10. Penyesalan

30.6K 3K 28
                                    

Entah mengapa hari ini hati Aisy merasa gelisah dan tidak tenang. Ia merasa ada sesuatu besar yang akan terjadi. Tapi ia berdoa semoga itu sesuatu hal yang baik.

Sama halnya dengan Aisy, Amel dan Dinda juga merasa gelisah. Tiba-tiba pikiran mereka berdua tertuju pada seseorang. Sedari tadi mereka tidak keluar dari kamar karena hari ini adalah hari Jum'at dan semua kegiatan diliburkan.

"Kok perasaan ku gak enak yah" ucap Aisy memecah keheningan.

"Sama" timpal Amel dan Dinda.

"Memangnya ada apa?" Tanya Zahra tak mengerti.

Aisy menggelengkan kepala tak tau. "Gak tau juga. Tapi tiba-tiba perasaan aku gak enak" jawab Aisy.

"Tiba-tiba aku kepikiran Kakek" sahut Dinda.

"Semoga aja gak ada apa-apa" balas Amel berusaha tenang.

"Aamiin"

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamar mereka. Dinda segera membukanya dan ia melihat salah satu Santriwati. Ia mengernyit heran.

"Ada apa,ya?" Tanya Dinda to the poin.

"Anu...em... Kamu, Ning Aisy sama Amel dipanggil Umi disuruh ke ndalem" ucapnya.

"Iya. Makasih, ya" balas Dinda.

Santriwati itu mengangguk lalu pergi. Dinda menutup pintu dan memberitahu kepada Amel dan Aisy. Mereka berdua sama-sama bingung dan saling melempar pandang.

"Wes, coba kalian kesana" ucap Zahra.

"Terus kamu?" Balas Aisy.

Zahra tersenyum simpul. "Aku gak papa" jawabnya.

Mereka mengangguk dan mengucapkan salam lalu pergi. Zahra tersenyum penuh arti melihat mereka bertiga. Ia berdoa semoga perasaan yang dialami mereka bertiga tadi adalah sesuatu hal yang baik meskipun dirinya tidak merasakan apapun.

Sedangkan di ndalem suasana menjadi tegang karena kedatangan ayah mereka masing-masing. Kemudian Abi Aisy bergumam kecil memecah keheningan. Seketika semua menoleh kepada beliau.

"Kami semua datang untuk menjemput kalian" ucap Abi Aisy tiba-tiba.

Seketika Aisy, Amel dan Dinda mendongakkan kepalanya dan menatap kearah Abi Aisy. Mengapa mereka menjemput kami? Itulah yang dipikirkan mereka bertiga.

Seakan mengerti Abi Aisy menceritakan semuanya. "Kami minta maaf karena tidak percaya dengan kalian. Saat kejadian itu ada seorang santriwati yang melihat semuanya. Dia jujur dan cerita sama Umimu. Abi kaget dan langsung menghubungi orangtua Amel dan Dinda buat jemput kalian bertiga. Rani juga sudah jujur dan meminta maaf" jelas beliau.

Mereka bertiga menundukkan kepalanya menahan tangis. Yang ada dipikiran mereka mengapa baru sekarang orangtua mereka sadar dan meminta maaf sedangkan dulu mereka hanya mendengarkan omongan busuk Rani.

"Kenapa baru sekarang? Kenapa kalian meminta maaf saat seperti ini? Kalian gak tau bagaimana sakit hatinya kami saat dulu kami difitnah. Saat kami tidak kalian anggap. Kenapa baru sekarang kalian sadar, kenapa?" Racau Aisy menumpahkan semua unek-uneknya yang ia tahan sedari dulu.

Mereka yang mendengar ucapan Aisy terdiam apalagi ayah mereka bertiga yang merasa sangat bersalah. Ayah mereka bertiga hanya bisa mengucapkan kata 'maaf'.

Aisy semakin terisak. "Dulu Aisy selalu terima perlakuan kasar Rani dan terus menutupi kesalahannya. Tapi yang selalu kena imbasnya kami. Kalian selalu menganggap kali salah dan semena-mena. Abi juga terus bentak Aisy karena Abi melihat disitu Aisy yang salah, tapi nyatanya enggak...

Aisy menahan semuanya. Sampe Amel dan Dinda juga ikut terseret dalam masalah Aisy. Aisy merasa bersalah sama mereka berdua karena ikut dalam hukuman dari Abi padahal mereka cuma mau bantu Aisy" lanjutnya.

Fathan dan Fatur serta istrinya juga ikut melihat dari dapur. Fathan menatap Aisy dengan intens. Ia tidak menyangka jika hidup Aisy serumit itu sebelum pindah kesini.

Amel dan Dinda mengusap tangan Aisy mencoba memberi ketenangan.

Abi dan Umi juga ikut merasa iba dengan Aisy, Amel dan Dinda. Mereka melihat ada kesakitan dan kekecewaan yang mereka tahan.

"Kami minta maaf,Nak. Sekarang kalian pulang,ya" bujuk ayah Amel.

"Kami sudah terlanjur betah disini. Lagipula kami tidak Sudi jika hidup satu lingkungan dengan wanita itu"

Mereka terkejut dengan ucapan Amel. Selama ini Amel tidak pernah berbicara kasar ataupun menyakitkan hati. Tapi mereka masih bisa memakluminya. Mungkin saja ia masih belum bisa melupakan kejadian itu.

"Kalian pulang,ya. Kakek kangen sama kalian" bujuk Abi Aisy.

Mereka masih termenung memikirkan ucapan Abi Aisy barusan.

"Kita pulang. Hanya pulang bukan pindah" ucap Dinda penuh penekanan.

"Kenapa kalian gak mau pindah lagi,nak?" Tanya ayah Dinda.

"Udah betah disini" jawab Dinda.

Mereka bertiga akhirnya pulang. Tapi dengan syarat mereka hanya pulang tapi tidak dengan pindah lagi. Mau tak mau orangtua mereka mengiyakan permintaan anak gadisnya.

Lalu mereka bertiga pergi ke kamar untuk sekedar berkemas-kemas membawa beberapa baju mereka.

Zahra memandangi mereka satu persatu.

"Kalian gak pindah kan?" Selidik Zahra.

"Enggak Zahra" balas mereka gemas.

Bagaimana tidak? Sedari tadi Zahra terus bertanya 'kalian gak pindah kan?' atau 'cuma pulangkan?'.

Dua pertanyaan itu terus Zahra lontarkan membuat ketiga gadis tersebut gemas dan kesal.

Zahra hanya menampilkan cengirannya. Ia hanya takut tak mempunyai teman lagi. Apalagi ia sudah nyaman bersahabat dengan mereka bertiga.

Setelah dirasa siap mereka berempat turun. Zahra ingin mengantarkan mereka bertiga sampai kebawah.

Sesampainya disana orangtua mereka bertiga mengernyit heran karena melihat Zahra yang menempel dengan anak gadisnya.

Aisy, Amel dan Dinda mengerti tatapan ayahnya tapi mereka memilih untuk bungkam.

Zahra yang ditatap seperti itu merasa takut apalagi dengan Abi Aisy karena beliau memancarkan aura yang tegas.

Banyak Santri yang keluar hanya ingin melihat keluarga Aisy, Amel dan Dinda. Mereka semua hanya pernah melihat Abi Aisy di TV atau di sosmed sedangkan untuk ayah Amel dan Dinda mereka baru pertama kali melihatnya.

Tia melihat itu dan tersenyum puas. Meskipun ia tahu jika Aisy hanya pulang untuk sementara waktu. Setidaknya ia bisa tenang dan damai. Selama ini ia muak melihat Aisy dan mendengar setiap orang yang memuji-muji Aisy.

"Ayo, Nak"

Mereka bertiga memeluk Zahra yang disambut hangat oleh sang empu.

"Jangan lama-lama" bisiknya kepada mereka bertiga.

"Iya. Bakal lama kok" balas Dinda yang membuat Zahra cemberut.

Mereka bertiga terkekeh kecil melihat Zahra yang merajuk.

"Canda" ujar Dinda.

"Assalamualaikum"

"Wassalamu'alaikum"

Mereka bertiga tak lupa pamit kepada Abi dan Umi.

Kemudian mereka bertiga masuk ke mobil dengan orangtuanya masing-masing.

Sedari tadi Fathan terus memandangi Aisy dengan intens tentu saja Aisy tidak menyadarinya.

Tapi lagi-lagi ada seseorang yang sakit melihat tatapan penuh cinta Fathan untuk Aisy. Berarti sudah jelas jika cintanya bertepuk sebelah tangan.

Orang itu berusaha untuk menahan agar tidak menangis sekarang.

Kenapa harus sesakit ini?














TBC

GUS & NING (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang