60 - Pelukan
Ringisan ngilu terdengar saat Renjun mencoba mendudukan tubuhnya perlahan. Tulang tangan sebelah kanan patah dan ada retak juga di kaki kanannya karena kecelakaan hari itu.
Padahal saat dipeluk Ayen tadi rasanya semua baik-baik saja, tapi kali ini koko manis itu benar-benar merasakan sakitnya. Ia kesulitan walau hanya untuk sekedar mengambil minum.
"Biar mama ambilin!" Mama Renjun datang mengambilkan minum untuknya.
"Makasih, Ma."
Setelah meneguk minumnya, Renjun segera menyandarkan kembali kepalanya di bantal. Tadi sore ia menyuruh Ayen pulang untuk beristirahat karena mamanya sudah datang. Kasihan, gadis itu kurang tidur karena menjaganya selama ia tak sadarkan diri.
Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh. "Masuk!"
Saat pintu terbuka, wajah hangat Aresh yang tengah tersenyum langsung menyapanya. Renjun balas tersenyum tipis lalu menyuruh Aresh duduk.
"Maaf sebelumnya, Tante. Boleh saya bicara berdua dengan anak tante?" pinta si sulung Derren. Mama Renjun menoleh singkat pada sang anak, dan segera beranjak saat Renjun menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Gimana keadaan kamu?" tanya Aresh seraya menarik kursi di samping ranjang.
"Udah lumayan baik, Mas."
"Maaf ya, saya baru bisa nengokin sekarang. Banyak hal yang harus saya urus kemarin."
"Gak papa, Mas. Saya tahu mas Aresh pasti orang sibuk. Terimakasih sudah mau menjenguk saya."
Aresh mengangguk, merasa senang bisa mengenal anak sebaik Renjun. "Kamu pasti deket ya, sama adik saya?"
Ragu-ragu, Renjun mengangguk perlahan. Meski tak tahu pasti dekat dalam konteks apa yang dimaksud Aresh.
"Selama ini, adik saya gak pernah benar-benar punya teman untuknya berbagi. Dia gak pernah ngasih tahu teman-temannya soal Nana. Tapi melihat kamu yang sudah tahu soal Nana, saya rasa kalian bener-bener deket."
"Em, itu--- sebenarnya saya gak sengaja tahu soal Nana, Mas," cicitnya pelan. Aresh malah terkekeh.
"Tetep aja, saya yakin dia sudah percaya sama kamu. Lihat dua hari yang lalu 'kan? Di saat saya dan dua kakaknya panik bukan main, kamu bisa ngebantu kami. Ayen itu sudah tahu cara kerja orang-orang suruhan saya, karena itu dia pintar mengelabuhi mereka biar gak ketahuan, tapi kamu dengan mudah menemukan dia. Untuk bantuan kamu kemarin saya bener-bener mengucapkan terimakasih. Dan maaf untuk masalah kecelakaan yang menimpa kamu. Saya akan urus semuanya."
"Masalah kecelakaan ... saya?"
"Iya. Arkha bilang, dia sudah melihat mobil itu terparkir gak jauh dari rumah Nana. Dia juga melihat kalau mobil itu melaju cepat hendak menabrak Ayen, tapi kamu menyelamatkan adik saya. Kamu mau kita melibatkan hukum untuk kasus ini?"
"Enggak, Mas!" Renjun segera menyahut sembari menggeleng kuat. "Biarin aja. Saya ingin dia hidup dalam rasa bersalahnya. Jadi jangan laporkan dia ke polisi."
"Kamu yakin?"
"Iya."
Aresh berdehem lalu menatap pemuda di hadapannya lekat. "Renjun, enggak semua orang berpikir seperti itu. Mereka membunuh lalu merasa bersalah, itu yang kamu harapkan? Kamu terlalu naif. Coba kamu pikir, mereka enggak mungkin mencelakai orang jika mereka punya kesadaran itu. Sejak mereka berniat mencelakai seseorang, saat itulah mereka kehilangan rasa kemanusiaannya."
"Tapi ini dendam lama, Mas. Mas sendiri tahu 'kan soal ini. Dia hanya ingin melampiaskan dendamnya. Kalau kita membalasnya, saya takut dia malah akan mencelakai Jeara lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]
Novela JuvenilBangchan Areshta Derren harus kelimpungan mengurus ketiga adik nakalnya. Ia harus berperan sebagai kangmas, ayah sekaligus ibu untuk mereka setelah orang tua mereka meninggal lima tahun lalu. Aresh yang baru saja lulus kuliah harus menerima kenyataa...