[16]

494 88 6
                                    


"Tolong hentikan!!"

"Lepaskan aku! Jangan dekat-dekat!"

"Ibu, nenek, tolong aku!!"

>><<

  Gadis itu terbangun. Nafas memburu hingga keringat dingin yang bercucuran. Tubuhnya tegang, bibirnya bergetar.

  Sesaat setelah ia menyadari bahwa itu hanyalah mimpi, tubuhnya terhempas lemas. Menatap langit-langit ruangan yang gelap dengan sisa tenaga yang ia punya.

"Mengapa.. terulang.. kembali?"

  Sudah tak terhitung berapa kali ia dipertemukan dengan mimpi buruk itu. Sangat disayangkan nyatanya mimpi buruk tersebut adalah masa lalu dari dirinya seorang.

  Seakan-akan ia memang ditakdirkan untuk selalu dihantui dengan kilas balik hidupnya.

  Malang nasibnya.

  Tubuhnya terkapar di atas sofa. Menatap sendu pemandangan langit-langit ruangan yang diterangi dengan cahaya bohlam kekuningan.

  "Kapan.. ini.. berakhir..?"

  Kedua matanya mengerjap pelan. Kepalanya terasa berat. Sudah 2 hari ia menolak untuk makan.

  Mau dia mati atau tetap hidup, tidak akan ada yang peduli. Jika saja ia mati, akankah ada yang mendapati jasadnya yang telah membusuk disini?

  Atau kemungkinan jasadnya takkan pernah ditemukan dan terurai dengan sendirinya dengan alam.

  Ia takkan pernah tahu.

  Tubuh kurusnya bangkit. Beranjak menuju cermin di dekat lemari. Dia bisa mendapati sosok dirinya disana.

"Memang menyedihkan."

  Berdiri diam mematung disana. Menatap netra [e/c] yang dipantulkan cermin. Pandangannya turun ke leher jenjangnya. Lalu ke bahu, dan pergelangan tangannya.

  Jari-jarinya terangkat. Bergerak pelan menelusuri kemeja yang terpakai di tubuhnya. Menyentuh permukaan lingkaran kecil yang dinamakan 'kancing'.

  Satu persatu kancing pada kemejanya dibuka. Perlahan, tubuh berkulit pucat itu terekspos. Setelah seluruh kancingnya terbuka, kemejanya diturunkan hingga pergelangan tangan.

  Memperhatikan setiap inci dari tubuhnya yang dipenuhi goresan. Terutama pada bagian tangan. Mulai dari lengan hingga pergelangan tangan.

  Jari telunjuknya menyentuh luka lama yang kian membekas disana.

"Perih." singkatnya.

  Rasa perih itu tidak seberapa dengan berbagai macam hal yang pernah dihadapinya selama ini. Hanya goresan pada kulit, tidak sebanding dengan luka pada hatinya. Ia selalu menjerit didalam batin. Tak ada yang bisa mendegar rasa sakitnya kecuali dirinya seorang.

  Berlanjut pada leher. Dia mengusap pelan bagian jenjang tersebut. Tak ada bekas luka atau goresan disana.

"Tangan paman pernah mencekik disini."

𝐈𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐞𝐧𝐝 | 𝐊𝐨𝐳𝐮𝐦𝐞 𝐊𝐞𝐧𝐦𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang