03 : Nathan Milik Puisi

773 93 3
                                    

Puisi menopang dagu dengan tangan kanannya, bibirnya terus tersenyum semenjak balik dari ijin ke toilet barusan.

"Lo kenapa sih? Menang undian ciki-ciki apa gimana? Stres lo?" Lena sahabat sedari kecilnya menyenggol siku kanan Puisi. Dan yaa akhirnya kepala Puisi hampir saja bertemu papan meja yang keras jika ia tidak melakukan keseimbangan dengan cepat.

Puisi mendelik tajam ke arah Lena yang sudah menganggu halunya bersama suami tercintanya.

"Apaan sih lu? Ganggu aja, gue gak punya hutang urat nadi yaa."

Lena geleng-geleng, sebenarnya sikap Puisi ini tak jauh dari Kalimat, sama-sama pewaris dari kesarapannya Zean, Dady Puisi sendiri.

"Lo ada masalah apa sih, sampai-sampai setelah pulang dari toilet lo jadi gila kek gini?" Serius ini Lena nanya serius.

Mendapakan pertanyaan seperti itu membuat wajah Puisi semakin berkibar kemerdekaannya, senyumnya merekah, pipinya bertamabah rona merah. Lena yang melihat itu bertambah khawatir. Bisa aja kan sahabatnya ini kesurupan, dirasuki hantu penunggu toilet, misalnya.

"Gue harus telpon bang Kalimat nih," putus Lena, ia merogoh ponselnya tinggal menekan tombol panggilan, namun urung saat Puisi merebutnya secara paksa.

"Bang Kalimat lagi tidur, jangan ganggu macan tidur."

Lena mengerutkan keningnya bingung, "sejak kapan lo punya indera ke enam."

Puisi tersenyum, "gue tadi ke kelasnya."

"Terus?" tanya Lena sedikit penasaran, ia membuka botol mineralnya dan menegukkannya.

"Gue nikah," jujur Puisi, ah mengingat acara ijab kabul nya membuat jantung Puisi kembali berdebar, dan dipikirannya sekarang wajah Nathan terhias.

Sedangkan yang menjadi pendengar tersentak kaget, sampai harus menyeburkan air yang sudah masuk kedalam mulutnya, "gangguan jiwa lo! Nikah? Emang ada yang mau sama lo? Masak mi goreng aja lo gak bisa gimana masak nasi!?" sindir Lena tajam.

Puisi tak segan memukul bahu Lena dengan kesal, "kenapa lo barusan cuman tersedak aja, kenapa gak sekalian aja mati! Biar satu sekolah baca yassin buat lo!" geram Puisi.

"Otak lo tuh yang perlu di ruqyah!" timpal Lena ia meminum kembali minumannya sebentar, lalu ia mengambil novel thriller nya di dalam tas kemudian membacanya dengan tenang.

"Ish Lena! Gue serius ini! Gue udah nikah barusan sama kakak kelas paling ganteng."

"Iya gue percaya," balas Lena mengiyakan saja.

"Pokoknya nih yaa meski sekalipun gue gak bisa masak, kalau dia jodoh gue, mau gimana lagi, rejeki sama takdir Tuhan gak bisa di atur. Dan yang paling terpenting suami gue sekarang itu adalah wajah keturunan dari surga." Lanjut Puisi.

"Terserah. Yang jelas gue ini cantik berhati baik, dan yang terpenting otak gue gak geser kayak lo." Balas Lena.

Puisi geram ingin sekali ia mecakar wajah sahabatnya ini. Dan alhasil keinginannya terealisasikan dengan acara jambak-jambakan.

Merasa tak terima atas jambakan maut Puisi Lena juga langsung memukul jidat Puisi pakai novelnya.

"Sakit bego!" teriak Puisi.

"Lo sinting yaa! Gangguan jiwa lo? Lo yang duluan juga," Lena mencengkram rambut Puisi menariknya kebelakang.

Puisi terbelelak ia langsung ikut menarik rambut Lena lebih kencang lagi, "lo sahabat laknat! Dasar psikoptat lu!"

"Kenapa kalau gue psikopat huh? Mau gue congkel tuh ginjal lu hah!?" seru Lena.

Pertengkaran sepasang sahabat ini menuai banyak mata memandang, banyak orang aneh sendiri melihatnya. Karena mereka semua masih berpangkat murid baru tentu saja ini semua terlihat canggung dan bingung sendiri bagaimana melerainya.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang