17. Ketahuan

767 63 0
                                        

KETAHUAN APA NIH?
WAJIB VOTE YA HIHI

Ara mendudukan diri nya di atas kasur. Ia sangat lelah. Seharian ini Ara seperti nyamuk diantara Adrian dan Andin. Entahlah, tetapi Andin sangat gak suka jika Adrian selalu bersamanya.

Tadi saja saat makan siang, Andin dengan sigap duduk di dekat Adrian. Ah, yasudahlah. Ara menyimpan tas selempangnya di atas nakas.

Duk

Ara tersentak, lalu berjalan menuju pintu balkon nya. Ia penasaran dengan suara itu. Mengintip di balik jendela, Ara membulatkan mata saat melihat siapa yang membuat suara itu.

Daniel

Ara menghela nafas kasar, sudah berhari-hari laki-laki itu datang menyusup ke kamarnya seperti ini. Daniel bilang sih kebiasaan barunya. Tapi Ara bersyukur, Daniel tak pernah lagi memaksakan kehendaknya kepada Ara. Itu yang membuat Ara luluh.

Cklek

"Kamu mau ngapain kesini?"

Daniel mendongak, kemudian tersenyum sambil berdiri. Barusan kaki nya tak sengaja terkantuk kursi yang ada di balkon. Sempat kesal karna kursi itu tapi ia kembali tersenyum saat melihat Ara.

"Mau ajak ke pasar malam. Kamu liat lampu-lampu itu? Kayaknya di pasar malam seru banget," ucap Daniel tersenyum manis.

"Harus sekarang banget emang? Aku capek, baru pulang," balas Ara membuat senyum Daniel luntur seketika.

"Capek banget emang? Aku kangen banget sama kamu," ucap Daniel terkesan memaksa.

Ara merasa bersalah sekarang. Kemudian ia mengangguk, mungkin malam ini saja ia keluar diam-diam bersama Daniel. Semoga saja Adrian maupun Andin tak mengetahuinya.

"Yaudah, aku ambil tas dulu ya, Daniel?"

Daniel mengangguk, laki-laki itu ikut masuk saat Ara masuk kedalam kamar. Ara mengambil tas selempang yang tadi ia simpan di atas nakas. Kemudian ia terdiam.

"Kita lewat mana?"

"Balkon."

"Tapi aku takut," ucap Ara.

"Nggak, ada aku. Gak bakal jatuh kok!" balas Daniel meyakinkan.

"Beneran?"

"Bener."

Ara mengangguk lalu berjalan hendam mengikuti Daniel sebelum pinru kamarnya di buka seseorang. Ara lupa mengunci pintu.

Kedua sejoli itu menoleh ke arah belakang. Ara tersentak, itu Andin. Sedang menatapnya dan Daniel dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Dia siapa?"

"D-dia...,"

"Daniel, pacarnya," balas Daniel datar.

"Pacar?" ucap Andin dengan binar bahagia.

"I-iya."

"Kalian mau pacaran berarti? Yaudah, hati-hati! Jangan sampai Adrian tau. Kalian lewat depan aja, biar Andin yang alihin Adrian."

Ara tak tahu apakah ia benar atau tidak. Tapi, binar yang Andin pancarkan begitu bahagia. Sepertinya gadis itu sangat senang ketika mengetahui Ara mempunyai pacar.

"Thanks kalo gitu. Tunggu apa lagi?" ucap Daniel kemudian.

Andin mengangguk, lalu keluar dari kamar Ara. Menutup pintu sambil tersenyum-senyum.

Yes, berduaan sama Adrian! batinnya bersorak senang.

Andin berjalan menuju kamar Adrian, tanpa aba-aba ia membuka pintu kamar sekaligus membuat Adrian yang sedang duduk dengan laptop di pangkuannya itu menolehkan pandangan.

"Kenapa?" tanya Adrian dengan alis terangkat.

Andin tersenyum, entahlah. Sangat sulit untuk melunturkan senyumnya ini. Ia sangat bahagia ketika mengetahui jika Ara mempunyai pacar, berarti jika begitu Ara tak akan punya banyak waktu dengan Adrian.

"Kamu punya pacar gak?" tanya Andin langsung.

"Ngapain kamu tanya gitu?" Adrian menyimpan laptop nya di atas kasur.

"Tanya doang emang gak boleh?" ketus Andin.

"Kalo gue punya pacar emang kenapa?"

Raut wajah Andin berubah seketika. Ia menatap datar Adrian. Ia harus menyingkirkan siapa kali ini? Pikirnya.

"Kamu punya pacar?" tanya Andin datar.

"Enggak."

Andin kembali tersenyum. Ia naik ke atas kasur Adrian membuat Adrian menatapnya heran. Kemudian Andin berbaring, ia melihat langit-langit sambil berhalu ria.

"Ngapain lo kesini? Keluar."

Haluan Andin buyar saat kata 'keluar' itu masuk kedalam pendengarannya. Ia duduk kemudian berdecak.

"Kenapa sih kamu gitu sama aku? Sama Ara aja nggak," balas Andin.

Adrian terkekeh pelan. Ia melihat ke arah Andin sepenuhnya.

"Ara adik gue, adik kandung gue. Wajar dong kalo gue bersikap manis, sayang, sama dia," balasnya kemudian.

"Iya juga sih," ucap Andin lalu jeda.

"Tapi Andin juga mau di gituin sama kamu. Andin suka sama kamu," balas Andin lugas membuat Adrian tersentak.

"Hah?"

"Andin suka sama kamu!"

"Lo keponakan bokap gue! Mana bisa suka sukaan gitu!"

"Tapi kan kamu bukan anak kandung Om. Boleh dong!"

"Nggak!"

"Boleh!"

"Nggak, Ndin!"

"Boleeehhh!"

"Gue bilang nggak!"

"Andin bilang boleh!"

"Nggak, udah. Lo keluar dari kamar gue!"

"Ck. Nggak mau! Andin aduin sama Om Andin tau rasa loh!"

Adrian terdiam, membuat Andin tersenyum puas. Gadis itu kembali berbaring kemudian menarik selimut sampai dada. Perlahan mulai menutup mata nya melupakan hal apa yang akan ia lakukan kesini tadi.

Adrian berdecak. Tak menyangka jika Andin menyukainya.

Arabelle [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang