Andin menatap tubuh nya di cermin. Ia mengangkat baju nya ke atas, memperlihatkan perutnya yang mulai membuncit. Tangannya terangkat, mengelus lembut perut nya.
Kembali menurunkan baju, Andin berbalik, mengambil kunci mobil nya lalu keluar dari kamar. Tanpa sepengetahuan siapa pun.
Kemudian gadis itu menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Pikirannya berkecamuk, Andin bingung harus apa. Adrian, ia masih ragu kepada laki-laki itu. Dan ayahnya pasti akan segera tau dan itu akan membuat masalah besar. Andin tak mau itu terjadi.
Memberhentikan mobil nya di pinggir jembatan, Andin keluar. Ia berjalan menuju pegangan jembatan, melihat ke arah bawah, sungai besar yang akan menenggelamkannya jika ia tercebur kesana.
Lalu, apakah ia harus terjun ke sungai ini agar tak merasakan sakit yang di akibatkan Adrian? Lalu Andin akan bersama anaknya di akhirat nanti. Apakah perlu?
"Apa sih," Andin menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran buruknya.
Andin tak tega jika harus membawa anaknya untuk mati bersama. Ia masih punya hati, anaknya harus lahir, dan tumbuh dengan baik. Ya, Andin tak boleh egois.
Puk
Tersentak, Andin membalikan badan. Ia terkejut saat melihat Daniel yang berada di belakangnya. "Lo?"
"Lo ngapain di sini? Mau bunuh diri?" tanya Daniel dengan raut wajah datar.
"Gak usah sok peduli," ketus Andin kembali membalikan badan. Memegang pembatas sungai dengan erat.
"Gue gak peduli sama lo. Tapi kalo lo kenapa-napa, lo bakal buat masalah, dan itu berimbas sama Ara. Gue cuma peduli sama cewe gue," jelas Daniel tajam.
Andin menghela nafas kasar, menutup matanya perlahan untuk meredam emosi. Entahlah, akhir-akhir ini emosi nya tak menentu, labil.
"Gue gak bakal buat masalah. Mending lo pulang, tinggalin gue di sini."
"Ayo. Lo juga pulang," balas Daniel.
"Gue bawa mobil, lo pulang aja."
Daniel berdecak, dasar keras kepala. "Gue gak suka di tolak. Sekarang, lo masuk ke mobil gue."
"Lo maksa banget, sih?!"
"Gue gak peduli. Masuk sekarang, atau lo bakal nyesel," ancam Daniel dengan serius.
"Mobil gue gimana?!"
"Gue suruh orang buat ambil, lagi di jalan. Masuk sekarang," Daniel berbalik, berjalab menuju tempat di mana mobilnys terparkir.
Andin berjalan mengikuti Daniel, ia membuka pintu depan mobil, tapi urung karna ucapan Daniel.
"Lo di belakang, di depan cuma buat Ara."
Memutar kedua bola matanya malas, Andin membuka pintu belakang mobil. Setelah masuk, ia menutup pintu dengan keras sampai menimbulkan suara yang cukup keras.
•••
Andin kira Daniel akan melakukan hal yang tak diinginkan kepadanya saat mengetahui jika laki-laki itu membawa Andin ke apartemennya. Tetapi ternyata dugaannya salah, di dalam sana ada Ara yang sedang melihat laptop di kasur.
"Andin!"
Ara berdiri, berlari memeluknya sedikit erat. Andin berbalik memeluk Ara, kemudian melepas pelukan itu. "Kamu kok disini?"
"Tadi dia mau bunuh diri," balas Daniel mengambil handphone nya di atas nakas. Kemudian laki-laki berperawakan tinggi itu keluar dari kamar.
"Hah?"
"Enggak kok. Tadi cuma pengen nenangun diri aja, gak berniat juga," elak Andin berusaha meyakinkan Ara yang termenung.
"Andin, Ara lagi liat liat baju bayi loh. Buat keponakan Ara nanti, gemes gemes ih Ara jadi suka," ucap Ara antusias.
"Lo kenapa?" tanya Andin heran.
"Aku seneng lah, gak sabar pengen liat keponakan Ara," balas Ara mengelus lembut perut Andin.
"Lo seneng?"
"Iya lah seneng. Berapa bulan lagi sih keluarnya? Aku gak sabar, eh ayok! Kita liat-liat lagi baju nya," Ara menarik pelan tangan Andin keatas kasur. Ia memperlihatkan baju baju bayi yang tadi ia lihat-lihat kepada Andin.
"Menurut kamu anaknya bakal cewe atau cowo?" tanya Ara.
"Gua gak tau."
"Udah siapin nama belum? Kalo cewek, Andin mau kasih nama siapa?"
"Kalo cewek, apa ya bagusnya?" tanya Andin mulai berfikir.
"Andin sukanya apa?"
"Mmm. Gue bingung, kalo Emly gimana?" Andin mulai serius sekarang, wajahnya juga terlihat antusias. Tak sia-sia Ara membahas ini semua.
"Bagus banget! Kalo cowok gimana?"
"Mmm, kalo Adrian yang kasih nama itu dia mau gak, ya?" ucap Andin kembali dengan raut wajah khawatirnya.
"Pasti mau!" sarkas Ara cepat. Kemudian ia menutup mulutnya rapat-rapat. Semoga mau.
"Yakin?"
"Dulu ya kata Kakak, pas Mama hamil, mereka tebak nya laki-laki, emang pas di cek juga laki-laki. Nah Kak Adrian udah siapin nama buat aku, tapi ternyata yang keluar cewek. Katanya sih nama yang dia pikirin dulu mau di pake buat anak nya nanti," jelas Ara sambil tersenyum.
"Lo tau nama nya apa?" tanya Andin kembali antusias.
"Kak Adrian gak pernah ngasih tau Ara, rahasia katanya."
"Yaudah deh. Gue penasaran, kira-kira apa ya?"
"Aku juga penasaran. Yaudah, tunggu nanti aja."
Andin mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tersenyum kecil, kemudian berkata. "Makasih."
"Ha?"
"Makasih," ulang Andin membuat Ara terdiam.
Ara tam melakukan apa pun yang pantas menerima kata terima kasih itu. Lantas untuk apa Andin berterima kasih untuknya?
"Makasih buat apa ya, Andin?" tanya Ara bingung.
"Makasih, karna lo udah buat gue bahagia hari ini. Lo berhasil buat gue lupa sama pikiran buruk gue tadi pagi."
Ara tersenyum kecil. "Sama-sama."
•••
To be continueAku tau ini bukan hari Rabu. Tapi mulai sekarang, aku mau coba untuk selalu update, gak terus hari rabu. Semoga bisa yaa
Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [END]
Novela Juvenil[COMPLETED] [Di private acak, follow agar bisa membaca] Ara tak suka jika Daniel lagi-lagi pulang dengan darah yang menempel di baju nya, tapi berbeda dengan Daniel, dia malah sebaliknya. Sikap yang bertolak belakang itu membuat Ara kerap tak bisa m...