01 : Si Bekantan

1.6K 106 5
                                    

"Abang jangan pakai jilbab Puisi!" geram gadis itu pada kakak keduanya, Kalimat.

Sedangkan yang diteriakin pura-pura tuli dengan menyumpal kedua telinga menggunakan earphone, dan jilbab berwarna pink itu masih belum terlepas dari kepalanya. Mohon maklum mahluk yang bernama Kalimat ini sepenuhnya mewarisi kesarapan ayahnya, atau mungkin lebih sarap.

"BUNDAAAA! ANAK PUNGUT BUNDA NAKAL!" suara Puisi menggema nyaring sampai ke lantai satu.

Merasa dilecehkan, Kalimat akhirnya melepas earphone dari kedua telinga nya lalu menatap sengit pada adiknya itu, "Woi anak aneh, kalau aku anak pungut terus Kata anak apa?" sewot Kalimat, tak terima. Enak saja di bilang anak pungut, orang satu rahim kok sama Kata. Adiknya ini emang gak ada akhlak.

"Anak kandung lah! Anak Dady Zean dan Bunda Bella. Blee," jawab Puisi enteng kedua tangannya menyilang di dada, dan tubuhnya bersandar di dekat pintu kamar kakak kembarnya ini.

"Mana ada anak kandung sama anak pungut semirip ini woi! Belajar sana dek, yang masih makai rok warna merah diam aja kali! Dasar bocah!"

Puisi berkacak pinggang, "mending aku bocah daripada abang Camat udah tua tapi masih gak punya otak, nih yaa bang, Puisi kasih tahu di dunia ini lahir bermiliar-miliaran manusia dan kita ini punya kembaran kita yang gak sedarah!" pembelajaran yang ia dapatkan dari Kata ternyata masih diingatnya dengan baik, "muka bang Camat aja yang copypaste muka nya abang Kata." Cibir Puisi tak takut dengan siapa ia berhadapan sekarang.

"Adik durhaka kamu yaa!" sungut Kalimat, melempari wajah Puisi dengan bantal, "kenapa Bunda lahirin kamu sih! Udah pendek, jelek, cengeng, takut uang pula! Dasar bocah micin kamu!" hardik Kalimat.

Baiklah mari di garis bawahi bahwa dialog saling menghina seperti ini sudah biasa di rumah kediaman Ucup dan Jubaidah. Rumah ini akan selalu ramai dengan suara toa adu mulut dari Kalimat dan Puisi.

Tak jauh dari pertengkaran mulut dan  perang bantal sesaudara kandung ini, maka ada anak sulung yang sedari tadi menahan sabar dengan mengfokuskan diri tetap membaca buku.

"Bang Camat jelek! Kenapa bang Camat harus lahir jadi manusia! Bleee bleee,"

"Puisi cewek aneh takutnya sama uang bukan ketinggian kegelapan! Puisi adik teraneh sedunia!" balas Kalimat tak mau kalah dengan adiknya ini.

Lelaki yang duduk di meja belajar itu akhirnya terganggu atas pertengkaran yang tak kunjung usai.

BRRAKKK!!!

Puisi dan Kalimat terlonjak kaget, keduanya langsung bungkam, bantal putih yang terlanjur terlempar terjatuh kelantai begitu saja, mata keduanya menuju titik yang sama. Pada Kata. Muka dingin Kata membuat keduanya bergidik ngeri.

Kata menghela napas kasarnya, ia menatap kedua adik tercintanya ini penuh menahan marah, berusaha sabar, "kalian berdua kalau mau perang, keluar! Jangan disini!"

"Maafin Puisi bang Kata, ini semua gara-gara bang Camat yang usil mulu, ia pakai jilbab Puisi, marahin aja nih bang Camat!"

"Eh mulut lambe turah, jangan asal nuduh yaa, kamu duluan yang hilangin bolla volly kakak!"

"Siapa juga yang ngilangin, bola volly nya aja yang gak mau punya majikan kayak bang Camat. Makanya dia ilang!" bela Puisi. Benar atau salah pembelaannya, terserah! Yang penting ia sudah membela diri di hadapan Kata kakaknya yang dikenal dingin dan tegas ini.

Kata menghela napasnya pelan lalu mata tajam nya menuju ke arah Kalimat, "balikin jilbab Puisi atau kamu hari ini juga ganti kelamin." Tegas Kata.

Kalimat mendengus kesal, dengan berat hati ia memberikan senjatanya hari ini untuk gangguin Puisi kepada pemilikinya. Sedangkan Puisi yang mendengar kalimat itu sebisa mungkin menahan tawa. Karena Puisi tahu betul sifat kakanya ini, berpegang pada janji dan ucapan yang tak main-main.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang