Hai
Jangan lupa vote dan komentar ya, satu vote dan komen dari kalian sangat aku tunggu-tunggu.
HAPPY READING!
•••
"Papi yakin kamu hanya menggertak."
"An-"
Dor
Semua orang yang berada di dalam ruangan dengan pencahayaan minim itu terdiam. Lalu ketika tersadar, dua orang itu menghampiri seseorang yang tertembak dengan teriakannya.
"PAPI!"
Andin menjatuhkan pistol yang ia genggam tadi, kemudian berlari menghampiri ayah nya yang terkulai lemas dengan paha yang tertembak. Bukan, bukan Andin yang menembaknya, tetapi orang yang kini berada di ambang pintu.
"Daniel! Lo apa-apaan sih?!" bentak Andin dengan tangisan nya.
"Ayo Ndin, kita bawa ke rumah sakit!" ujar Mami nya berusaha memapah tubuh suaminya itu.
Daniel tetap diam di ambang pintu, tidak memberikan aksea untuk kedua orang yang sedang memapah orang yang membuatnya marah itu keluar dari ruangan ini.
"Awas, Daniel! Bokap gue-"
"Gue mau dia mati," ucap Daniel dengan penekanan di setiap kata yang ia lontarkan itu.
Matanya memerah, ia menatap tajam pria paruh baya yang juga menatapnya dengan tatapan remeh, membuatnya semakin geram dan kemudian, Daniel kembali mengangkat pistol nya, mengarahkan benda itu ke kepala pria di depannya, membuat dua orang wanita itu berteriak histeris.
"STOP IT! Lo mau bunuh bokap gue, hah?!" teriak Andin dengan nafas memburu.
"Tolong minggir, kita tak punya masalah apa pun dengan kamu!"
"Kalian memang tidak. Tetapi lelaki tua ini punya! Kalian tau apa yang sudah dia lakukan terhadap gadis saya?! DIA HAMPIR MEMBUNUH GADIS SAYA!" teriak Daniel dengan nafas memburu.
Andin terdiam, apakah papi nya hendak membunuh Ara? Kekehan pelan dari sampingnya kembali menyadarkan Andin dengan situasi sekarang.
"Jangan di lepas, Pi. Kita ke rumah sakit sekarang."
Andin mengerutkan kening saat Papinya menekan sebuah tombol yang berada di dekatnya. Kemudian beberapa detik kemudian, datanglah beberapa orang pengawal.
"Rumah sakit," ucap Papi nya yang langsung di papah keluar dari ruangan.
Daniel diam, bukan berarti ia rela membiarkan Papi nya Andin di obati di sana. Tetapi kini, tanpa orang-orang ketahui, pistol sedang berada di pinggangnya. Siapa lagi kalau bukan pria tua itu yang menyuruh perintah?
"Keadaan Ara gimana?" tanya Andin mulai khawatir.
Daniel hanya melihat sekilas, diam tak menjawab kemudian setelah pistol itu dirasa tak lagi mengenai pinggangnya, Daniel keluar begitu saja. Ia harus menemui Ara, melihat kondisi gadis itu.
•••
"Andin sayang sama Papi. Tapi, apa yang udah papi lakuin itu keterlaluan. Di sini, yang salah itu Adrian bukan Ara," ujar Andin setelah mendengar semua cerita Mami mengenai Papi nya.
"Papi gak rela, anak kesayangan Papi harus menanggung beban seberat ini," balas Papi.
"Andin gak papa, beneran. Mungkin ini udah jalannya, Andin udah ikhlas kok. Andin bisa nerima anak Andin, maaf, Andin salah tadi. Tapi, Andin bener-bener sayang sama anak Andin," jelas Andin panjang lebar dengan menunduk. Ia tal berani melihat wajah kedua orang tuanya.
Andin mengangkat wajah nya ketika tak mendengar jawaban apa pun. Hatinya seperti tersayat ketika melihat Papi nya yang memalingkan muka.
"Maafin Andin, Papi, Mami."
"Waktu itu Andin gak tau, tiba-tiba tubuh Andin panas, dan-"
"Udah," potong Mami.
"Udah, Mami minta maaf, Mami gak mau kehilangan Andin, tapi Mami mau kamu kehilangan anak kamu. Mami sama Papi egois, maafin kita," lanjutnya kemudian memeluk tubuh anaknya.
"Papi...,"
•••
"Gimana keadaan kamu?"
"Lumayan baik, kamu abis dari mana, Daniel?" tanya Ara.
"Rumah," balas Daniel singkat.
Lalu keduanya sama-sama diam. Ara yang tak tahu harus berbicara apalagi, dan Daniel yang entah sedang memikirkan apa. Suara pintu terbuka membuat mereka sama-sama menoleh ke arah pintu. Tampak Andin yang berdiri dengan mata yang sembab, seperti habis menangis.
"ARA! MAAFIN GUE!" teriak Andin kemudian berlari menuju ranjang Ara, memeluk tubuh gadis itu dengan spontan.
"Jangan lari-lari," tegur Ara.
"Lepas! Lo bisa nyakitin dia!" tegur Daniel was-was. Pasalnya, Andin memeluk Ara dengan sangat erat, Daniel khawatir itu akan membuka luka Ara yang belum sepenuhnya kering itu.
"Sorry," ucap Andin setelah melepas pelukannya.
"Gak papa. Kamu abis nangis?" tanya Ara membuat Andin terdiam seketika.
"Gue- gue mau minta maaf, gara-gara bokap gue lo jadi kayak gini," ucap Andin menundukan kepalanya.
Ia sangat merasa bersalah sekarang, melihat keadaan Ara yang seperti ini, membuatnya sangat tak tega, ia tak bisa membayangkan bagaimana jika berada di posisi Ara, kakak nya yang di sekap, di pukuli habis-habisan, lalu ia yang hampir mati.
"Aku gak papa, bukan salah kamu, kok."
BRAK
Semua orang di dalam sana kini kembali menoleh ke arah suara pintu yang di banting. Ara membulatkan mata nya terkejut. "K-kak?"
"Gimana keadaan lo?" tanya Adrian berjalan menuju Ara dengan
Andin tersenyum getir saat Adrian melewatinya tanpa melihat sedikitpun kearahnya. Menganggap seolah-olah tak ada keberadaan Andin di sini. Andin mengerti, mungkin Adrian marah kepadanya.
"Kak-"
"Gue gak papa," ucap Adrian menurunkan tangan Ara tang hendak memegang wajahnya yang penuh dengan lebam-lebam.
"Aku juga gak papa, udah baikan."
"Sorry gue baru dateng sekarang, kemarin gue pingsan pas mau kesini," balas Adrian kemudian.
"Terus kakak gimana?"
"Gue gak papa. Kemaren di tolong sepupunya Daniel."
•••

KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [END]
Teen Fiction[COMPLETED] [Di private acak, follow agar bisa membaca] Ara tak suka jika Daniel lagi-lagi pulang dengan darah yang menempel di baju nya, tapi berbeda dengan Daniel, dia malah sebaliknya. Sikap yang bertolak belakang itu membuat Ara kerap tak bisa m...