12Twelve12

35.1K 3K 182
                                    

Ketika Jooheon pulang, ia menemukan Changkyun yang tertidur dengan keadaan kemejanya menutupi wajah cantik Istrinya.

Ia mendekat, melonggarkan dasinya dan duduk untuk memperhatikan Changkyun. Tangannya terulur untuk menyingkirkan kemejanya.

Nafas teratur Changkyun ia dengar, tidur dengan begitu nyenyak. Meskipun demikian, Changkyun masihlah ayu dimatanya.

Namun ia teringat akan kondisi Changkyun yang tengah berbadan dua, ia melirik perut Changkyun dan menjatuhkan pandangannya disana.

Rasanya.

Jika itu bukan Changkyun, ia ingin menekan perut itu sehingga janin tersebut keluar dari sana. Ia tidak membutuhkan keturunan, ia tidak ingin memiliki anak.

Jikapun ia mati, hartanya akan ia biarkan saja. Terbengkalai dengan wasiat tak ada yang boleh menyentuhnya. Biarkan menjadi sebuah sejarah kelam yang akan selalu di ingat, akan terus di ceritakan dari mulut ke mulut.

Tidak mau lama-lama dengan rasa muak itu, ia beranjak pada kamar mandi. Ia ingin istirahat juga.

Padahal, pekerjaannya hanya duduk menandatangani dokumen. Ya, tapi otaknya lah yang bekerja keras.

Changkyun dengan perlahan membuka matanya, suara gemericik air membuatnya bangun. Lantas ia duduk, membingkai perutnya dan menatap kemeja suaminya yang ada di sebelahnya.

Mungkin jika Jooheon bahagia dengan kehamilannya, pasti suaminya akan senang mendapati bayinya yang mulai aktif menendang di dalam sana.

Ia sibuk memperhatikan perutnya, menatap dengan sendu sarat akan kesedihan yang mendalam. Salah bayinya apa?

Tak menyadarinya, langkah tenang tanpa suara sedang menuju padanya.

"Kau bahkan terus memperhatikannya, sedangkan aku? Suamimu, kau abaikan. Jelas aku tak suka itu."

Changkyun sedikit beringsut kala Jooheon menatapnya dengan tajam, bukan begitu maksudnya. Ah ia lupa, jika ada suaminya, maka suaminya lah yang harus ia prioritaskan. Tak boleh yang lain, meskipun itu anaknya sendiri.

"B–bukan begitu, a–aku hanya sedang b-berpikir."

Jooheon memilih duduk pada sofa mewah dikamarnya, berhadapan langsung dengan ranjang. Lantas ia mengambil satu botol red wine yang tersedia di meja yang terletak dihadapannya, lalu menuangkan red wine tersebut pada burgundy glass–nya.

Kemudian ia tegak dengan perlahan.

"Apa?" Matanya lekat memandang Istrinya yang bergetar ketakutan. Ia menyukai Changkyun yang seperti itu. Takut akan dominasinya.

Changkyun sedikit kesusahan menelan air ludahnya, jika Jooheon minum seperti itu. Pasti Jooheon sangat tertekan, terlampau stres dan lelah.

Ia tak suka itu. Jooheon nampak semakin menakutkan.

"J–jika hyung t–tidak menginginkan b–bayi ini, t–tolong biarkan a–aku p–pergi. A–aku t–tidak mau b-berpisah d–darinya." Susah payah Changkyun mengatakan itu, menatap Jooheon dengan takut tapi Jooheon belum menunjukkan reaksi apapun.

Keadaan hening sejenak, sebelum akhirnya Jooheon meletakan gelasnya dan segera berdiri. Mendongakkan kepalanya dengan mengusap rambutnya kebelakang, lantas tersenyum setan dengan mata mendingin.

Benar.

Istrinya menjadi pembangkang karena bayi itu.

Langkah tak bersuara Jooheon kini amat menakutkan di telinga Changkyun, ia semakin merapat pada kepala ranjang.

"Ah sayang~ rupanya kau berencana membuat ku mandi dua kali." setelah itu, Jooheon meraih kaki Changkyun dan ia tarik. Membuat Changkyun terlentang dengan ia berada di atasnya.

Changkyun tak dapat bergerak bebas, pergerakannya terkunci karena Jooheon menekan tangannya di samping kepalanya sendiri.

"S–sakit." Changkyun merintih saat satu lutut Jooheon menekan perutnya.

Jooheaon tersenyum kecil akan keadaan Istrinya.

"Maaf, apa itu sakit?" Katanya merasa tidak bersalah.

"Hikss.... ku mohon jangan. Changkyun minta maaf hikss... Tolong lepaskan."

"Cup cup cup, jangan menangis. Aku hanya bercanda." Jooheon menarik lututnya dengan sedikit kekehan gila, namun kemudian. Ia menumpukan seluruh tubuhnya di atas tubuh Changkyun.

Kepalanya masuk pada perpotongan leher Changkyun. Menghirup dan menghisap. Tidak memperdulikan rintihan tangis Changkyun yang terus keluar.

"Hikss...anghh...hikss".

'Dugh'

Jooheon berhenti, merasakan sesuatu menendang dari perut Istrinya. Apa itu?

"Sshhh... M– hikss M–maaf Ibu menyakiti mu hikss..." Changkyun mengusap perutnya, seakan menenangkan anaknya.

Jooheon hanya memandang itu, namun kalimat selanjutnya yang ia ucapkan membuat Changkyun semakin terisak.

"Apa aku menyakitimu?"

.

.

tbc.... aja lah.

Q&A dibuka. Yuk bertanya selagi ada kesempatan, tapi yang sopan dan santun ya😉. Minggu depan bakal dijawab di chapter selanjutnya

HUSBAND ; JOOKYUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang