19 - Secuil Kisah Arkha
Ayen tidak ke kantin meski tadi Jihan dan Mia mengajaknya. Moodnya hancur saat seorang teman dari SMA Pelita mengirimkan foto Arin yang tengah dikerjai oleh Nancy.
"Sialan!" umpatnya kesal. Tidak, ia tidak khawatir pada Arin. Ia hanya kesal karena Nancy mengabaikan perintahnya untuk tidak menyentuh mainannya dan bertingkah seolah dirinya yang paling berkuasa saat Ayen tak ada.
Tak!
Sekresek hitam kecil dijatuhkan sedikit kasar di atas meja. Ayen menoleh lalu mengernyit menatap lelaki yang kini malah menarik kursi di hadapannya.
"Makan," titahnya. "Kata bang Arkha tadi pagi kamu cuman makan spagetti doang."
Mata Ayen memicing, tak serta merta membuka kresek hitam di depannya.
"Lo deket sama bang Arkha?" tanyanya sedikit menginterogasi.
"Lumayan akrab. Kita sering ketemu kalau lagi nongkring di warung aja sih, kenapa emang?"
"Lo punya kontak Jihan?" tanya Ayen tiba-tiba.
"Ada."
Ayen menyeringai. Otaknya sudah banyak memikirkan rencana untuk mengerjai Arkha. Tiba-tiba Ayen bangkit. Menggebrak meja buat Renjun yang tengah duduk di hadapannya terkejut.
Ayen mencodongkan wajahnya lalu menangkup pipi Renjun. "Kalau bang Arkha minta nomor si Jihan, jangan dikasih."
Renjun yang masih terkejut hanya bisa mengerjap. "Hah?"
"Pokoknya jangan sampe lo ngasih nomor Jihan ke bang Arkha. Awas kalau sampe lo kasih." Ayen mengambil handphonenya lalu memutar video di mana dirinya menyiksa anak lelaki di sekolah lama.
Mata Renjun membelalak. Di video itu, Ayen menyiksa lelaki itu seorang diri sedangkan teman-temannya yang lain hanya melihat. Itu seperti bukan Ayen jika saja gadis itu tidak menoleh lalu tersenyum evil setelahnya.
Mata Renjun membulat. "I-itu kenapa kamu nyiksa dia?" Wajah Renjun mendadak pucat pasi saat tangan Ayen berubah mencengkram lehernya cukup kuat.
"Dia bikin gue kesel," jawab Ayen santai lalu menyeringai. "Lo gak bakal bikin gue kesel 'kan?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.
Namun yang Renjun lihat berbeda. Ada luka di mata itu. Meski Ayen menutupinya dengan wajah dingin dan tatapan tajam namun mata itu menyiratkan sesuatu yang berbeda yang tidak akan mungkin disadari jika jarak keduanya tidak sedekat ini.
Ayen melepaskan cengkramannya lalu beralih membuka plastik hitam yang tadi Renjun bawa.
"Lo bawa apaan?" Nada bicara Ayen kembali seperti semula yang justru buat Renjun kembali kaget.
Ingin bertanya tapi takut salah bicara.
Mengetahui keterkejutan di wajah Renjun, Ayen malah tertawa. "Gue gak bakal ngapa-ngapain lo asal lo gak bikin gue kesel."
Renjun hanya diam. Menatap Ayen yang mulai membuka batagor yang tadi ia bawa.
Renjun menyadari satu hal. Ayen itu spesial. Bungsu Derren ini berbeda dari siswa kebanyakan yang Renjun kenal. Terlihat tangguh namun juga rapuh di saat yang bersamaan. Tatapannya mengintimidasi, tapi entah mengapa, Renjun seperti ingin terus ditatap seperti itu.
_________________
Misi Arkha hari ini adalah mendapatkan nomor ponsel Jihan. Tadinya ingin meminta pada Ayen, tapi adik bungsunya itu benar-benar tidak membantu. Ayen bahkan mengancam Renjun agar tidak memberikan kontak Jihan padanya. Padahal Renjun adalah harapan Arkha satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]
Novela JuvenilBangchan Areshta Derren harus kelimpungan mengurus ketiga adik nakalnya. Ia harus berperan sebagai kangmas, ayah sekaligus ibu untuk mereka setelah orang tua mereka meninggal lima tahun lalu. Aresh yang baru saja lulus kuliah harus menerima kenyataa...