43 : Kesempatan kedua

321 50 7
                                    

Kalimat berlari tergesa di koridor sekolah yang masih sepi, pikiran dan hati nya sama-sama sedang berantakan. Kabar Benua yang sudah pergi untuk selamanya membuatnya hampir kehilangan akal. Rasa tak percaya menyelimuti hatinya.

Tujuan Kalimat adalah kelas Puisi. Ia menaiki anak tangga dengan langkah besar agar cepat sampai.

"Puisi!" Teriak Kalimat, ia menerobos masuk ke dalam kelas Puisi. Membuat semuanya menatap heran atas tingkah Kalimat yang nyerocos masuk, apalagi keadaan Kalimat yang sangat tidak baik.

"Kalimat kamu ngapain main masuk kelas orang tanpa ketuk pintu? Ucapkan salam dulu!" Perintah pak Surya selaku guru olahraga di SMA HARAPAN.

"Aduh maaf pak, lain kali aja yaa saya pakai sopan santunnya, soalnya ini gawat banget, penting." Ujar Kalimat sambil ngos-ngosan.

Puisi yang duduk di baris kedua mengernyit bingung dengan sikap Kalimat, "emang ada bang, cari Puisi sampai segini nya? Kan bisa waktu istirahat."

Kalimat menatap adiknya, "lo harus ikut gue ke rumah sakit sekarang!"

"Rumah sakit? Sekarang? Buat apa?"

"Benua...."

"Benua kenapa?" Tanya Puisi sedikit tidak tenang saat Kalimat menyebutkan nama Benua.

Bibir Kalimat serasa kelu, seperti tak ada nyali tuk mengatakan kebenaran pahitnya. Melihat Kalimat yang terdiam seperti itu, membuat Puisi tambah gelisah, ia menghampiri abangnya itu dengan hati yang tak karuan rasa.

"Benua kenapa bang?" Tanya Puisi sekali lagi, namun Kalimat tetap diam, "Bang! Benua kenapa!? Bang Kalimat jawab Puisi!" Puisi menggoyangkan tubuh Kalimat yang memilih diam, "ada apa sama Benua? Kenapa bang Kalimat jadi diam? Bang Kalimat jawab!" Puisi mulai meninggikan suaranya satu oktaf. Ia sangat penasaran dengan Benua. Ada apa sebenarnya yang terjadi.

Kalimat menunduk tak tega untuk menatap wajah Puisi, ia menghela napas beratnya, "Benua pergi ninggalin kita semua."

Deg

Napas Puisi tampak tercekat mendengarnya, matanya mulai memerah, ia harap ia salah dengar.

"Maksud Bang Kalimat?" Tanya Puisi memelan.

Kalimat mendongak berusaha berani untuk menatap adiknya ini, "Benua meninggal dunia." Ucap Kalimat dengan suara paraunya.

Deg

"Innalilahi wa innailaihi rojiun." Ucap pak Surya juga seisi kelas Puisi.

Hati Puisi seakan terhimpit oleh dua batu besar, sangat sesak. Puisi menggeleng kuat, air matanya telah terjun bebas membasahi pipinya.

"Gak! Gak mungkin! Puisi gak percaya bang Kalimat pasti sedang bercanda!" Napas Puisi memburu, ia tidak ingin menerima kenyataan ini, "BENUAAAA!" teriak Puisi histeris, tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya, Puisi langsung berlari keluar kelas, tujuannya cuman satu menemui Benua. Dengan harapan apa yang dikatakan Kalimat bukanlah hal yang benar.

Sementara Kalimat, ia segera menyusul Puisi.

***

Sepanjang perjalanan dari sekolah hingga sampai ke rumah sakit, Puisi tidak henti-hentinya menangis, ia terus merapalkan doa dalam hati bahwa apa yang ia dengar bukanlah sebuah fakta. Puisi tidak sanggup menerimanya jika harus kehilangan Benua.

Puisi tak peduli dengan tatapan orang-orang kepadanya. Ia terus berlari menuju ruang dimana biasanya Benua di rawat.

Sesampainya di dalam ruang ICU, kaki Puisi mendadak lemas saat ia harus di suguhkan oleh air mata, Tante Lusi yang menangis histeris di dalam pelukan Kata, Genta dan Ben yang menunduk amat dalam sesekali Puisi lihat mereka menyeka air matanya, dan Zaid laki-laki itu yang paling santai, tidak menunjukkan raut wajah bersedihnya atas kepergian Benua.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang