40 : Let' Play For Death

361 48 29
                                    

Sesuai janjiku karena udah 50 komentar, jadi hari ini aku Update.

Makasii yaa atas antusias kalian, ga nyangka aku😭

Oh iya sebelum baca cuman mau bilang banyak adegan kekerasan di dalamnya.

Jadi harap bijak dalam membaca.

Happy Reading 🤍

💌💌💌

Mobil Kata yang di setir oleh Nathan terparkir sempurna di parkiran apartemen.

Nathan menghembuskan napas leganya, ia menoleh kesamping. Diam. Nathan mengamati Puisi dalam-dalam. Cewek itu tertidur pulas dalam perjalanan, wajah polos Puisi terhias di sana, tangan Nathan terulur untuk mengusap pucuk kepala Puisi, beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya, Nathan selipkan di belakang daun telinga.

Jika Nathan amati, maka ia semakin tidak mengerti, tentang hati soal jawaban perasaan. Mungkin Nathan telah menemukan jawabannya namun ia enggan menarik kesimpulan dengan terburu-buru. Jika ditanya apa ia mencintai Puisi, Nathan masih belum tahu tapi jika ditanya apa Nathan siap kehilangan Puisi atau hal buruk lainnya, jawabannya tidak. Jadi saat seseorang takut kehilangan apa itu bisa di sebut cinta?

Nathan terkekeh pelan, saat ia mendengar suara dengkuran kecil Puisi, jari Nathan tak segan menyentil jidat Puisi pelan, "dasar bodoh, lo hampir buat gue jantungan."

"Jadi manusia, lain kali jangan ambil terima sembarangan pemberian orang, apalagi itu dari orang asing." Ceramah Nathan di depan Puisi yang tertidur lelap.

"Mulai sekarang lo tanggung jawab gue." Kata Nathan serius.

Setelah mengatakan itu, Nathan tersenyum simpul, lalu ia turun dari mobil berlari kecil untuk membukakan pintu mobil Puisi, beberapa detik Nathan memperhatikan Puisi yang tubuhnya terbungkus mantel.

"Maaf yaa, gue izin bopong tubuh lo lagi, keadaanya darurat soalnya." Setelah mengatakan izin itu Nathan perlahan mengangkat tubuh mungil Puisi dalam dekapannya kemudian berjalan masuk ke dalam apartemen dan menuju nomor kamar yang sudah di beritahukan oleh Kata lewat pesan.

***

Kata dan Kalimat, duduk di atas kursi kayu jati, kaki keduanya serempak menyilang, di hadapan mereka sudah ada Bara yang masih tak sadarkan diri. Kondisi Bara? Jangan ditanya, luka lebam yang masih memerah mendominasi seluruh tubuh Bara. Bahkan dengan tega Kata merantai kaki dan tangan Bara juga melakban mulut laki-laki itu.

Sudah di bilang bukan, Kata akan menghabisi nyawa Bara malam ini dengan serius. Dipastikannya esok hari nama Bara hanya tinggal kenangan.

"Kenapa gak langsung lo bunuh aja sih?" Tanya Kalimat di samping Kata. Jujur saja ia kesal melihat muka Bara yang ada di depannya sekarang.

"Gak seru kalau langsung di bunuh. Membunuh juga ada seninya." Sahut Kata, senyum yang ia tampilkan sangat tak bisa di artikan.

"Kayak menggambar aja, main seni." Celutuk Kalimat.

"Nice, kita akan buat lukisan yang indah dengan tinta merah dari darah Bara, pasti sangat indah, apalagi kita melukisnya sambil mendengar jeritan kesakitan dari Bara. Perfect." Kata menyunggingkan senyum devil nya, membayangkannya saja membuat Kata bersemangat apalagi saat melakukannya nanti.

Kalimat yang masih normal dalam urusan bunuh membunuh, menatap kembarannya ini bergidik ngeri, tak pernah terpikir dalam hidup takdirnya ia akan satu rupa dengan seorang psikopat seperti Kata.

"Gila lo!" Dua kata yang sangat pas mewakili sosok Kata.

Kata malah melebarkan senyum saat di sebut gila, ia menoleh ke samping, "lo mau ikut melukis juga?" Tanya Kata enteng.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang