Lembaran buku terbuka begitu saja. Terpapar sembarang arah diatas meja belajar. Buku catatan dengan tertulis beberapa bait kalimat tergeletak begitu saja.Tangan seorang perempuan dilipat diatas meja demi menyangga kepalanya. Kedua matanya masih terpejam, hanyut dalam kelelahan. Wajahnya disinari terangnya lampu belajar dengan cahaya redup.
Dalam ketenangan dikala sang empu masih berlabuh dalam lautan bawah sadar, sebuah alunan musik menggema pada seisi ruangan.
Ternyata itu ulah ponselnya yang menderingkan alarm rutinnya untuk memulai aktivitas.
Gadis yang mulanya tidur akhirnya terbangunkan. Perlahan kedua kelopak matanya dibuka, menampilkan iris [e/c] memikat. Lingkaran hitam dibawah mata senantiasa melekat disana. Makin hari makin membesar.
Tubuhnya direnggangkan. Gadis itu menghirup dan membuang nafas perlahan. Lalu meneguk tiga tegukan air minum pada botol yang tak jauh dari jangkauan.
Perlahan kedua kaki melangkah mendekati jendela. Menyibak tirai dan membuka jendelanya agar udara segar masuk.
Disana terlihat suasana jalanan pada pagi hari dengan beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Beberapa pejalan kaki, mayoritas anak sekolahan yang menggerakkan kakinya demi mencapai tujuan.
Kemudian dirinya beralih pada kamar mandi. Mencuci mukanya dengan air pada wastafel dan menggosok giginya dengan pasta gigi yang dalam keadaan hampir habis.
Dirasa selesai ia pun kembali pada tempat dimana ia menghabiskan waktu tidurnya semalam disana. Mengambil satu persatu buku yang masih tergeletak disana, lalu menyusunnya ditempat semula.
Tak lupa dengan memasukkan beberapa buku catatan yang ia rasa perlukan untuk hari ini. Saat beres, setidaknya ia merasa lega melihat keadaan meja belajarnya yang terlihat lebih tersusun rapih.
Tertidur diatas meja belajar tidaklah buruk. Setidaknya ia tak perlu merapikan tempat tidurnya pada pagi hari. Tempat tidurnya masih tersusun rapih, sangat rapih.
Dengan ini, ia bisa melakukan hal yang lain. Seperti mencuci? Atau mungkin melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia lakukan pagi ini.
Karena ia hanya bisa bergantung pada diri sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa ia andalkan. Sudah sekitar 4 tahun, gadis muda ini terbiasa melakukan semua hal sendiri.
Keadaan yang memaksakan dirinya untuk tetap bertahan dalam kondisi sebatang kara. Bisa atau tidak bisa bukanlah prinsipnya. Melainkan 'harus' ia lakukan jika tidak ingin mati kelaparan atau berakhir pada daerah sekitar bawah jembatan.
[Full Name] namanya.
Gadis yang tahun ini memasuki 19 tahun hidup sendirian ditengah peradaban yang jaya. Tinggal di kota besar hanya dengan mengandalkan diri sendiri.
Tentu bukanlah hal yang mudah. Bahkan cukup membuat dirinya harus membanting tulang setiap harinya. Rasa lelah bukanlah hal asing baginya. Entah itu lelah fisik maupun batin, gadis ini sudah sangat terbiasa.
Demi menghidupi diri, ia rela mengambil dua kerjaan sekaligus walau melelahkan. Ditambah lagi, ia adalah seorang mahasiswi dari salah satu universitas di kota ini.
Beruntungnya, [Name] adalah gadis yang cerdas. Pelajar yang cerdas akan mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sehingga mereka yang termasuk, tidak perlu mengeluarkan uang untuk membiayai sekolah.
Setidaknya bebannya sedikit berkurang. Walau bekerja dengan dua pekerjaan sekaligus, masih tak menjamin kecukupan untuk kebeelangsungan hidup.
Maka dari itu, lelahnya dikala sehabis bekerja bukan menjadi penghalang untuk tetap melakukan kewajiban sebagai seorang mahasiswi.
Rasa kantuk dilawan. Jadwal tidur rela dibuat berantakan. Makan tidak teratur. Pikiran terasa berat. Beberapa pil obat diteguk demi meredakan sakit kepala yang tiba-tiba meyerang.
Semua ia lakukan demi menjaga kestabilan hidupnya agar tetap digaris 'cukup'.
Meski terbiasa demikian, bukan manusia jika tidak merasakan down. Atau bahkan mendapat serangan panik, stress, tekanan mental, dan sebagainya dikala berada pada batas dirinya.
Sebagai pelarian, menyakiti diri sendiri adalah sebuah solusi buruk untuk menghilangkan sejenak tekanan pada pikiran.
Walau termasuk gadis berpendidikan, tentu tidak menjamin bahwa gadis ini tak pernah melakukan hal diatas. Oh lihat saja kulit disekujur tubuhya.
Apa terlihat bekas luka? Tentu.
Bahkan jumlahnya sudah tak bisa disebutkan berapa banyak. Seakan-akan goresan tersebut memang dibuat ada untuk dirinya.
Ia tahu itu buruk. Tapi semua dihiraukan begitu saja demi membuat keadaan dirinya jadi lebih baik.
Jika saja hari itu tak terjadi, mungkin hingga saat ini kebiasaan buruk itu takkan pernah ia alami.
"Andai aku bisa mengutuk masa lalu"
TBC..
• jangan lupa tinggalin jejak!
sabar bre, masih awalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐞𝐧𝐝 | 𝐊𝐨𝐳𝐮𝐦𝐞 𝐊𝐞𝐧𝐦𝐚
Fanfiction𝘩𝘰𝘭𝘥 𝘮𝘺 𝘩𝘢𝘯𝘥𝘴, 𝘵𝘪𝘭𝘭 𝘵𝘩𝘦 𝘦𝘯𝘥. .・。.・゜✭・.・✫・゜・。. Terlahir di dunia ini justru dianggap gadis bernama [Full Name] sebagai kutukan. Tak ada kata yang mampu mendekskripsikan betapa kejam kehidupan. Jika disuruh memilih, gadis ini ak...