[2]

1.4K 190 48
                                    


  Sweater, celana hingga atas mata kaki, sepatu sneakers, dan tak lupa dengan kaos kaki yang senantiasa menjadi outfit harian bagi perempuan ini.

  Tidak peduli dengan cuaca hingga musim apa saat ini, pakaian ini menjadi pilihannya sehari-hari. Cukup untuk menutupi bagian tubuh yang dipenuhi corak lukisan dari sayatan pisau.

  Ia memilih untuk berjalan menuju kampusnya dibanding membuang uang demi menaiki kendaraan umum. Tak pula begitu jauh.

  Memasuki wilayah persekitaran kampus, beberapa pasang mata mulai menyorot pada keberadaan dirinya. Walau ia tak memiliki niat untuk peduli, tapi ia juga bisa merasa risih.

  Apalagi jika rumor-rumor mengenai dirinya itu mulai terdengar bagai bisikan tajam dipenjuru koridor, jika bisa ia memilih untuk menjadi tuli.

  [Name] tidak pernah berniat untuk menanggapi atau membuka suara mengenai hal itu. Biarkan hujatan hingga fitnah buruk mengenai dirinya terus berdatangan, mentalnya bukan tandingan.

"Masa laluku jauh lebih menyeramkan dari rumor yang kalian buat"

°°°

  Duduk salah satu bangku taman sembari meneguk sekaleng kopi pada genggamannya. Netra [e/c] menyorot pada halaman buku yang sedang berada dipangkuannya.

  Sembari meneguk kopi pada genggamannya, pikirannya mencoba menelaah satu demi satu artian pada kalimat yang tertera.

  Persetan mengenai cinta. Ia sama sekali tak berminat untuk ikut campur didalam dunia percintaan. Niatnya menutup rapat hatinya sudah bulat semenjak kejadian itu.

  Namun menghindari cinta tak semudah membalikkan telapak tangan. Pasalnya, semua hal selalu dikaitkan dengan cinta saat ini. Ia bisa muak mendengarnya.

  Bahkan buku bacaan yang ia temui di perpusatakaan umum mayoritas berisi mengenai seputar percintaan.

"F*ck love, mengapa semuanya harus dikaitkan dengan cinta?" umpatnya kesal

  Kadang ia bertanya pada orang-orang disini. Mengapa tidak menjual buku mengenai cara cepat untuk mati? Atau mungkin cara melarikan diri dari kenyataan?

  Terdengar lebih menarik dan tentu lebih berguna baginya. Tentu juga bagi orang diluar sana yang terjebak garis nasib yang sama seperti dirinya.

  Puas mencaci-maki atas kenyataan hidupnya, ia mendapati siluet seseorang yang makin membesar. Hingga saat siluetnya sudah cukup besar, ia berhenti.

  Perempuan yang tengah duduk disana terpaksa mendongak keatas demi melihat siapa pemilik siluet tersebut. Karena jarang sekali ada orang yang mau mendekati dirinya.

"Disini kosong?"

  Terlalu malas membuka mulutnya, gadis itu hanya mengangguk lalu bergeser ke bagian yang kosong.

"Terima kasih"

  Balas sosok tersebut.

  Ternyata seorang lelaki. Awalnya ia mengira bahwa lelaki itu adalah perempuan. Gara-gara model rambutnya yang mirip-- menyerupai perempuan.

  Tentu laki-laki ini tidak asing bagi [Name]. Bahkan semua orang disini pasti mengenalnya.

"Sendirian lagi?"

𝐈𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐞𝐧𝐝 | 𝐊𝐨𝐳𝐮𝐦𝐞 𝐊𝐞𝐧𝐦𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang