan berdua," ucap Daniel tersenyum. Kemudian laki-laki itu berjalan maju mendekati Ara. Duduk di hadapan gadis itu melemparkan tatapan bertanya nya.

"Mmm, maaf. Aku gak bisa," balas Ara menatap Daniel dengan raut wajah bersalahnya.

Daniel mengerutkan kening, rahangnya mengeras. Lalu ketika tersadar, ia menutup matanya. Menghela nafas kasar kemudian kembali membuka mata. "Why?"

"Kak Adrian ngajak aku ke suatu tempat pagi ini. Katanya penting, maka dari itu aku gak sekolah sekarang," ucap Ara takut-takut.

Daniel memalingkan wajah. Jika biasanya ia akan memaksa dan tak menerima bantahan, maka berbeda sekarang. Daniel harus extra sabar, dirinya harus bisa meredam emosi dan menguasai egonya.

"Yaudah. Aku pulang dulu, lain kali jangan nolak, ya?" ucap Daniel sambil tersenyum. Tangannya terangkat mengacak gemas rambut Ara.

"Kamu gak marah?"

"Nggak, aku pergi dulu ya? Bye Ra!"

Lalu setelah itu, Daniel keluar. Meninggalkan Ara yang masih terdiam di tempatnya. Aneh. Biasanya Daniel selalu mengutamakan kehendaknya, apa yang laki-laki itu mau harus di patuhi oleh siapa pun.

•••

"Udah siap?"

Ara mengangguk menjawab pertanyaan kakak nya itu, Adrian. Ia mengikuti langkah lebar kakak nya keluar dari rumah memasuki mobil. Ara tak tau ia akan di bawa kemana oleh Adrian, ia menurut saja.

"Nanti di sana, kamu anteng-anteng ya Ra."

Lagi-lagi Ara mengangguk, sebenarnya ia penasaran, sangat. Tapi lihat saja nanti. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, sesekali Ara melihat ke luar jendela.

Adrian menepikan mobilnya di parkiran sebuah cafè. Laki-laki itu turun dari mobil nya di ikuti oleh Ara. Mereka masuk ke dalam cafè dengan Adrian yang melihat setiap penjuru cafè, seperti mencari sesuatu.

"Kita ngapain kesini, kak?" tanya Ara langsung.

"Ada yang mau ketemu sama kamu," balas Adrian membuat Ara mengerutkan keningnya.

Kemudian Adrian tersenyum saat seorang perempuan melambaikan tangan kearahnya. Laki-laki itu menarik pelan tangan Ara menemui perempuan itu.

"Pah, Ndin," sapa Adrian membuat Ara langsung menolehkan kepalanya kepada Adrian. Jangan-jangan?

"Kamu sudah datang, duduk Do."

Adrian mengangguk, lalu laki-laki itu duduk di hadapan seorang lelaki paruh baya yang tadi Adrian sebut 'Papa'. Ara ikut duduk, gadis itu duduk di samping seorang perempuan yang menatapnya seperti menilai, ia tersenyum kikuk.

"Jadi ini yang nama nya Ara?" tanya nya.

"Iya, Pah."

"Kamu sangat cantik, begitu mirip dengan Rido. Ah iya, perkenalkan, saya Abraham. Kamu sudah tau saya siapa, bukan?" ucapnya terkekeh pelan di akhir kata.

"I-iya Om. Ara tau," balas Ara tersenyum.

"Oh iya. Ra, kenalkan ini Andin, dia keponakan saya. Langsung ke intinya saja, saya menitipkan keponakan saya kepada Rido untuk beberapa minggu kedepan. Kamu tak keberatan?"

"Ah, iya Om. Ara gak keberatan, Ara seneng nanti bakal ada temen," balas Ara dengan mata berbinar.

Adrian terkekeh pelan, ia mengacak rambut Ara gemas membuat Andin mencebikan bibirnya kesal. "Andin mau cepet pulang!" ucapnya.

"Kok buru-buru? Kita ngobrol sebentar di sini ya Ndin?" tanya Papa yang di balas gelengan oleh Andin.

"Ck, Om! Andin gak mau, Andin mau cepet pulang!"

"Yaudah, Pa. Kita pulang aja langsung," ucap Adrian yang di sambut desahan kecewa dari sang Papa.

"Baiklah kalau begitu. Andin, kamu baik-baik di sana. Jangan menyusahkan Rido dan Ara. Ingat apa kata Om," ucap Papa menatap tajam Andin.

"Ara, sayang sekali tidak bisa berlama-lama. Lain kali kita bisa bertemu lagi dan berbicara tentang Rido mungkin ya? Yasudah, Papa duluan kalau begitu ya," lanjutnya.

"Iya Om."

"Lah, tadi kan Andin yang mau duluan. Kok si Om dulu sih," gerutu Andin memutar bola matanya malas

"Mau langsung pulang?" tanya Adrian menatap Andin dan Ara bergantian.

"Ayok, kak pulang!" ucap Andin berdiri. Menarik tangan Adrian begitu saja.

"Eh eh eh, bentar bentar."

Andin mengerutkan dahi saat Adrian melepas cekalan tangannya. Lalu ia menghentakan kaki nya saat Adrian tersenyum manis ke arah Ara dan menuntun gadis itu, berjalan di sampingnya.

Andin berdecak, lalu keluar dari cafè. Berjalan lebih dulu menuju mobil, menunggu kedua sejoli itu datang. Lalu setelah mereka mendekat dan Adrian yang sudah menghidupkan mobil, Andin membuka pintu depan mobil. Membuat Ara mengurungkan diri yang akan masuk ke dalam mobil.

"Lo di belakang ya, Ndin?" ucap Adrian membuat Andin merotasikan matanya.

"Nggak! Gue di depan. Ara aja yang di belakang!"

"Ndin!"

"Udah, kak. Gak papa, gak masalah juga duduk di mana pun," ucap Ara yang di balas helaan nafas oleh Adrian.

"Gak papa?"

"Gak papa, kak."

Ara membuka pintu belakang mobil, Andin seperti tak menyukai Ara, pikirnya. Tatapan gadis itu kepadanya seperti menyiratkan permusuhan. Tapi Ara berusaha berpikir positif dan menepis pikiran buruknya.

•••
To be continue

JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAM AKU YA! [HANAAF546] SAMPAI JUMPA DI CHAPTER SELANJUTNYA!

Arabelle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang