24. Hilang

594 42 0
                                    

Akhir bulan Juni. Yang mana itu berarti Andin yang sedang berulang tahun. Tanggal 30 Juni, hari ini, hari yang seharusnya menjadi hari bahagia Andin, malah menjadi hari terburuk Andin ketika mengetahui bahwa Adrian memghilang.

Laki-laki itu malah meninggalkannya juga bayinya yang butuh sosok seorang Ayah dan juga Suami. Brengsek memang. Bukan nya tanggung jawab, laki-laki itu malah meninggalkanya sendiri di sini.

"Maaf."

Sentuhan di bahu nya membuat Andin menoleh. Ara duduk di hadapan Andin, memegang tangan halus yang saling bertaut itu.

"Maafin Ara," ucap Ara menunduk.

"Bukan salah lo," balas Andin melepas tangannya yang di genggam oleh Ara. Membuat Ara semakin merasa bersalah sekarang.

Ting!

Suara notifikasi dari handphone nya membuat Andin dengan cepat menyambar alat canggih itu. Kemudian ia membulatkan mata saat melihat isi pesannya.

"Ra, bokap gue pulang hari ini," ucap Andin dengan raut wajah khawatir nya.

"Kesini?"

"Iya. Gimana kalo papi tau soal kehamilam gue? Adrian hilang, gimana kalo ...."

Andin menangis, jika kedua orang tuanya tau, mereka pasti sangat kecewa. Andin tak pernah kekurangan apa pun di hidupnya, semua di cukupi oleh kedua orang tuanya. Tapi balasan Andin sekarang adalah ini?

Ting!
Ting!
Ting!
Ting!

Ia kembali melihat handphone nya. Kali ini Mami nya yang mengirim pesan. Melihat itu, tangis Andin semakin menjadi. Tak menghiraukan Ara yang terus-terusan meminta maaf.

"Mami pasti kecewa," ucap Andin masih dengan isakan tangisnya.

Ting!

Papi nya kembali mengirimkan pesan, Andin dengan cepat membalas pesan keduanya dengan tangan bergetar, berusaha untuk berhenti menangis, tetapi susah.

Lalu setelah membalas pesan keduanya, Andin menyimpan handphone nya lagi. Ia melihat ke arah Arabelle, adik dari laki-laki yang sukses membuat hidupnya berubah seketika.

"Apa Adrian bakalan pulang?" tanyanya membuat Ara bungkam seketika.

•••

Laki-laki itu berusaha melepaskan tali yang mengikat seluruh tubuhnya. Namun nihil, talinya terlalu kuat sehingga ia tak bisa melepaskannya.

Cklek

Suara pintu terbuka membuat atensi nya teralih. Ia tersenyum ketika melihat siapa yang masuk kedalam ruangan ini. Itu Papa nya.

"Pah, bantu Rido Pah. Kenapa Rido ada di sini?"

"Maafin Papa. Papa ga bisa bantu kamu, Ayahnya Andin gak mau lepasin kamu gitu aja. Papa kesini juga perlu usaha, dia gak izinin Papa sama sekali buat ketemu kamu."

Ya, itu adalah Adrian. Bukan menghilang, tetapi laki-laki itu tiba-tiba di bawa oleh sekelompok orang yang memakai penutup wajah semalam saat ia akan pulang ke rumah setelah memikirkan keputusannya.

"Jadi orang tua Andin udah tau?" tanya Adrian.

"Iya. Kamu harus tanggung jawab Rido. Kamu harus tanggung resikonya."

Kemudian, pria dewasa itu keluar meninggalkan Adrian yang termenung sendiri di dalam ruangan ini.

"Mati gue."

•••

"Pisau?" tanya Ara kepada dirinya sendiri. Ia melihat seluruh permukaan pisau kecil yang tiba-tiba ada di depan pintu rumahnya pagi ini.

"Siapa yang kirim sih?"

Ting tong

Ara membuang pisau itu ketempat sampah yang berada di kamarnya. Kemudian membalikan badan, ia menurunu anak tangga menuju bawah. Membukakan pintu untuk orang yang menekan bel barusan.

"Adrian udah pulang?"

Ara tersentak. Itu Andin, gadis itu datang dengan keadaan yang sedikit buruk, kantung mata menghitam, rambut acak-acakan, baju kusut. Ara menggeleng.

"Kamu kenapa?" tanya Ara kemudian menuntun Andin untuk masuk kedalam rumah.

"Orang tua gue udah tau semuanya, Ra."

Andin menangis, sedangkan Ara terdiam di tempatnya. Sungguh, kini mereka dilanda keheningan, sibuk dengan perasaan masing-masing.

"Gue harus gimana? Ayah suruh gue gugurin, gue gak mau, Ra. Gue gak mau!"

"Tenang dulu ya, kita bisa-"

"Gimana gue bisa tenang?! Adrian hilang, dia gak mau tanggung jawab. Dan bokap gue mau gue gugurin anak gue sendiri! Gimana gue bisa tenang, Ra?! Gimana?!"

Andin terisak keras, ia memukul-mukul dirinya sendiri. Menggumamkan kata bodoh, Ara menahan tangan Andin. Dia tak tega, sungguh.

"Kamu jangan gini, nanti-"

"Awh!"

Andin memegang perutnya yang tiba-tiba saja terasa sakit, ia kembali menangis membuat Ara gelalapan seketika. Ara dengan cepat mengambil handphone nya. Menghubungi Daniel agar segera sampai ketempatnya.

Tadi malam, Daniel memberitahunya jika laki-laki itu akan datang pada pagi hari. Semoga saja Daniel sedang di jalan, ia harus cepat cepat membawa Andin ke rumah sakit. Takutnya, terjadi apa-apa dengan bayi dan Andin nya.

Ara tak mau itu terjadi.

"Sakit, Ra! Ini gimana...."

"Tahan bentar ya Andin, kita keliar yuk cari taksi."

Ara memapah Andin agar ksluar dari rumahnya. Kemudian berjalan menuju gerbang yang sialnya terasa sangat jauh. Namun, sebuah mobil yang masuk ke pekarangan rumahnya membuat Ara bernafas lega.

"Daniel! Bawa Andin ke RS cepet!" ucap Ara kepada Daniel.

Daniel, laki-laki itu dengan cepat membawa Andin masuk kedalam mobilnya. Setelah kedua gadis itu masuk, Daniel membalikan mobil, menjalankan kendaraan beroda 4 itu menuju rumah sakit terdekat.

"Andin tahan ya, Daniel cepetan!"

"Iya bentar," balas Daniel dengan santainya membuat Ara berdecak.

"Daniel!" sentak Ara membuat Daniel menambah kecepatan mobil nya, menyalip mobil lain agar cepat sampai ke Rumah Sakit dengan cepat sesuai perintah Ara.

Tak lama kemudian, mereka sampai. Ara membuka pintu, dan Daniel menggendong Andin sesuai dengan suruhan Ara. Membawa gadis itu masuk untuk di periksa lebih lanjut.

•••
To be continue

Hari terakhir puasa, gimana perasaan kalian?

Jangan lupa vote dan komen nya yaa!


Arabelle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang