11. Rumah Baru

1.1K 76 3
                                        

Happy reading!

"Gak usah deket-deket sama dia lagi! Kakak gak setuju kamu sama dia. Keluarga mereka itu bener-bener keterlaluan, gak hargain kamu banget," ucap Rido tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan.

Tadi, Rido langsung membawa Ara masuk kedalam mobilnya, setelah mengobati tangan Ara yang terluka, Rido kemudian bergegas menjalankan mobil. Ara memang lebih baik bersamanya.

Ara menunduk mendengar semua ucapan Rido. Untuk membantah pun ia tak bisa, nyali nya tidak sebesar itu sampai berani kepada Rido, bagaimana pun juga lelaki itu seorang mafia, jujur saja Ara masih memiliki sedikit rasa takut kepada Rido.

•••

Daniel membanting semua barang-barang yang berada di kamar nya. Semenjak kejadian tadi, Meri menyarankan Oma dan yang lain nya pulang karna Daniel pasti akan menyebabkan kekacauan. Dan Meri tak mau jika Daniel sampai melukai Oma.

"Argh! Bangsat!" umpatnya menendang kursi yang berada di depan Daniel.

Daniel keluar dari kamar nya, menutup pintu kamar dengan sangat keras sampai menimbulkan suara yang begitu menggelegar. Ia harus menjemput Arabelle, ya ia harus menjemputnya.

Lelaki itu berjalan dengan tergesa menuju mobil nya, menyalakan mobil, lalu keluar dari pekarangan rumahnya. Kenapa Ara harus mempunyai kakak?! Dan kenapa juga harus Rido? Lelaki itu juga sama berbahaya nya, dan jangan lupakan sifat Rido yang juga sangat licik.

Tinnn

Brak

Daniel mengumpat saat mobil yang ia kendarai menabrak pohon. Sial! Daniel keluar dari mobil, ia memegang keningnya yang berdarah. Lalu menendang ban mobil itu. Daniel mengambil handphone nya, menghubungi Rio untuk segera datang menjemputnya.

Orang-orang mulai berdatangan, dan Daniel hanya diam, duduk di bawah pohon sambil menerawang, tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang itu.

"Ini Kak minum dulu."

Daniel tersentak, lalu menoleh ke arah seorang laki-laki remaja yang ia perkirakan masih SMP. Ia mengambil air mineral itu lalu meneguknya dengan cepat, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Ini gimana bisa kayak gini atu kasep?" tanya seorang pria paruh baya sambil melihat mobil Daniel lalu Daniel.

"Harusnya hati-hati. Lagi mabuk ya? Makanya jangan mabuk, emang ya remaja sekarang itu pada gak bener, keluyuran malem-malem bikin masalah," lanjutnya lagi.

"Diem!" sentak Daniel menatap tajam pria paruh baya itu.

Daniel kesal jika mendengar suara omelan-omelan itu. Ia tak suka di tegur, kecuali oleh Ara. Dan ia juga tak suka di marahi, apalagi di nasehati seperti itu.

"Ck ck. Gak sopan ya."

"GUE BILANG DIEM YANG DIEM!" teriaknya membanting botol sembarang arah.

"Udah Pak, lagi pula kakak ini sepertinya memang tidak mabuk. Jaga ucapan ya Pak," ucap remaja yang memberikan air kepada Daniel itu.

Tap
Tap
Tap

"Daniel! Lo gak papa?!"

Daniel melihat tajam ke arah Rio yang berlari ke arahnya. "Lama!" sentaknya yang di balas decakan oleh Rio.

"Lo beresin ini semua, gue mau pulang," ucap Daniel merebut kunci mobil yang berada di tangan Rio.

"Kok lo kabur?! Woi!" Rio berdecak ketika melihat Daniel yang sudah berlalu dengan mobilnya, benar-benar menyebalkan.

•••

"Kakak gak makan?" tanya Ara ketika melihat Rido yang hanya membawa satu piring nasi.

"Nggak, kenyang," balas Rido yang di angguki Ara.

"Makan yang banyak, lo kurus."

"Enggak kok," ucap Ara setelah menelan satu suapan nasi, menurutnya berat badannya seimbang, tidak terlalu gendut dan tidak terlalu kurus.

"Iya iya, abisin makanannya."

Ara mengangguk lalu melanjutkan makannya, hanya beberapa suap. Mungkin sekitar 5 suap, ia sudah kenyang karna tadi juga ia makan di rumah Daniel.

"Abisin," ucap Rido.

"Kenyang, kak. Tadi kan Ara juga makan, udah ya?"

Rido menghela nafas, ia mengangguk lalu mengambil piring dari tangan Ara. Malam ini ia membawa Ara kerumah orang tua angkat nya, mungkin besok ia akan mengajak Ara keapartemennya agar Daniel tak mengetahui keberadaan gadis itu.

"Kak?"

"Kenapa?"

"Ara masih boleh sekolah kan?" tanya Arabelle menautkan jarinya.

"Nggak!"

Ara menunduk lesu, ternyata sama saja. Baik Rido maupun Daniel, sama-sama melarang keras dirinya untuk sekolah, padahal Ara sangat ingin melanjutkan sekolah dan mencapai impiannya. Bagaimana pun juga, Ara itu mempunyai mimpi yang ingin ia capai.

"Ara mohon, boleh ya? Ara baru masuk SMA, Ara gak akan minta kuliah. Sampai SMA aja Ara udah seneng banget," ucap Ara berusaha membujuk Rido.

Rido menatap tajam Arabelle. Ternyata gadis ini banyak berubah semenjak berpisah dengannya. Dulu, Ara tak pernah membantah apa perkataannya. Tapi terkadang Rido sadar, itu dulu bukan sekarang. Semua sudah berbeda.

"Nggak Ra, nggak!"

"Kenapa sih Ara gak boleh sekolah? Ara itu juga punya mimpi, Ara mau wujudin mimpi Ara. Seenggaknya Ara sekolah sampai lulus SMA. Ara gak akan minta macem-macem lagi kok. Itu aja udah cukup buat Ara," ucap Arabelle berusaha menahan tangisnya.

"Ara juga mau di ngertiin, bukan Ara doang yang ngertiin. Kak Rido sama Daniel tu sama aja, sama-sama gak bisa ngertiin perasaan Ara. Kalian itu sama-sama egois tau gak?"

Rido menghapus air mata yang terjatuh bebas di pipi adiknya. Ia menghela nafas kasar lalu mengangguk, "Oke! Ara sekolah. Jangan nangis," ucapnya kemudian.

Arabelle tersenyum, lalu tanpa aba-aba ia bergerak maju memeluk tubuh kakak nya erat sambil menggumamkan kata makasih. Ia begitu senang sekarang, sampai ia tak bisa berkata kata lagi.

•••

Arabelle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang