50 - Misi Besar Ayen
Setelah mendengar cerita Ayen, tubuh Jihan sukses membeku. Hingga tak lama kemudian, suara Feli memanggil mereka untuk segera makan. Mau tak mau Jihan segera beranjak menyusul Ayen menuju dapur.
Pemandangan Ardan yang baru selesai mengeringkan tangan setelah mencuci perabotan bekas masak lalu duduk di kursi meja makan dan Feli yang sedang menata piring di meja tepat di samping pemuda itu menjadi hal pertama yang Jihan lihat saat memasuki dapur.
Interaksi kecil di depan sana kembali membuat mata Jihan panas dan dadanya sesak seketika. Bagaimana lembutnya tatapan Ardan untuk Feli, bagaimana manisnya senyum pemuda itu yang terukir setiap kali Feli berceloteh.
Jihan hanya bisa menunduk. Selera makannya mendadak hilang. Ia hanya ingin segera menyelesaikan acara makannya meski itu mustahil karena sesuap dagingpun belum masuk ke mulutnya.
"Eh, ini nanti buat si Arkha sama orang rumah ya, Yen, jangan lupa dibawa pulang." Feli menyimpan tiga potong besar daging ke dalam wadah makan. Jihan yang merasa punya kesempatan untuk kabur segera menyahut.
"Aku anterin sekarang aja, Kak!"
"Tapi 'kan kamu lagi makan, Ji," balas Feli.
"Tapi kasihan kak Arkha kalau nanti makan daging yang udah dingin---"
"Kalau lo nganterin dulu makanannya ke bang Arkha, punya lo yang bakal dingin." Kali ini Ardan yang bicara. Sementara Ayen hanya menyeringai melihatnya. Memilih abai dan membiarkan mereka berdebat soal makanan, yang penting jatahnya tidak diambil.
"Gak papa, Kak. Aku bisa makan bareng di sana. Piringku aku bawa ke sana, gak papa 'kan, kak Feli?"
Karena percuma juga menahan Jihan di sini, akhirnya Feli biarkan saja Jihan pergi ke rumah sebelah. Bukan apa-apa, tapi semenjak kedatangan Ardan dan Ayen tadi, Jihan lebih sering menunduk dan banyak diam hingga membuat Feli berpikir kalau adik sepupunya itu sedih karena Arkha tidak ikut ke sini.
Sementara di rumah nenek ...
Arkha tengah duduk bersandar di sofa dengan mata terfokus pada layar handphone. Hingga ketukan pintu menyadarkannya.
"Siapa?" teriak nenek yang kebetulan baru keluar dari dapur. Namun belum sempat seseorang dari luar sana menjawab, nenek sudah tergopoh menuju pintu.
"Biar nenek aja yang buka," ucapnya saat melihat Arkha yang hendak berjalan ke arah pintu.
"Aduh makasih loh, Neng. Ayo masuk dulu."
Siapapun yang tengah mengobrol dengan nenek, Arkha tidak peduli.
Ya, setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum maniknya menangkap keberadaan gadis manis berpipi bulat yang berdiri tak jauh darinya dengan piring makan di tangannya.
"Jihan?" Arkha tertegun. Jadi ini kejutan yang dimaksud Ayen? Alasan si bungsu menyuruhnya tidak ikut ke rumah Feli,karena Jihan yang akan menghampirinya?
Arkha hendak bangkit namun nenek menahannya.
"Duduk aja!" suruh nenek. Arkha yang memang masih merasakan sakit di kakinya hanya bisa menurut.
"Duduk neng Jihan, ini biar nenek siapkan dulu makanannya nanti kalian makan di sini aja gak usah ke dapur." Lalu nenek melenggang menuju dapur untuk menyiapkan makanan yang Jihan bawa.
"Eh, ada neng Jihan?" sapa kakek yang baru keluar kamar. Jihan segera menyimpan piring makannya di meja lalu menyalami kakek.
"Tumben ke sini, Neng? Mau jengukin a Arkha?" goda kakek yang berhasil membuat Jihan mengerjap kaku dengan pipi merona.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]
Teen FictionBangchan Areshta Derren harus kelimpungan mengurus ketiga adik nakalnya. Ia harus berperan sebagai kangmas, ayah sekaligus ibu untuk mereka setelah orang tua mereka meninggal lima tahun lalu. Aresh yang baru saja lulus kuliah harus menerima kenyataa...