14. Sepucuk Surat

31.7K 2.8K 63
                                    

Sudah seminggu ini Aisy menjalankan aktivitas seperti biasa. Dan ditambah dengan gelar sebagai istri Fathan. Terkadang Aisy juga pergi ke kamar lamanya sekedar berbicara bersama ketiga sahabatnya.

Dan seperti biasa, Aisy menyiapkan pakaian Fathan lalu membantu Umi dan Sekar memasak lalu mereka sarapan bersama bersama suami masing-masing.

Setelah sarapan, Aisy dan Fathan langsung berangkat dan berpamitan kepada Abi dan Umi. Dijalan, banyak yang memperhatikan mereka tapi sama sekali tidak mereka respon. Aisy yang awalnya risih menjadi terbiasa.

Saat awal masuk, memang ada beberapa Santriwati yang menatap Aisy sinis. Dan Aisy berpikir mungkin mereka itu fans suaminya dan mereka tak terima jika Fathan menikah dengannya.

Sesampainya di dekat taman, Aisy menyalimi tangan Fathan lalu pergi ke kelasnya. Lagi dan lagi seseorang yang mencintai Fathan melihat keromantisan mereka berdua.

Dia tersenyum kecut lalu segera menuju kelasnya agar tidak berpapasan dengan Aisy.

Saat di kelas, Aisy tak melihat ketiga sahabatnya di bangkunya. Ia melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Biasanya mereka berangkat jam segini tapi sekarang tak ada tanda-tanda mereka muncul.

Tak ingin ambil pusing Aisy duduk dan merogoh loker mejanya berniat untuk menaruh buku yang ditangannya. Tapi ia mendapati secarik kertas yang tidak ia ketahui. Lalu ia membukanya dan ternyata itu sepucuk surat.

Taman belakang jam delapan malam. Datanglah sendiri. Jangan membawa siapapun

Dari orang yang mencintai suami mu dalam diam

Aisy mengerutkan keningnya. Siapa orang yang mengirim surat ini kepadanya. Apa benar surat ini memang tertuju padanya atau untuk orang lain. Tapi Aisy adalah satu-satunya Santri yang sudah menikah. Mungkin ia akan menemui orang tersebut.

Aisy segera memasukkan surat yang ada ditangannya ke kantong saat melihat Amel, Dinda dan Zahra akan masuk. Ia menetralkan wajahnya dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Kok lama?" Tanya Aisy.

"Biasa si Dinda" jawab Amel.

"Sabuk ilang?" Tebak Aisy diangguki mereka bertiga.

Aisy menggelengkan kepalanya melihat sifat Dinda yang selalu lupa dimana sabuknya. Sedari kecil Dinda selalu lupa dimana sabuknya dan berakhir Amel yang menemukan sabuk Dinda.

Tak lama bek berbunyi. Dalam sekejap seisi kelas sudah duduk di bangku masing-masing. Lalu masuklah seseorang yang akan mengajar di kelas mereka.

Aisy melihat orang itu dan mengerutkan keningnya heran. Detik berikutnya ia ingat jika saat ini memang waktu suaminya mengajar di kelasnya.

Saat Fathan menerangkan, Aisy justru memikirkan siapa yang mengirim surat itu kepadanya. Apalagi orang itu mencintai suaminya. Ia takut jika seseorang tersebut berbuat macam-macam dan ingin merusak rumah tangga yang baru mereka bina. Tiba-tiba saja kepalanya menjadi pusing.

Fathan yang melirik Aisy yang sedang melamun. Ia juga melihat wajah Aisy yang sedikit pucat. Kekhawatiran langsung melandanya tapi ia harus bisa bersikap profesional.

"Aisy!" Panggil Fathan. Tapi Aisy tidak mendengarnya.

Fathan menghampiri bangku Aisy dan menepuk bahunya pelan. "Aisy".

Aisy terlonjak kaget saat ada yang menepuk bahunya. Ia mendongak dan tidak sengaja tatapannya dan Fathan bertemu. Fathan melihat ada kekhawatiran dan ketakutan di mata Aisy. Apa yang membuat istrinya seperti ini? Pikirnya.

GUS & NING (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang