32 - Perkara Berangkat Sekolah
Kalau udah baca jangan lupa tekan bintang di pojok kiri bawah gaes!
_____________________
Senin pagi di rumah nenek dipenuhi keributan trio Derren. Ayen yang hendak berangkat bersama Renjun sedangkan dua kakaknya keukeuh melarang.
"Gue cuman berangkat sama Renjun bukan sama cowok---"
"Renjun juga cowok, Jea!" potong Arkha.
"Ya tapi 'kan ini cuman si Renjun, bang Arkha! Lo sendiri tahu dia. Lo udah akrab sama dia."
"Tetep aja dia cowok!" sahut Arkha. "Dan gue gak bisa biarin lo berangkat bareng cowok."
"Kalau lo gak mau dianter bang Arkha, biar gue aja yang nganterin," timpal Ardan.
"Lagian lo kenapa sih gak mau dianterin sama gue?" tanya Arkha sedikit kesal. Selain belum rela si bungsu dekat dengan cowok, Arkha juga ingin bertemu Jihan di sekolah nanti.
"Bukan masalah mau gak maunya, tapi gue sama Renjun 'kan emang satu sekolah, apa salahnya berangkat bareng?"
"Lo suka sama dia?" Ardan bertanya sangsi.
"Suka apa sih?! Gue cuman lagi berusaha berteman sama dia, sama mereka!" balas Ayen kesal. Ia beralih ke pada abangnya. "Bang Arkha sendiri 'kan yang bilang kalau gue harus berteman sama mereka. Gue lagi berusaha adaptasi, gue tahu kekacauan ini gak akan membaik dalam waktu deket, gue gak mungkin ngandelin kalian terus buat ngantar jemput sekolah. Mas Aresh udah gak ngirim uang, kalian harus nyari kerja buat bayarin sekolah gue bukannya malah mikirin soal temen-temen gue. Gue bisa jaga diri, gak usah ngurusin gue lagi!" Lalu Ayen keluar dari rumah membawa tas sekolahnya. Dua kakaknya masih terus memanggil namanya namun tak Ayen pedulikan.
Beruntung pertengkaran ini tidak diketahui nenek dan kakek karena mereka sudah berangkat ke sawah sejak pagi tadi.
Ardan melempar handphone ke atas meja dengan layar menyala. "Gue bakal ikutan acara ini," ucapnya kemudian. Arkha yang hendak menyusul Ayen kembali menoleh.
"Lo gila, Dan?!" Ia menatap adiknya nyalang. "Gue gak setuju dan gak akan ngizinin lo pergi. Jadi jangan ikut acara itu."
"Tapi itu satu-satunya cara biar dapat duit banyak, Bang! Gue yakin gue bisa menang!"
"Gue tetep gak setuju, Ardanta!"
"Bang Arkha, ini tuh cara terbaik buat bantu mas Aresh, Bang!"
"Tapi gak dengan cara main lagi di ring tinju, Ardan! Udah gue bilang 'kan---"
"Gue tahu, tapi gue baik-baik aja. Sampai kapan kita cuman diem aja nunggu mas Aresh? Sekolah Ayen perlu dibayar, beras perlu dibeli, lo pikir gue gak malu numpang di rumah nenek tanpa bisa ngasih uang buat gantiin makanan yang masuk ke perut kita?"
Arkha menyugar rambutnya kasar. "Gue abang kalian, selama mas Aresh gak ada, kalian tanggung jawab gue, termasuk masalah uang."
Ardan terkekeh hambar. "Lo bahkan gak punya kerjaan, Bang! Mau punya duit dari mana?"
"Gue bakal cari kerja!"
"Kerja apa? Turun lagi ke arena, iya?!" bentak Ardan.
Arkha bungkam. Ia juga bingung. Selama ini dirinya tak pernah bekerja, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan untuk menghasilkan uang hanya lah balapan.
"Apapun itu ... asal lo gak masuk lagi ke ring tinju, dan biaya sekolah Jeara kebayar, bakal gue lakuin." Setelahnya Arkha mengambil handphone lain di meja yang ditinggalkan pemiliknya lalu menyambar kunci motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]
Teen FictionBangchan Areshta Derren harus kelimpungan mengurus ketiga adik nakalnya. Ia harus berperan sebagai kangmas, ayah sekaligus ibu untuk mereka setelah orang tua mereka meninggal lima tahun lalu. Aresh yang baru saja lulus kuliah harus menerima kenyataa...