55 - Pelukan Teletubis
Ayen sampai di rumah Jihan. Di halaman rumah, si gadis tupai sudah siap dengan tas kecil berisi buku pelajaran.
Ah, murid teladan sekali. Mentang-mentang sebentar lagi UTS, ke mana-mana sambil belajar.
"Yuk!" ajak Ayen. Jihan naik ke boncengan.
"Ke ATM dulu ya, gue mau ngambil duit ditransfer oma gue barusan," ujarnya sebelum motor melaju. Jihan di belakang punggungnya hanya mengangguk saja, toh yang membawa motor bukan dirinya.
"Tapi jangan bilang-bilang bang Arkha kalau gue dikasih duit sama oma, ya?"
"Kenapa?"
"Soalnya kakak-kakak gue gak ada yang dikasih duit katanya. Oma cuman ngasih buat gue doang."
"Oh, oma itu nenek kamu?"
"Iya, oma tuh nenek gue yang di Jogja, ibunya mama."
Andai Aresh tahu kalau omanya masih rutin mengirimi si bungsu uang, pasti ia akan marah. Padahal saat pertama kali menitipkan si trio di Garut, ia sudah mewanti-wanti dua neneknya untuk tidak memberikan uang jajan pada si trio.
Awalnya oma juga menyanggupi rencana Aresh, tapi apalah daya kalau si bungsu yang meminta sudah pasti dikabulkan.
ATM cukup jauh, sebagai rasa terimakasih, Ayen membelikan es krim dan coklat untuk Jihan karena sudah menemaninya.
Saat tengah asik memilih es krim, gadis itu dikejutkan oleh seseorang.
"Jea?"
Tubuh Ayen mematung. Tanpa menolehpun ia tahu siapa pemilik suara lembut ini.
"Bisa kita bicara?" tanyanya pelan.
Ayen tak menggubris. Ia segera mengambil es krim secara acak lalu berbalik pergi, namun harus terhenti saat merasakan genggaman di pergelangan tangan.
"Lepasin tangan gue, Rendika!" ucapnya penuh penekanan. Menyiratkan rasa benci pada si lawan bicara.
"Ayo bicara dulu, aku harus jelasin semuanya sama kamu."
Ayen menyentakan tangannya kasar hingga genggaman Renjun terlepas. "Gak perlu jelasin apa-apa. Gue gak butuh penjelasan dari lo." Ayen beranjak, tak ingin berlama-lama bersama Renjun.
"Aku bisa bantu kamu ketemu Nana!" Namun, ucapan Renjun berhasil menahannya hingga gadis itu berhenti melangkah. Ayen berbalik, menatap Renjun tajam dengan kilatan amarah tergambar jelas di matanya.
"Jangan pernah nyebut nama Nana lagi di depan gue. Pembohong kaya lo gak pantes buat nyebut nama dia."
Setelah itu Ayen berlalu menuju kasir, membayar belanjaannya lalu segera keluar menghampiri Jihan yang menunggunya di parkiran.
Selama perjalanan pulang, tak ada yang memulai bicara. Ayen masih diliputi emosi setelah bertemu Renjun, dan Jihan yang merasa bingung karena tak sengaja melihat Ayen dan Renjun bertengkar di mini market tadi. Padahal biasanya Ayen sangat lengket dengan Renjun bagai lem dan perangko, tapi melihat Ayen yang menyentakan tangan Renjun dengan kasar membuat Jihan langsung mengerti kalau mereka berdua tengah terlibat masalah.
Motor berhenti di halaman rumah. Ayen segera mengajak Jihan masuk. Sudah ada Arkha di ruang tengah yang menyambut kedatangan mereka dengan canggung.
Bagaimana tidak canggung, terakhir kali bertemu dengan Jihan, Arkha menolak tawaran Jihan untuk main ke pantai. Padahal Jihan susah payah mengumpulkan keberanian menawarkan diri untuk menemani pemuda itu ke pantai, tapi malah ditolak. Di depan Ardan pula. Tentu saja Jihan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Keluarga DERREN [ SEGERA TERBIT ]
Teen FictionBangchan Areshta Derren harus kelimpungan mengurus ketiga adik nakalnya. Ia harus berperan sebagai kangmas, ayah sekaligus ibu untuk mereka setelah orang tua mereka meninggal lima tahun lalu. Aresh yang baru saja lulus kuliah harus menerima kenyataa...