[25]

488 81 21
                                    


  Helaan nafas lolos dari kedua bibirnya. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pada meja sedari tadi. Netranya menggulir pelan. Menatap tiap wajah yang berlaluan sejak 10 menit yang lalu.

  Pusat kota menjadi semakin padat pada sore hari. Orang-orang sibuk berpulang dari kerja, kemudian berhambur pada sepanjang jalan kota yang dihiasi lampu kelap-kelip sebagai pemanis pada malam hari.

  Pandangannya mengarah pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya, kemudian atensinya berbalik lagi pada pintu masuk cafe yang makin ramai pengunjung.

  Ini seperti sebuah kesalahan besar.  Mengapa dengan beraninya ia mengundang sesorang yang seharusnya tidak ia undang kemari. Dengan alibi mengajak bicara hingga menjelaskan deretan permintaan maaf dari kesalahan yang pernah ia buat.

  Kesalahan besar yang orang-orang waras tidak akan bisa maafkan.

  Sembari kedua matanya mempertahankan berkonsentrasi pada salah satu visual yang ia yakini akan datang dari balik pintu, suara bising dari orang-orang yang berdatangan kian mengganggu.

  "Argh sialan, tempat ini semakin ramai." umpatnya kesal.

  Saat ia hendak berdiri, kedua netranya menangkap sosok yang ia tunggu kehadirannya sejak tadi. Tanpa menunggu lama, ia merogoh isi saku dan meletakkan uang senilai 5 yen diatas meja. Lalu memakaikan kembali blazer abu-abu gelap yang sejak tadi terlantarkan di bangku tempat ia duduk.

  "Ambil saja kembaliannya!"

°°°

  Niatnya untuk mengadakan pertemuan di Cafe tengah kota tergagalkan. Sebagai opsi kedua, pria bermahkota jabrik khas berwarna kehitaman ini mau tidak mau mengajak tamu spesialnya untuk masuk di kediamannya.

  "Kau yakin tidak apa-apa jika aku membawamu kesini?" tanya Kuroo memastikan.

  Anggukan pelan serta senyuman tipis ia dapatkan dari perempuan yang duduk di seberangnya. "Yakin. 100% yakin."

  Netranya menggulir menuju sebuah bingkai foto pada dinding putih yang berada tak jauh dari penglihatannya. "Jikalau Kenma tidak datang dan mendapati kehadiranku disini." tambah [Name].

  Kuroo hanya bisa mengangguk selagi mengatur nafasnya dalam-dalam. "Baiklah, terima kasih sudah mau memberikan suatu kesempatan kepadaku." Kuroo memulai pembicaraan.

  "Kesempatan maksudmu?"

  "Betul. Kesempatan agar bisa berbicara denganmu seperti ini."

  "Tidak perlu berterima kasih, tuan Kuroo."

  Pria pemilik marga Kuroo itu sedikit tersentak begitu mendengar bagaimana gadis itu menyebutkan namanya.

  "Uh, i'm okay with Kuroo."

  [Name] menatap Kuroo sejenak. "Okay, Kuroo." balasnya menyetujui.

  Berikutnya terdapat keheningan sesaat. Jujur saja pria itu kesulitan untuk memilih rangkaian kata-kata yang setidaknya bisa menjelaskan maksudnya.

  Ia tahu apa tujuannya mengundang perempuan kesayangan teman dekatnya ini kemari. Bukan untuk merebut [Name] dari sisi Kenma, melainkan hanya untuk memperoleh maaf dan menebus dosanya.

  "Sebelum itu, apa aku boleh tahu mengapa kau menerima ajakanku kemari? Kau tahu kan.. setelah hal-hal yang tidak bisa dimaafkan itu." tanya Kuroo. Kata-katanya ia rangkai dengan hati-hati. Tak mau lagi menimbulkan luka di hati orang yang sama.

𝐈𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐞𝐧𝐝 | 𝐊𝐨𝐳𝐮𝐦𝐞 𝐊𝐞𝐧𝐦𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang