Andin menggigit kuku jari nya resah mengingat ucapan Adrian tadi. Jika ayahnya tau jika Andin hamil, habis sudah. Bukan hanya Andin yang akan di marahi habis-habisan, tetapi juga Adrian. Apalagi ayahnya tipikal orang yang nekat dan emosian, Andin takut jika ayahnya melakukan hal yang tak di inginkan kepada Adrian.
Flahsback on
"Gue bakal tanggung jawab."
Andin tersenyum kecil, menghela nafas lega karna Adrian yang akan bertanggung jawab. Ia mengelus pelan perutnya, berusaha memberitahu anaknya bahwa Adrian tak mungkin setega itu, walau tadi ia berfikir begitu karna Adrian yang tak mau bertanggung jawab.
"Tapi gue butuh waktu, jangan bilang siapa-siapa dulu. Kalo udah saatnya, gue bakalan datang ke rumah lo, nemuin bokap-nyokap lo buat tanggung jawab. Nggak sekarang," tambah Adrian membuat senyum Andin luntur seketika.
"Kenapa gak sekarang?" tanya Ara.
"Ra ... kakak butuh waktu buat nenangin pikiran kakak. Ngertiin gue kali ini aja Ra, Ndin."
Flashback off
Sedangkan di sisi lain, Adrian yang sedang duduk dengan sebatang rokok yang ia apit itu memejamkan mata nya erat-erat. Ia telah melakukan kesalahan besar dengan membuat Andin hamil. Sekarang, ia harus menyiapkan nyali untuk bertemu dengan Ayah Andin.
Pria itu sangat menyayangi anak semata wayangnya, jika dia tau, Adrian bisa mati saat itu juga, kecuali ... jika Andin yang memberi kesempatan untuknya dengan membujuk Ayahnya agar Adrian masih bisa hidup.
Adrian membuang rokok nya sembarangan, kemudian ia menginjaknya. Berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Ara. Ia harus berbicara dengan laki-laki itu.
Setelah sampai, Adrian terdiam di depan pinru bercat putih itu. Ia ragu untuk masuk, takut melihat tatapan kecewa adik nya lagi. Tapi Adrian juga harus menjelaskan semuanya, menjelaskan jika ia benar-benar tak sengaja melakukan itu semua.
Tok ... tok ... tok
Adrian mengetuk pintu itu, tetapi tak ada jawaban. Hingga ia memberanikan diri untuk membuka pintu itu langsung, dan pemandangan yang ia lihat, mampu membuat Adrian terdiam dengan rasa bersalahnya.
Ia mendekati Ara yang duduk di kursi balkon menatap langit dengan tatapan kosong. Entah apa yang di pikirkan gadis itu, tetapi Adrian yakin, ini tentangnya dan Andin.
"Ra," ucap Adrian menyentuh pundak Arabelle.
Ara hanya melihat sekilas, lalu kembali menatap langit yang kini di penuhi bintang-bintang. Sangat indah dan mampu menenangkan hati yang melihatnya.
"Lo mikirin gue ya? Maaf Ra, lo pasti kecewa banget sama gue. Gue ngerasa bersalah banget sama lo," ucap Adrian duduk di bawah kaki Ara.
Laki-laki itu menelungkupkan kepalanya di tangan yang ia simpan di paha Ara. Menutup mata nya secara perlahan, ia butuh Ara untuk menenangkan pikirannya, hanya adiknya.
Ara tersenyum kecut mendengar ucapan Adrian, ia mengelus lembut kepala laki-laki itu.
"Rasa kecewa Ara, gak seberapa dengan rasa kecewa nya Andin. Dia pasti kecewa banget, orang yang amat dia cinta, berhasil buat dia kecewa," ucap Ara.
"Seharusnya, kakak ngerasa bersalah sama Andin juga bayinya. Kak ... jangan buat kesalahan lagi, ya? Kakak harus tanggung jawab," tambahnya lagi.
Adrian mengangkat wajah nya, dan dapat Ara lihat wajah laki-laki yang biasanya tersenyum untuk Ara, kini menampilkan wajah murungnya, bahkan mata laki-laki itu kini berkaca-kaca.
"Gue udah buat lo kecewa, mama sama papa pasti kecewa di sana. Tapi Ra ... gue bener-bener gak sengaja. Waktu itu gue mabuk, dan ... semua berjalan gitu aja."
"Kakak pasti tertekan banget, ya? Tapi, kak ... coba kakak ngerti keadaan. Bayangin kalo kakak gak mau tanggung jawab, Andin pasti sedih banget. Dia juga sama tertekannya, kasian juga anaknya. Itu anak kakak juga loh. Masa kakak tega?"
Ara menatap intens Adrian yang merenung. Ia tersenyum, "Kakak buat keputusan ya, semoga keputusan kakak gak buat aku, dan semua orang kecewa."
•••
Daniel berdecak saat lagi-lagi panggilan telfon nya tak di jawab. Ia tak tahu Ara sedang apa sekarang, sebenarnya ia khawatir. Namun, Ara menyuruhnya untuk pulang tadi.
Mungkin gadis itu ingin berbicara berdua dengan Adrian. Daniel bingung sekarang, jika Adrian bermasalah, Ara pun akan ikut terseret. Pasti gadisnya akan sangat terpukul jika Adrian bermasalah.
Daniel juga tau orangtuanya Andin. Laki-laki itu tak akan diam ketika anak kesayangannya terusik. Apalagi Andin hamil dan Adrian sempat menyuruh menggugurkan bayi itu, masalah pasti akan terjadi.
Dan jika tak mau itu terjadi, Daniel harus membantu Adrian membereskan masalahnya dengan orang tua Andin. Nanti saja Daniel bantu jika Adrian sudah ketahuan.
•••
Ara menghela nafas berat saat Adrian sudah keluar dari kamarnya. Setidak nya, Adrian sedikit terpengaruh dengan ucapannya tadi. Semoga saja Adrian cepat-cepat bertanggung jawab.
Ia melirik handphone nya yang menyala. Terdapat beberapa notifikasi di sana, karna penasaran, Ara dengan cepat melihat notif itu. Ternyata Daniel.
Laki-laki itu menelponnya sebanyak 7 kali, tapi karna ia mengecilkan volume notifikasinya, Ara tak mengetahui jika ada panggilan masuk ke handphone nya.
Ia menelpon balik laki-laki itu, takut-takut jika Daniel marah dan berujung merajuk kepadanya.
"Daniel, maaf ya. Tadi Ara lagi sama Adrian," ucap Ara memberi pengertian sebelum laki-laki itu marah.
"Gak papa. Kalian emang butuh waktu buat saling cerita. Biar Adrian tenang, kamu juga tenang."
Menerjapkan matanya berkali-kali, Ara mengerutkan kening. Tumben sekali?
"Makasih udah ngertiin aku," ucap Ara.
"Iyaa. Selama ini aku gak pernah ngertiin kamu, jadi kali ini-"
"Kata siapa sih? Gak usah ngomong gitu. Udah ah, aku mau tidur, ngantuk," balas Ara memotong ucapan Daniel.
"Yaudah. Goodnight sweetheart."
Ara mengulum senyumnya, kemudian tanpa menjawab ia menutup panggilan secara sepihak. Tersenyum kecil, Ara membaringkan tubuhnya di atas kasur. Semoga saja besok keadaannya lebih baik dari hari ini.
Semoga
•••
To be continueJangan lupa vote dan komen ya. Bye.
![](https://img.wattpad.com/cover/243852138-288-k304615.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [END]
Teen Fiction[COMPLETED] [Di private acak, follow agar bisa membaca] Ara tak suka jika Daniel lagi-lagi pulang dengan darah yang menempel di baju nya, tapi berbeda dengan Daniel, dia malah sebaliknya. Sikap yang bertolak belakang itu membuat Ara kerap tak bisa m...